Rabu, 28 September 2011

kuisenr


A. Penerapan Aspek Spiritual
NO.
PERTANYAAN
JAWABAN
YA
TIDAK
1.
Apakah selama anda dirawat di rumah sakit perawat sering meminta anda untuk berdoa.


2.
Apakah perawat selalu mengucapkan salam ketika memasuki ruangan tempat anda dirawat.


3.
Apakah perawat memberikan dukungan kepercayaan pada anda tanpa diminta.


4.
Apakah saat anda merasa cemas, perawat datang untuk mengingatkan anda untuk berdoa/sembahyang.


5.
Apakah perawat memberitahu keluarga anda untuk berdoa saat mengunjungi anda.


6.
Apakah anda juga menghargai agama orang lain.


7.
Apakah setelah anda semabahyang/berdoa, anda mendapatkan kekuatan jasmani maupun rohani.


8.
Apakah saat sakit anda masih tetap menjalankan kewajiban anda dalam beribadah



B. Pemenuhan Kebutuhan Spiritual
NO.
PERTANYAAN
JAWABAN
YA
TIDAK
1.
Apakah anda merasa nyaman dengan bimbingan doa yang diberikan oleh perawat.


2.
Apakah selama anda dirawat kebutuhan spiritual anda terpenuhi.


3.
Apakah dengan berdoa anda merasa terhindar dari kecemasan.


4.
Apakah perawat pernah menenangkan anda ketika anda merasa takut terhadap kematian dan penyakit anda.


5.
Apakah perawat pernah menyarankan agar anda dikunjungi oleh pemuka agama.


6.
Apakah perawat pernah menyarankan anda untuk membaca kitab suci.


7.
Apakah perawat pernah meyarankan anda untuk membawa perlengkapan sembahyang dan menggunakanya.


8.
Apakah perawat memiliki hubungan baik dengan klien yang lain dan dengan sesama tenaga keperawatan.


9.
Apakah selama anda dirawat di rumah sakit anda mendapatkan bimbingan dalam beribadah dari perawat di ruangan.


10.
Apakah perawat selalu meyakinkan anda bahwa dengan berdoa anda dapat menurunkan kecemasan.



Contoh Judul /Skripsi Keperawatan

Contoh Judul /Skripsi Keperawatan 

  1. Pengetahuan Mahasiswa D-III Keperawatan Tentang Perawatan BBLR Di dalam Inkubator Di Ruang Rawat Perinatologi RS XXX
  2. Identifikasi Stress Kerja dan Strategi Koping Perawat di Ruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit XXX
  3. Pengaruh Terapi Bermain Terhadap Tindakan Kooperatif Anak Dalam Menjalani Perawatan di Rumah Sakit XXX
  4. Pelaksanaan Program Penanggulangan TB Paru di Puskesmas XXX
  5. Pengaruh Mengunyah Permen Karet Rendah Gula terhadap Peningkatan Sekresi Saliva pada Pasien yang Menjalani Terapi Hemodialisa di RSUD XXX
  6. Efektivitas Aromaterapi Lavender Menggunakan Tungku Pemanas Dalam Menurunkan Intensitas Nyeri Kala I Persalinan
  7. Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Inap Terhadap Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit XXX
  8. Perawatan Lanjut Usia dengan Demensia oleh Keluarga di XXX
  9. Dukungan Petugas Kesehatan dalam Pelaksanaan Program UKS pada SD XXX
  10. Peran Masyarakat dalam Meningkatkan Status Gizi Anak di XXX
  11. Hambatan Pelaksanaan Program Pemberantasan Penyakit TB Paru di Puskesmas XXX
  12. Kepuasan Remaja Terhadap Peran Orangtua Di XXX
  13. Perilaku Ibu Primipara dalam Merawat Bayi Baru Lahir di XXX
  14. Pengaruh Terapi Bermain Terhadap Tindakan Kooperatif Anak Dalam Menjalani Perawatan di Rumah Sakit XXX
  15. Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi Terhadap Kemampuan Komunikasi Pasien Isolasi Sosial di Ruang XXX
  16. Persepsi Orangtua Terhadap Kemampuan Perawat dalam Melakukan Komunikasi Efektif pada Anak Masa Prasekolah di Ruang XXX
  17. Kepuasan Orangtua Terhadap Atraumatic Care Selama Mengalami Hospitalisasi di RS XXX
  18. Konsep Diri Anak Usia 10-14 Tahun yang Menderita Asma di XXX
  19. Pengaruh Imbalan Jasa Terhadap Kinerja Perawat Dalam Memberikan Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit XXX
  20. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perawatan Diri Ibu Pascasalin di Rumah Sakit XXX
  21. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Stres Pada Mahasiswa Fakultas Keperawatan yang Sedang Menyelesaikan Skripsi
  22. Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Anggota Keluarga yang Menderita Asma di XXX
  23. Motivasi Mahasiswa Akademi Keperawatan XXX Untuk Melanjutkan Pendidikan ke Tingkat Sarjana Keperawatan
  24. Pola Asuh Orang Tua dan Tingkat Kebiasaan Remaja dalam Mengkonsumsi Alkohol di XXX
  25. Efektivitas Penyuluhan SADARI Terhadap Peningkatan Pengetahuan Remaja Tentang SADARI di SMA XXX
  26. Pola Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Sebelum menjalani Terapi Haemodialisa Di XXX
  27. Pengetahuan dan Sikap Keluarga Dalam Merawat Pasien Depresi di Poliklinik Rumah Sakit XXX
  28. Perawatan Keluarga Terhadap Lansia di XXX
  29. Gambaran Lama Hari Rawat Dalam Terjadinya Luka Dekubitus pada Pasien Immobilisasi di RS XXX
  30. Perilaku Ibu dalam Penatalaksanaan Rehidrasi Oral pada Balita Diare yang Berada di Rumah di XXX
  31. Perawatan Penderita Hipertensi di Rumah oleh Keluarga Suku XXX dan Suku XXX di XXX
  32. Efektivitas Pendidikan Kesehatan Terhadap Perubahan Konsep Diri pada Wanita yang Menderita Kanker Sistem Reproduksi
  33. Pencitraan Perawat Puskesmas yang Diharapkan oleh Masyarakat di Masa akan Datang di Puskesmas XXX
  34. Persepsi Ibu Tentang Fungsi Keluarga di XXX
  35. Pelaksanaan Program UKS dan Kebiasaan Hidup Bersih Sehat Murid Kelas VI XXX
  36. Tingkat Kepuasan Pasien Jamkesmas Terhadap Pelayanan Keperawatan di RS XXX
  37. Pengalaman Keluarga Sebagai Pemberi Asuhan Perawatan Pada Penderita Skizofrenia Di XXX
  38. Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) di XXX
  39. Pengetahuan Perawat Dalam Penatalaksanaan Nyeri Pasien Pasca Operasi Seksio Caesaria di Rumah Sakit XXX
  40. Karakteristik Wanita Menopause pada Wanita Perokok di XXX
  41. Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Diabetes Mellitus Di XXX
  42. Tindakan Perawat Dalam Pencegahan Infeksi Saluran Kemit Pada Pasien Yang Terpasang Kateter Di XXX
  43. Hubungan Tipe Belajar dengan Prestasi Belajar Mahasiswa
  44. Hubungan Peran Orang Tua dalam Pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dengan Kekambuhan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di XXX
  45. Pengaruh Terapi Perilaku Kognitif terhadap Pembatasan Asupan Cairan Pasien Hemodialisa di RS XXX
  46. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan Terhadap Semangat Kerja Perawat Pelaksana di XXX
  47. Efektivitas Masase Kaki dengan Minyak Esensial Lavender terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Penderita Hipertensi di XXX
  48. Analisa Pengaruh Faktor – Faktor Sosial Budaya terhadap Pemanfaatan Pelayanan Posyandu lansia di XXX
  49. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di XXX
  50. Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit XXX
  51. Persepsi Mahasiswa Tentang Instrumen Tes Hasil Belajar Mata Kuliah Program Ekstensi Pada Tahap Pendidikan Sarjana Keperawatan Di PSIK XXX
  52. Pengetahuan Keluarga Tentang Pertumbuhan Dan Perkembangan Balita Di XXX
  53. Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di XXX
  54. Status Gizi Balita Di Posyandu XXX
  55. Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang XXX
  56. Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di XXX
  57. Hubungan Pengetahuan dan Pencegahan Osteoporosis yang Dilakukan Lansia di XXX
  58. Pola Komunikasi Keluarga dengan Orangtua Tunggal di XXX
  59. Pengaruh Pemberian Informasi mengenai Prospek Kerja terhadap Motivasi Belajar Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan XXX
  60. Pemanfaatan Lidah Buaya (Aloe vera) Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II di XXX
  61. Pengaruh Kompres Dingin Kirbat Es terhadap Intensitas Nyeri Reumatoid Arthritis
  62. Hubungan Keyakinan Diri (Self Efficacy) dengan Perilaku Nyeri pada Pasien dengan Nyeri Kronis di RS XXX
  63. Perilaku Caring Perawat dalam memberikan Asuhan Keperawatan pada Gangguan Jiwa di XXX
  64. Tingkat Pengetahuan Pasien Diabetes Melitus tentang Komplikasi Diabetes Melitus di RS XXX
  65. Efektivitas Teknik Penapasan Buteyko Terhadap Penurunan Gejala Asma pada Penderita Asma di Kota XXX
  66. Pengaruh Senam Kaki terhadap Peningkatan Sirkulasi Darah kaki pada Pasien Penderita Diabetes melitus Di RS XXX
  67. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu tentang Stimulasi Perkembangan terhadap Perkembangan Motorik Kasar Anak Usia 3-5 Tahun di XXX
  68. Pengaruh Pemberian Teknik Akupresur terhadap Penurunan Nyeri Persalinan Kala I pada Ibu Primipara
  69. Pengaruh Kemampuan Komunikasi Terhadap Kepemimpinan Efektif Kepala Ruangan di Rumah Sakit XXX
  70. Tingkat Kepuasan Pasien yang Menjalani Hemodialisa Dalam Pelayanan Keperawatan di Unit Hemodialisa Rumah Sakit XXX
  71. Pengaruh Pelaksanaan Supervisi Kepala Ruangan terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit XXX
  72. Respon Keluarga Terhadap Peran Perawat Dalam Hospitalisasi Anak Di Rumah Sakit XXX
  73. Perbedaan Perilaku Nyeri Pasien Kanker Kronis yang Didampingi Pasangan Hidup dengan yang Tidak Didampingi di RS XXX
  74. Persepsi Orangtua Tentang Kemampuan Perawat Dalam Merawat Anak Usia Sekolah Pasca Bedah Di Ruang XXX
  75. Perilaku Keluarga Terhadap Pendidikan Seks Bagi Remaja Di XXX
  76. Konsep Diri Anak Usia Remaja Yang Mengalami Fraktur Di XXX
  77. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Masyarakat Terhadap Penyakit Menular Seksual Di XXX
  78. Tingkat Pengetahuan Ibu Pada Masa Menopause Tentang Gejala Fisik Dan Psikologis Di XXX
  79. Pemanfaatan Teknologi Multimedia Dalam Pembelajaran Di Akademi Keperawatan XXX
  80. Perilaku Ibu Yang Memiliki Anak Usia SD Dalam Mencegah Penyakit Kecacingan Pada Anak Di XXX
  81. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Skabies Pada Santri Di XXX
  82. Persepsi Ibu Suku Mandailing Tentang Perawatan Bayi Baru Lahir Di XXX
  83. Prevalensi Buta Warna Pada Siswa/Siswi SMU di XXX
  84. Faktor-Faktor Penghambat Ibu Dalam Pemberian ASI Eksklusif Di XXX
  85. Peran Perawat dalam Perencanaan Pemulangan Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit XXX
  86. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Suami tentang Perawatan Kehamilan dengan Partisipasi Suami dalam Perawatan Kehamilan di XXX
  87. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Terapi Hemodialisa di RS XXX
  88. ICU Delirium Pada Pasien Yang Dirawat di Intensive Care Unit (ICU) Rumah Sakit XXX
  89. Hubungan Pengetahuan Keluarga tentang Perilaku Kekerasan dengan Kesiapan Keluarga dalam Merawat Pasien di Rumah Sakit Jiwa XXX
  90. Pemanfaatan Mentimun (cucumis sativus) terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Penderita Hipertensi di XXX
  91. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kekambuhan Pasien Skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa XXX
  92. Pola Tidur Ibu pada Masa Kehamilan di Poliklinik Ibu Hamil RS XXX
  93. Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Campak Pada Bayi di XXX
  94. Pelaksanaan Tugas Kesehatan Keluarga pada Suku Jawa di XXX
  95. Efektifitas terapi Musik Terhadap Penurunan Nyeri Post Operasi pada Anak Usia Sekolah di RS XXX
  96. Efektifitas Inisiasi Menyusu Dini Terhadap Peningkatan Produksi ASI Di XXX
  97. Hubungan Motivasi dengan Lamanya Masa Tunggu Kerja pada Lulusan Fakultas Keperawatan XXX
  98. Pelaksanaan Tugas Kesehatan Keluarga Suku XXX
  99. Tingkat Kemandirian Ibu Post Seksio Sesarea dalam Merawat Diri dan Bayinya selama Early Postpartum di RS XXX
  100. Pelaksanaan Tugas Kesehatan Keluarga Pada Suku XXX di XXX
  101. Kinerja Petugas Posyandu Dan Kepuasan Ibu Pengguna Posyandu Di XXX
  102. Hubungan Dukungan Suami dan Kemauan Ibu Memberikan ASI Eksklusif di XXX
  103. Perawatan Diare Dengan Pemanfaatan Daun Jambu Biji Di XXX
  104. Persepsi Suami tentang Penggunaan Alat Kontrasepsi pada Laki-laki di XXX
  105. Tingkat Kepuasan Pasien Immobilisasi dalam Pemenuhan Pelaksanaan Personal Higiene oleh Perawat di Rumah Sakit Umum XXX
  106. Analisa Tingkat Kepuasan Pasien Pada Pelayanan Keperawatan Prima di Ruang rawat Inap Rumah Sakit XXX
  107. Kualitas Hidup Lansia dengan Penyakit Kronis di Rumah Sakit Umum XXX 

Kode   JUDUL
K006   Pengetahuan dan sikap mahasiswa tentang pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di Surabaya
K007   Analisa perbandingan pelaksanaan peran perawat secara independen dan dependen pada kasus gastroenteritis
K008   Pengaruh Komunikasi Terapeutik Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Pra Operatif di Rumah Sakit X  
K010   Faktor-fakror yang berhubungan dengan tingkat kecemasan klien dengan hemoptisis
K011   Hubungan Komunikasi  Perawat Dan Tingkat Kepuasan Pasien Yang Dilakukan Pembedahan
K013   Studi Tentang Hubungan Tindakan Keperawatan Preoperatif Terhadap Tingkat Kecemasan Klien dengan Fraktur di Ruang Bedah B RSUD Dr. Soetomo Surabaya
K014   Perbedaan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Laki-Laki Dan Perempuan Dengan Miocard Infark
K016   Hubungan Komunikasi Perawat Dengan Tingkat Kecemasan Keluarga Pada Pasien Yang Dirawat Di Unit Perawatan Kritis RSXX
K020   Hubungan Pengetahuan Perawat Dan Peran Perawat Sebagai Pelaksana Dalam Penanganan  Pasien Gawat Darurat Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler
K022   Studi Tentang Hubungan Antara Beban Kerja Dengan Kinerja Perawat di Instalasi Rawat Inap Medical Bedah RSUD XXX
K026   Hubungan Pelaksanaan Prosedur Tetap Keperawatan dan Tingkat Kecemasan Klien Angina Pektoris
K029   Perbedaan Perubahan Intensitas Nyeri selama  Perawatan Luka Operasi antara Pasien yang menggunakan Tehnik Distraksi dan Relaksasi
K030   Asuhan  Keperawatan   Yang  Baik  Dan  Benar  Pada  Keluarga  Yang  Salah  Satu  Anggota  Keluarganya Menderita  Penyakit  Hipertensi (Studi Kasus)
K032   Studi Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Peran Perawat Dalam Pelaksanaan Oral Hygiene Pada Pasien Stroke
K034   Pengaruh Perawatan Luka Bersih Menggunakan Sodium Klorida 0,9 % Dan Povidine Iodine 10 % Terhadap Ercepatan Penyembuhan Luka Pada Pasien Pasca Secsio Caesar
K038   Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pelaksanaan Standar Asuhan Keperawatan Di Ruang Penyakit Dalam RSUD. XXX
K040   Studi Tentang Gangguan Bodi Image Pada Klien Fraktur Femur Dengan Pemakaian Skeletal Traksi di Ruang Bedah RSUD XX
K042   Pengaruh Pembersihan Luka dan Pemberian Antiseptik pada Perawatan Luka Konvensional terhadap Intensitas Nyeri pada Luka Postoperasi dengan Intensi Primer
K044   Analisa Hubungan Beban Kerja dan Kondisi Kerja terhadap Stres Perawat ICU Rumah Sakit Umum Daerah XX
K045   Gangguan  Konsep Diri (Harga Diri) Pada Klien Gagal Ginjal Kronis
K048   Pengaruh Kepuasan Pasien  atas Asuhan Keperawatan terhadap Kesetiaan Pasien Rawat Inap di Ruang penyakit Dalam dan Ruang Bedah Kecelakaan RSUD XX
K049   Studi Perbandingan Keefektifan Jalan Nafas Pasca Anestesi Umum Inhalasi Pada   Pasien   Perokok Dan Tidak Perokok
K050   Analisa Hubungan  Karakteristik Perawat Dan Tingkat Kepatuhan Perawat Dalam Pelaksanaan Protap Pemasangan Infus
K051   Studi Tentang Gangguan Konsep Diri Pada Klien Gangren Diabetik 
K054   Hubungan Pelaksanaan Tindakan Oral Hygiene Dengan Kejadian Infeksi Rongga Mulut Pada Pasien Cedera Kepala Dengan Penurunan Kesadaran Di Ruang 13 RSU XX
K055   Pengetahuan Perawat Tentang Kegawatan Nafas Dan Tindakan Resusitasi Pada Neonatus  Yang Mengalami Kegawatan Pernafasan Di Ruang Nicu, Ruang Perinatologi  Dan Ruang Anak RSUD XX
K057   Pengaruh Penyuluhan Tentang Manfaat  Mobilisasi Dini Pasca Pembedahan Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini  Pada Penderita Dengan Pembedahan Abdomen di Ruang Bedah Rumah Sakit X
K078   Hubungan Antara Pola Makan Sehari-Hari Di Rumah Dengan Terjadinya Gastritis Pada Pasien Yang Dirawat di RSU XX
K079   Persepsi Klien Terhadap Manfaat Penyuluhan Kesehatan Oleh Perawat Pada Pasien Di Rumah Sakit XX
K081   Faktor Dominan Pencetus Serangan Asma Pada Pasien Asma Bronkiale di Instalasi Rawat Inap RS XX
K082   Pengaruh Terapi Musik Terhadap Intensitas Nyeri akibat Perawatan Luka Bedah Abdomen Di Rumah Sakit Umum XX
K096   Hubungan tingkat pengetahuan informasi prabedah dengan tingkat kecemasan pasien praoperasi
K100   Pengaturan diet pada lansia dengan hipertensi di Desa XX
K188   Hubungan kemampuan  koping dengan tingkat kecemasan klien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa
K183   Pengaruh Aktifitas Fisik Terhadap Stabilitas Tekanan Darah Pada Lansia
K180   Perbedaan Tingkat Kepuasan Pasien Antara Penerapan Metode Penugasan Keperawatan Tim Dan Penerapan Metode Penugasan Fungsional
K201   Efektifitas Pemberian Elemen Penghangat Cairan Intravena Dalam Menurunkan Gejala Hipotermi Pasca Bedah (Studi Pada Pasien Pasca Bedah Sectio Caesar di RSX).
K205   Pengaruh Stimulasi Kutaneus: Slow-Stroke Back Massage Terhadap Intensitas Nyeri Osteoartritis Pada Lansia Di Panti Werdha XX

Selasa, 27 September 2011

DISTOSIA

DISTOSIA
Definisi
Distosia adalah kelambatan atau kesulitan dalam jalannya persalinan.
Etiologi
Distosia dapat disebabkan karena kelainan his ( his hipotonik dan his hipertonik ), karena kelainan besar anak, bentuk anak ( hidrocefalus, kembar siam, prolaps tali pusat ), letak anak (letak sungsang, letak melintang ), serta karena kelainan jalan lahir.
1. DISTOSIA KARENA KELAINAN HIS
Kelainan his dapat berupa inersia uteri hipotonik atau inersia uteri hipertonik.
a. Inersia uteri hipotonik
Adalah kelainan his dengan kekuatan yang lemah / tidak adekuat untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong anak keluar. Di sini kekuatan his lemah dan frekuensinya jarang. Sering dijumpai pada penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia, uterus yang terlalu teregang misalnya akibat hidramnion atau kehamilan kembar atau makrosomia, grandemultipara atau primipara, serta pada penderita dengan keadaan emosi kurang baik.
Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks, fase laten atau fase aktif, maupun pada kala pengeluaran.
Inertia uteri hipotonik terbagi dua, yaitu :
  1. Inersia uteri primer
Terjadi pada permulaan fase laten. Sejak awal telah terjadi his yang tidak adekuat ( kelemahan his yang timbul sejak dari permulaan persalinan ), sehingga sering sulit untuk memastikan apakah penderita telah memasuki keadaan inpartu atau belum.
  1. Inersia uteri sekunder
Terjadi pada fase aktif kala I atau kala II. Permulaan his baik, kemudian pada keadaan selanjutnya terdapat gangguan / kelainan.
Penanganan :
  1. Keadaan umum penderita harus diperbaiki. Gizi selama kehamilan harus
    diperhatikan.
  2. Penderita dipersiapkan menghadapi persalinan, dan dijelaskan tentang
    kemungkinan-kemungkinan yang ada.
  3. Teliti keadaan serviks, presentasi dan posisi, penurunan kepala / bokong
    bila sudah masuk PAP pasien disuruh jalan, bila his timbul adekuat
    dapat dilakukan persalinan spontan, tetapi bila tidak berhasil maka akan
    dilakukan sectio cesaria.
b. Inersia uteri hipertonik
Adalah kelainan his dengan kekuatan cukup besar (kadang sampai melebihi
normal) namun tidak ada koordinasi kontraksi dari bagian atas, tengah dan bawah uterus, sehingga tidak efisien untuk membuka serviks dan mendorong bayi keluar.
Disebut juga sebagai incoordinate uterine action. Contoh misalnya “tetania uteri” karena obat uterotonika yang berlebihan.
Pasien merasa kesakitan karena his yang kuat dan berlangsung hampir terus-menerus. Pada janin dapat terjadi hipoksia janin karena gangguan sirkulasi uteroplasenter.
Faktor yang dapat menyebabkan kelainan ini antara lain adalah rangsangan pada uterus, misalnya pemberian oksitosin yang berlebihan, ketuban pecah lama dengan disertai infeksi, dan sebagainya.
Penanganan
Dilakukan pengobatan simtomatis untuk mengurangi tonus otot, nyeri, mengurangi ketakutan. Denyut jantung janin harus terus dievaluasi. Bila dengan cara tersebut tidak berhasil, persalinan harus diakhiri dengan sectio cesarea.
2. DISTOSIA KARENA KELAINAN LETAK
a)      Letak Sungsang
Letak sungsang adalah janin terletak memanjang dengan kepala di fundus
uteri dan bokong dibawah bagian cavum uteri.
Macam –Macam Letak Sungsang :
  1. Letak bokong murni ( frank breech )
    Letak bokong dengan kedua tungkai terangkat ke atas.
  2. Letak sungsang sempurna (complete breech)
    Kedua kaki ada disamping bokong dan letak bokong kaki sempurna.
  3. Letak sungsang tidak sempurna ( incomplete breech )
    Selain bokong sebagian yang terendah adalah kaki atau lutut.
Etiologi Letak Sungsang :
  1. Fiksasi kepala pada PAP tidak baik atau tidak ada ; pada panggul sempit, hidrocefalus, anencefalus, placenta previa, tumor.
  2. Janin mudah bergerak ; pada hidramnion, multipara, janin kecil (prematur).
  3. Gemelli
  4. Kelainan uterus ; mioma uteri
  5. Janin sudah lama mati
  6. Sebab yang tidak diketahui.
Diagnosis Letak Sungsang :
  1. Pemeriksaan luar, janin letak memanjang, kepala di daerah fundus uteri
  2. Pemeriksaan dalam, teraba bokong saja, atau bokong dengan satu atau dua kaki.
Syarat Partus Pervagina Pada Letak Sungsang :
  1. Janin tidak terlalu besar
  2. Tidak ada suspek CPD
  3. Tidak ada kelainan jalan lahir
Jika berat janin 3500 g atau lebih, terutama pada primigravida atau multipara dengan riwayat melahirkan kurang dari 3500 g, sectio cesarea lebih dianjurkan.

b)      Prolaps Tali Pusat
Yaitu tali pusat berada disamping atau melewati bagian terendah janin setelah
ketuban pecah. Bila ketuban belum pecah disebut tali pusat terdepan.
Pada keadaan prolaps tali pusat ( tali pusat menumbung ) timbul bahaya besar, tali pusat terjepit pada waktu bagian janin turun dalam panggul sehingga menyebabkan asfiksia pada janin.
Prolaps tali pusat mudah terjadi bila pada waktu ketuban pecah bagian terdepan janin masih berada di atas PAP dan tidak seluruhnya menutup seperti yang terjadi pada persalinan ; hidramnion, tidak ada keseimbangan antara besar kepala dan panggul, premature, kelainan letak.
Diagnosa prolaps tali pusat ditegakkan bila tampak tali pusat keluar dari liang senggama atau bila ada pemeriksaan dalam teraba tali pusat dalam liang senggama atau teraba tali pusat di samping bagian terendah janin.
Pencegahan Prolaps Tali Pusat :
► Menghindari pecahnya ketuban secara premature akibat tindakan kita.
Penanganan Tali Pusat Terdepan ( Ketuban belum pecah ) :
► Usahakan agar ketuban tidak pecah
► Ibu posisi trendelenberg
► Posisi miring, arah berlawanan dengan posisi tali pusat
► Reposisi tali pusat
Penanganan Prolaps Tali Pusat :
► Apabila janin masih hidup , janin abnormal, janin sangat kecil harapan hidup
Tunggu partus spontan.
► Pada presentasi kepala apabila pembukaan kecil, pembukaan lengkap
Vacum ekstraksi, porcef.
► Pada Letak lintang atau letak sungsang Sectio cesaria
  1. DISTOSIA KARENA KELAINAN JALAN LAHIR
    Distosia karena kelainan jalan lahir dapat disebabkan adanya kelainan pada jaringan keras / tulang panggul, atau kelainan pada jaringan lunak panggul.
a)      Distosia karena kelainan panggul/bagian keras
Dapat berupa :
  1. Kelainan bentuk panggul yang tidak normal gynecoid, misalnya panggul jenis
    Naegele, Rachitis, Scoliosis, Kyphosis, Robert dan lain-lain.
  2. Kelainan ukuran panggul.
    Panggul sempit (pelvic contaction). Panggul disebut sempit apabila ukurannya 1 – 2 cm kurang dari ukuran yang normal.
Kesempitan panggul bisa pada :
  1. Kesempitan pintu atas panggul
    Inlet dianggap sempit apabila cephalopelvis kurang dari 10 cm atau diameter transversa kurang dari 12 cm. Diagonalis (CD) maka inlet dianggap sempit bila CD kurang dari 11,5 cm.
  2. Kesempitan midpelvis
  • Diameter interspinarum 9 cm
  • Kalau diameter transversa ditambah dengan diameter sagitalis posterior kurang dari 13,5 cm.
  • Kesempitan midpelvis hanya dapat dipastikan dengan RO – pelvimetri.
  • Midpelvis contraction dapat member kesulitan sewaktu persalinan sesudah kepala melewati pintu atas panggul.
  1. Kesempitan outlet
Kalau diameter transversa dan diameter sagitalis posterior kurang dari 15 cm.
Kesempitan outlet, meskipun mungkin tidak menghalangi lahirnya janin,
namun dapat menyebabkan rupture perineal yang hebat. Karena arkus pubis
sempit, kepala janin terpaksa melalui ruang belakang.
Ukuran rata-rata panggul wanita normal
  1. Pintu atas panggul (pelvic inlet) :
    Diameter transversal (DT) + 13.5 cm. Conjugata vera (CV) + 12.0 cm. Jumlah rata-rata kedua diameter minimal 22.0 cm.
  2. Pintu tengah panggul (midpelvis) :
    Distansia interspinarum (DI) + 10.5 cm. Diameter anterior posterior (AP) + 11.0 cm. Jumlah rata-rata kedua diameter minimal 20.0 cm.
  3. Pintu bawah panggul (pelvic outlet) :
    Diameter anterior posterior (AP) + 7.5 cm. Distansia intertuberosum + 10.5 cm. Jumlah rata-rata kedua diameter minimal 16.0 cm.
    Bila jumlah rata-rata ukuran pintu-pintu panggul tersebut kurang, maka panggul tersebut kurang sesuai untuk proses persalinan pervaginam spontan.
b)      Kelainan jalan lahir lunak
Adalah kelainan serviks uteri, vagina, selaput dara dan keadaan lain pada jalan lahir yang menghalangi lancarnya persalinan.
1.Distosia Servisis
Adalah terhalangnya kemajuan persalinan disebabkan kelainan pada servik uteri. Walaupun harus normal dan baik, kadang – kadang permukaan servik menjadi macet karena ada kelainan yang menyebabkan servik tidak mau membuka.
Ada 4 jenis kelainan pada servik uteri :
  • Servik kaku (rigid cervix)
  • Servik gantung (hanging cervix)
  • Servik konglumer (conglumer cervix)
  • Edema servik
2.Kelainan selaput dara dan vagina
  • Selaput dara yang kaku, tebal
    Penanganannya : dilakukan eksisi selaput dara (hymen)
  • Septa vagina
    ▪ Sirkuler
    ▪ Anteris – posterior
    Penanganan :
    - Dilakukan eksisi sedapat mungkin sehingga persalinan berjalan
    Lancar
    - Kalau sulit dan terlalu lebar, dianjurkan untuk melakukan sectio
    Cesaria
3.Kelainan – kelainan lainnya
¶ Tumor – tumor jalan lahir lunak : kista vagina ; polip serviks, mioma
uteri, dan sebagainya.
¶ Kandung kemih yang penuh atau batu kandung kemih yang besar.
¶ Rectum yang penuh skibala atau tumor.
¶ Kelainan letak serviks yang dijumpai pada multipara dengan perut
gantung.
¶ Ginjal yang turun ke dalam rongga pelvis.
¶ Kelainan – kelainan bentuk uterus : uterus bikorvus, uterus septus,
uterus arkuatus dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Mochlar, Rustam. 1990. Synopsis Obstetric. Jakarta : EGC
FKUI Universitas Padjajaran. 1983. Uji Diri Obstetric dan ginekologi. Bandung : Eleman
FKUI Universitas Padjajaran. 1982. Obstetric Patologi. Bandung : Elstar offset
Cunningham, F. Gary. 1995. Obstetric Williams. Jakarta : EGC
Oxorn, Harry. 1990. Patologi dan Fisiologi Persalinan. Jakarta : Yayasan Essentia Medica
Wiknojosastro, Hanifa. 1992. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo

ASKEP DIABETES MELLITUS

ASKEP DIABETES MELLITUS

  1. Definisi
Diabetes Mellitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, demham tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya  insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000 ).
Gangren adalah proses atau keadaan  yang ditandai dengan adanya jaringan mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang disebabkan oleh infeksi. ( Askandar, 2001 ).
Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di tungkai. ( Askandar, 2001).
  1. Anatomi Fisiologi
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira – kira 15 cm, lebar  5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa  dan beratnya rata – rata 60 – 90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.
Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan  embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
(1). Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
(2). Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau – pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50 m, sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah yang besarnya 100 – 225 m. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 – 2 juta.
Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :
(1). Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi glikagon yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like activity “.
(2). Sel – sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.
(3). Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat somatostatin.
Masing – masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel beha sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang  normal dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi.
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia. Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh  dua jembatan ( perangkai ), yang terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4 – 7 dengan titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor yang besar di dalam membrana sel.
Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat diatas 100 mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi insulin akan menurun.
Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke jaringan terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel lemak.
  1. Etiologi
    1. Diabetes Melitus
DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu :
  1. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel beta melepas insulin.
  2. Faktor – faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan kehamilan.
  3. Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang disertai pembentukan sel – sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel – sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.
  4. Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran sel yang responsir terhadap insulin.
  1. Gangren Kaki Diabetik
Faktor – faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki diabetik dibagi menjadi endogen dan faktor eksogen.
Faktor endogen : a. Genetik, metabolik
b. Angiopati diabetik
c. Neuropati diabetik
Faktor eksogen :  a. Trauma
b. Infeksi
c. Obat
4. Patofisiologis
a. Diabetes Melitus
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:
  1. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dl.
  2. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.
  3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasien – pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yng parah yang melebihi ambang ginjal normal ( konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml ), akan timbul glikosuria karena tubulus – tubulus renalis tidak dapat  menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.
Hiperglikemia yang lama  akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren.
b. Gangren Kaki Diabetik
Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.
  1. Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis secara normal  melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantaraan enzim aldose reduktase akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam sel / jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi.
2. Teori Glikosilasi
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua protein, terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein membran basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun mikro vaskular.
Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor – faktor disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang berperan timbulnya KD adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Neuropati merupakan faktor penting untuk terjadinya KD. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya gangguan sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien. Angiopati akan menyebabkan terganggunya  aliran darah  ke kaki. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka  penderita akan merasa sakit tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Manifestasi gangguan pembuluh darah yang lain dapat berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di malam hari, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen (zat asam) serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit sembuh (Levin,1993). Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai KD akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh terhdap penyembuhan atau pengobatan dari KD.
5. Klasifikasi
Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu :
Derajat 0       : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
Derajat I       : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II      : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat III     : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV    : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
Derajat V      : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi dua golongan :
  1. Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI )
Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati ( arterosklerosis ) dari pembuluh darah besar ditungkai, terutama di daerah betis.
Gambaran klinis KDI :
-   Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.
-   Pada perabaan terasa dingin.
-   Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.
-   Didapatkan ulkus sampai gangren.
  1. Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN )
Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa, oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.
6. Dampak masalah
Adanya penyakit gangren kaki diabetik akan mempengaruhi kehidupan individu dan keluarga. Adapun dampak masalah yang bisa terjadi meliputi :
  1. Pada Individu
Pola dan gaya hidup penderita akan berubah dengan adanya penyakit ini, Gordon telah mengembangkan 11 pola fungsi kesehatan yang dapat digunakan untuk mengetahui perubahan tersebut.
  1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada pasien gangren kaki diabetik  terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak   gangren kaki diabetuk sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.
  1. Pola nutrisi dan metabolisme
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan  penderita.
  1. Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
  1. Pola tidur dan istirahat
Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka dan situasi rumah sakit yang ramai akan mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga pola tidur dan waktu tidur penderita mengalami perubahan.
  1. Pola aktivitas dan latihan
Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita  mudah mengalami kelelahan.
  1. Pola hubungan dan peran
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.
  1. Pola sensori dan kognitif
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.
  1. Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga ( self esteem ).
  1. Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun  ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.
10.  Pola mekanisme stres dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif  berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
11.  Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.
  1. Dampak pada keluarga
Dengan adanya salah satu anggota keluarga yang sakit dan dirawat di rumah sakit akan muncul bermacam –macam reaksi psikologis dari kelurga, karena masalah kesehatan yang dialami oleh seorang anggota keluarga akan mempengaruhi seluruh anggota keluarga. Waktu perawatan yang lama dan biaya yang banyak akan mempengaruhi keadaan ekonomi keluarga dan perubahan peran pada keluarga karena salah satu anggota keluarga tidak dapat menjalankan perannya.
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DM
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien gangren kaki diabetik hendaknya dilakukan secara komperhensif dengan menggunakan proses keperawatan.
Proses keperawatan adalah suatu metode sistematik untuk mengkaji respon manusia terhadap masalah-masalah dan membuat rencana keperawatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah – masalah tersebut. Masalah-masalah kesehatan dapat berhubungan dengan klien keluarga juga  orang terdekat atau masyarakat. Proses keperawatan mendokumentasikan kontribusi perawat dalam mengurangi / mengatasi masalah-masalah  kesehatan.
Proses keperawatan terdiri dari lima tahapan, yaitu : pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
  1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :
  1. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita , mengidentifikasikan,  kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapt diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan   fisik, pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
  1. Anamnese
    1. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
  1. Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.
  1. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
  1. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit  lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas.  Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
  1. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
  1. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
  1. Pemeriksaan fisik
    1. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda – tanda vital.
  1. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
  1. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan shu kulit di daerah  sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
  1. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi infeksi.
  1. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau   berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/ hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
  1. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
  1. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
  1. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
  1. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
  1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
  1. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
  1. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata  ( ++++ ).
  1. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.
  1. Analisa Data
Data yang sudah terkumpul selanjutnya dikelompokan dan dilakukan analisa serta sintesa data. Dalam mengelompokan data dibedakan atas data subyektif dan data obyektif dan berpedoman pada teori Abraham Maslow yang terdiri dari :
  1. Kebutuhan dasar atau fisiologis
  2. Kebutuhan rasa aman
  3. Kebutuhan cinta dan kasih sayang
  4. Kebutuhan harga diri
  5. Kebutuhan aktualisasi diri
Data yang telah dikelompokkan tadi di analisa sehingga dapat diambil kesimpulan tentang masalah keperawatan dan kemungkinan penyebab, yang dapat dirumuskan dalam bentuk diagnosa  keperawatan meliputi aktual, potensial, dan kemungkinan.
  1. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga atau komunitas terhadap proses kehidupan/ masalah kesehatan. Aktual atau potensial dan kemungkinan dan membutuhkan  tindakan keperawatan untuk memecahkan masalah tersebut.
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangren kaki diabetik adalah sebagai berikut :
  1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran darah  ke daerah gangren akibat adanya  obstruksi pembuluh darah.
  2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
  3. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
  4. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
  5. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
  6. Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis ) berhubungan dengan tingginya kadar gula darah.
  7. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
  8. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
  9. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh.
10.  Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
  1. Perencanaan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, maka intervensi dan aktivitas keperawatan perlu ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan, dan mencegah masalah keperawatan penderita. Tahapan ini disebut perencanaan keperawatan yang meliputi penentuan prioritas, diagnosa keperawatan, menetapkan sasaran dan tujuan, menetapkan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi dan aktivitas keperawatan.
  1. Diagnosa no. 1
Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Tujuan : mempertahankan sirkulasi  perifer tetap normal.
Kriteria Hasil : – Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
- Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
- Kulit sekitar luka teraba hangat.
- Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
- Sensorik dan motorik membaik
Rencana tindakan :
  1. Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
  1. Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah  :
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah  dari jantung  ( posisi elevasi pada waktu istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi oedema.
  1. Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa :
Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi.
Rasional : kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis, merokok dapat menyebabkan terjadinya  vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk mengurangi efek dari stres.
  1. Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren.
  1. Diagnosa no. 2
Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria hasil :               1.Berkurangnya oedema sekitar luka.
2. pus dan jaringan berkurang
3. Adanya jaringan granulasi.
4. Bau busuk luka berkurang.
Rencana tindakan :
  1. Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.
Rasional : Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya.
  1. Rawat luka dengan baik dan benar  : membersihkan luka secara abseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.
Rasional : merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi.
  1. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan  kultur pus  pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
Rasional : insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur pus untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk pengobatan, pemeriksaan kadar gula darahuntuk mengetahui perkembangan penyakit.
  1. Diagnosa no. 3
Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang
Kriteria hasil :  1.Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang .
2. Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi atau mengurangi nyeri .
3. Pergerakan penderita bertambah luas.
4. Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.( S : 36 – 37,5 0C, N: 60 – 80 x /menit, T : 100 – 130 mmHg, RR : 18 – 20 x /menit ).
Rencana tindakan :
  1. Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.
Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
  1. Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.
Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama dalam melakukan tindakan.
  1. Ciptakan lingkungan yang tenang.
Rasional : Rangasanga yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa nyeri.
  1. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien.
  1. Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada otot untuk relaksasi seoptimal mungkin.
  1. Lakukan massage dan kompres luka dengan BWC saat rawat luka.
Rasional :  massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran pus sedangkan BWC sebagai desinfektan yang dapat memberikan rasa nyaman.
  1. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
Rasional : Obat –obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien.
  1. Diagnosa no. 4
Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal.
Kriteria Hasil :  1.  Pergerakan paien bertambah luas
2. Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan ( duduk, berdiri, berjalan ).
3. Rasa nyeri berkurang.
4. Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan kemampuan.
Rencana tindakan :
  1. Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.
Rasional : Untuk mengetahui derajat  kekuatan otot-otot  kaki pasien.
  1. Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga kadar gula darah dalam keadaan normal.
Rasional : Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif dalam tindakan keperawatan.
  1. Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui kemampuan.
Rasional : Untuk melatih otot – otot kaki sehingg berfungsi dengan baik.
  1. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi.
  1. Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik ) dan tenaga fisioterapi.
Rasional : Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi untuk melatih pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.
  1. Diagnosa no. 5
Gangguan pemenuhan nutrisi ( kurang dari ) kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil :    1. Berat badan dan tinggi badan ideal.
2. Pasien mematuhi dietnya.
3. Kadar gula darah dalam batas normal.
4. Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.
Rencana Tindakan :
  1. Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
  1. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya hipoglikemia/hiperglikemia.
  1. Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien ( berat badan merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet ).
  1. Identifikasi perubahan pola makan.
Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang ditetapkan.
  1. Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet diabetik.
Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam jaringan sehingga gula darah menurun,pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat penurunan gula darah dan mencegah komplikasi.
  1. Diagnosa no. 6
Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis) berhubungan dengan tinggi kadar gula darah.
Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi (sepsis).
Kriteria Hasil :  1. Tanda-tanda infeksi tidak ada.
2. Tanda-tanda vital dalam batas normal ( S : 36 – 37,5 0C )
3. Keadaan luka baik dan kadar gula darah normal.
Rencana tindakan :
  1. Kaji adanya tanda-tanda penyebaran infeksi pada luka.
Rasional : Pengkajian yang tepat tentang tanda-tanda penyebaran infeksi dapat membantu menentukan tindakan selanjutnya.
  1. Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan diri selama perawatan.
Rasional : Kebersihan diri yang baik merupakan salah satu cara untuk mencegah infeksi kuman.
  1. Lakukan perawatan luka secara aseptik.
Rasional  : untuk mencegah kontaminasi luka dan penyebaran infeksi.
  1. Anjurkan pada pasien agar menaati diet, latihan fisik, pengobatan yang ditetapkan.
Rasional : Diet yang tepat, latihan fisik yang cukup dapat meningkatkan daya tahan tubuh, pengobatan yang tepat, mempercepat penyembuhan sehingga memperkecil kemungkinan terjadi penyebaran infeksi.
  1. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotika dan insulin.
Rasional : Antibiotika dapat menbunuh kuman, pemberian insulin akan menurunkan kadar gula dalam darah sehingga proses penyembuhan.
  1. Diagnosa no. 7
Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
Tujuan : rasa cemas berkurang/hilang.
Kriteria Hasil :  1. Pasien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan.
2. Emosi stabil., pasien tenang.
3. Istirahat cukup.
Rencana tindakan :
  1. Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien.
Rasional : Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien sehingga perawat bisa memberikan intervensi yang cepat dan tepat.
  1. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya.
Rasional : Dapat meringankan beban pikiran pasien.
  1. Gunakan komunikasi terapeutik.
Rasional : Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien sehingga pasien kooperatif dalam tindakan keperawatan.
  1. Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan anjurkan pasien untuk ikut serta dalam tindakan keperawatan.
Rasional : Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan keikutsertaan pasien dalam melakukan tindakan dapat mengurangi beban pikiran pasien.
  1. Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan lain selalu berusaha memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin.
Rasional : Sikap positif dari timkesehatan akan membantu menurunkan kecemasan yang dirasakan pasien.
  1. Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien secara   bergantian.
Rasional : Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga yang menunggu.
  1. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
Rasional : lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa cemas pasien.
  1. Diagnosa no. 8
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan, dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya.
Kriteria Hasil : 1. Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya.
2. Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang diperoleh.
Rencana Tindakan :
  1. Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit DM dan gangren.
Rasional : Untuk memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawat perlu mengetahui sejauh mana informasi atau pengetahuan yang diketahui pasien/keluarga.
  1. Kaji latar belakang pendidikan pasien.
Rasional : Agar perawat dapat memberikan penjelasan dengan menggunakan kata-kata dan kalimat yang dapat dimengerti pasien sesuai tingkat pendidikan pasien.
  1. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada pasien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
Rasional : Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman.
  1. Jelasakan prosedur yang kan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan libatkan pasien didalamnya.
Rasional : Dengan penjelasdan yang ada dan ikut secra langsung dalam tindakan yang dilakukan, pasien akan lebih kooperatif dan cemasnya berkurang.
  1. Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan ( jika ada / memungkinkan).
Rasional : gambar-gambar dapat membantu mengingat penjelasan yang telah diberikan.
  1. Diagnosa no. 9
Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh.
Tujuan : Pasien dapat menerima perubahan bentuk salah satu anggota tubuhnya secar positif.
Kriteria Hasil : -  Pasien mau berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan. Tanpa rasa malu dan rendah diri.
-  Pasien yakin akan kemampuan yang dimiliki.
Rencana tindakan :
  1. Kaji perasaan/persepsi pasien tentang perubahan gambaran diri berhubungan dengan keadaan anggota tubuhnya yang kurang berfungsi secara normal.
Rasional : Mengetahui adanya rasa negatif pasien terhadap dirinya.
  1. Lakukan pendekatan dan bina hubungan saling percaya dengan pasien.
Rasional : Memudahkan dalm menggali permasalahan pasien.
  1. Tunjukkan rasa empati, perhatian dan penerimaan pada pasien.
Rasional : Pasien akan merasa dirinya di hargai.
  1. Bantu pasien untuk mengadakan hubungan dengan orang lain.
Rasional : dapat meningkatkan kemampuan dalam mengadakan hubungan dengan orang lain dan menghilangkan perasaan terisolasi.
  1. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan kehilangan.
Rasional : Untuk mendapatkan dukungan dalam proses berkabung yang normal.
  1. Beri dorongan pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan diri dan hargai pemecahan masalah yang konstruktif dari pasien.
Rasional : Untuk meningkatkan perilaku yang adiktif dari pasien.
  1. Diagnosa no.10
Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.
Kriteria hasil : 1. Pasien mudah tidur dalam waktu 30 – 40 menit.
2. Pasien tenang dan wajah segar.
3. Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup.
Rencana tindakan :
  1. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan tidur/istirahat.
  1. Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah.
Rasional : mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan kebiasaan pasien ketika tidur akan mempengaruhi pola tidur pasien.
  1. Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti cemas, efek obat-obatan dan suasana ramai.
Rasional : Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain dialami dan dirasakan pasien.
  1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan teknik  relaksasi .
Rasional : Pengantar tidur akan memudahkan pasien dalam jatuh dalam tidur, teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri.
  1. Kaji tanda-tanda kurangnya  pemenuhan kebutuhan tidur pasien.
Rasional : Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur pasien akibat gangguan pola tidur sehingga dapat diambil tindakan yang tepat.
  1. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan ketrampilan interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi  yang tepat dengan  selalu memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.
Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai:
  1. Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal yang ditetapkan di tujuan.
  2. Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan dalam pernyataan tujuan.
  3. Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.