By: JANUARD
BAB I
PENDAHULUAN
Hidrosefalus berasal dari kata hidro yangberarti air dan chepalon yang berarti kepala.
Hidrosefalus merupakan penumpukan cairan serebrospinal secara aktif
yang menyebabkan dilatasi system ventrikel otak dimana terjadi akumulasi
cairan yang berlebihan pada satru atau lebih ventrikel atau ruang
subarachnoid.
Kita
mengenal “Hydrocephalus” sebagai suatu kelainan yang biasanya terjadi
pada bayi, dan ditandai dengan membesarnya kepala melebihi ukuran
normal. Namun apa sebenarnya hydrocephalus dan bagaimana penanganannya ?
Dalam
keadaan normal, tubuh memproduksi cairan otak (Cairan Serebro Spinal =
CSS) dalam jumlah tertentu, untuk kemudian didistribusikan dalam
ruang-ruang ventrikel otak, sampai akhirnya diserap kembali. Dalam
keadaan dimana terdapat ketidakseimbangan antara produksi dan penyerapan
kembali, terjadi penumpukan cairan otak di ventrikel. Kondisi inilah
yang dalam istilah medis dikenal sebagai “hydrocephalus”.
Meskipun
banyak ditemukan pada bayi dan anak, sebenarnya hydrocephalus juga bisa
terjadi pada dewasa. Hanya saja, pada bayi gejala klinisnya tampak
lebih jelas, sehingga lebih mudah dideteksi dan didiagnosis. Hal ini
dikarenakan pada bayi ubun-ubunnya masih terbuka, sehingga adanya
penumpukan cairan otak dapat dikompensasi dengan melebarnya
tulang-tulang tengkorak. Terlihat pembesaran diameter kepala yang makin
lama makin membesar seiring bertambahnya tumpukan CSS. Sedangkan pada
orang dewasa, tulang tengkorak tidak lagi mampu melebar. Akibatnya
berapapun banyaknya CSS yang tertumpuk, takkan mampu menambah besar
diameter kepala.
BAB II
HIDROSEFALUS
A. Definisi
Hidrosefalus
adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan
serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang
meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono, 2005:209). Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal.
Hidrosefalus
selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak.
Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta
terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun (DeVito EE et al, 2007:328).
Bayi
prematur rawan terkena hidrosefalus atau mengalami timbunan cairan di
dalam rongga otak. Pasalnya otak bayi prematur belum berkembang secara
memadai. Selain pada bayi, hidrosefalus juga dapat terjadi pada usia
anak.
"Dalam
hal ini, pembuluh darah yang ada di dinding rongga otak masih lemah dan
rapuh, sehingga mudah pecah yang menyebabkan perdarahan masuk ke rongga
otak dan dapat menyumbat lintasan cairan otak yang bersifat sementara
atau permanen.
Menurut
, Kepala Unit Pelayanan Fungsional/Staf Medik Fungsional (SMF) Bedah
Saraf Rumah Sakit Dr Sardjito Yogyakarta, Dr P Sudiharto mengemukakan
hal itu belum lama ini. hidrosefalus dapat terjadi jika
produksi cairan otak lebih besar daripada absorpsinya atau jika lintasan
drenase tersumbat. Jika terjadi sumbatan, cairan tertimbun dalam rongga
otak sehingga menekan jaringan otak di sekitarnya.
B. Etiologi
Hidrosefalus
terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal (CSS)
pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem
ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat
penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya (Allan H. Ropper,
2005).
Teoritis
pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang
abnormal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik
sangat jarang terjadi. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering
terdapat pada bayi dan anak ialah:
1. Kelainan Bawaan (Kongenital)
a. Stenosis akuaduktus Sylvii
b. Spina bifida dan kranium bifida
c. Sindrom Dandy-Walker
d. Kista araknoid dan anomali pembuluh darah
2. Infeksi
Akibat
infeksi dapat timbul perlekatan meningen. Secara patologis terlihat
penebalan jaringan piamater dan araknoid sekitar sisterna basalis dan
daerah lain. Penyebab lain infeksi adalah toxoplasmosis.
3. Neoplasma
Hidrosefalus
oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS.
Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau
akuaduktus Sylvii bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal
dari serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan
kraniofaringioma.
4. Perdarahan
Perdarahan
sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis
leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang
terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri (Allan H. Ropper,
2005:360).
C. Patofisiologi
CSS
yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus khoroidalis kembali
ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid
yang meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP). Cairan likuor
serebrospinalis terdapat dalam suatu sistem, yakni sistem internal dan
sistem eksternal. Pada orang dewasa normal jumlah CSS 90-150 ml, anak
umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan
prematur kecil 10-20 ml. Cairan yang tertimbun dalam ventrikel 500-1500
ml (Darsono, 2005). Aliran CSS normal ialah dari ventrikel lateralis
melalui foramen monroe ke ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran
yang sempit akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan melalui foramen
Luschka dan Magendie ke dalam ruang subarakhnoid melalui sisterna magna.
Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan resorbsi CSS
oleh sistem kapiler. (DeVito EE et al, 2007:32)
Hidrosefalus secara teoritis terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu :
1. Produksi likuor yang berlebihan
2. Peningkatan resistensi aliran likuor
3. Peningkatan tekanan sinus venosa
Konsekuensi
tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan intrakranial sebagai
upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme
terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda
tiap saat selama perkembangan hidrosefalus.
Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari :
1. Kompresi sistem serebrovaskuler.
2. Redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan ekstraseluler
3. Perubahan mekanis dari otak.
4. Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis
5. Hilangnya jaringan otak.
6. Pembesaran volume tengkorak karena regangan abnormal sutura kranial.
Produksi
likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus khoroid. Gangguan
aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus.
Peningkatan resistensi yang disebabkan gangguan aliran akan meningkatkan
tekanan likuor secara proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi
yang seimbang.
Peningkatan
tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu peningkatan tekanan
vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler intrakranial
bertambah dan peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang
dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus
vena yang relatif tinggi. Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini
tergantung dari komplians tengkorak. (Darsono, 2005:212)
D. Klasifikasi
Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya, berdasarkan :
1. Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus) dan hidrosefalus tersembunyi (occult hydrocephalus).
2. Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus akuisita.
3. Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik.
4. Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non komunikans.
Hidrosefalus
interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, hidrosefalus eksternal
menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan
korteks. Hidrosefalus obstruktif menjabarkan kasus yang mengalami
obstruksi pada aliran likuor. Berdasarkan gejala, dibagi menjadi
hidrosefalus simptomatik dan asimptomatik. Hidrosefalus arrested
menunjukan keadaan dimana faktor-faktor yang menyebabkan dilatasi
ventrikel pada saat tersebut sudah tidak aktif lagi. Hidrosefalus
ex-vacuo adalah sebutan bagi kasus ventrikulomegali yang diakibatkan
atrofi otak primer, yang biasanya terdapat pada orang tua. (Darsono,
2005)
E. Manifestasi Klinik
Tanda
awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada awitan dan derajat
ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorbsi CSS (Darsono, 2005).
Gejala-gejala yang menonjol merupakan refleksi adanya hipertensi
intrakranial. Manifestasi klinis dari hidrosefalus pada anak
dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu :
1. Awitan hidrosefalus terjadi pada masa neonatus
Meliputi
pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus kongenital dan
pada masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan
pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama tahun pertama
kehidupan. Kranium terdistensi dalam semua arah, tetapi terutama pada
daerah frontal. Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanella
terbuka dan tegang, sutura masih terbuka bebas. Tulang-tulang kepala
menjadi sangat tipis. Vena-vena di sisi samping kepala tampak melebar
dan berkelok. (Peter Paul Rickham, 2003)
2. Awitan hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak
Pembesaran
kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi
hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai
keluhan penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus.
Secara umum gejala yang paling umum terjadi pada pasien-pasien
hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran abnormal yang
progresif dari ukuran kepala. Makrokrania mengesankan sebagai salah satu
tanda bila ukuran lingkar kepala lebih besar dari dua deviasi standar
di atas ukuran normal. Makrokrania biasanya disertai empat gejala
hipertensi intrakranial lainnya yaitu:
a. Fontanel anterior yang sangat tegang.
b. Sutura kranium tampak atau teraba melebar.
c. Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial menonjol.
Gejala
hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar
dibandingkan dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala, muntah,
gangguan kesadaran, gangguan okulomotor, dan pada kasus yang telah
lanjut ada gejala gangguan batang otak akibat herniasi tonsiler
(bradikardia, aritmia respirasi). (Darsono, 2005:213).
F. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan fisik:
a. Pengukuran
lingkaran kepala secara berkala. Pengukuran ini penting untuk melihat
pembesaran kepala yang progresif atau lebih dari normal
b. Transiluminasi
2. Pemeriksaan darah:
Tidak ada pemeriksaan darah khusus untuk hidrosefalus
3. Pemeriksaan cairan serebrospinal:
Analisa
cairan serebrospinal pada hidrosefalus akibat perdarahan atau
meningitis untuk mengetahui kadar protein dan menyingkirkan kemungkinan
ada infeksi sisa
4. Pemeriksaan radiologi:
a. X-foto kepala: tampak kranium yang membesar atau sutura yang melebar.
b. USG kepala: dilakukan bila ubun-ubun besar belum menutup.
c. CT Scan kepala: untuk mengetahui adanya pelebaran ventrikel dan sekaligus mengevaluasi struktur-struktur intraserebral lainnya
G. Diagnosis
Disamping
dari pemeriksaan fisik, gambaran klinik yang samar-samar maupun yang
khas, kepastian diagnosis hidrosefalus dapat ditegakkan dengan
menggunakan alat-alat radiologik yang canggih.
Pada neonatus, USG cukup bermanfaat untuk anak yang lebih besar, umumnya diperlukan CT scanning.
CT
scan dan MRI dapat memastikan diagnosis hidrosefalus dalam waktu yang
relatif singkat. CT scan merupakan cara yang aman dan dapat diandalkan
untuk membedakan hidrosefalus dari penyakit lain yang juga menyebabkan
pembesaran kepala abnormal, serta untuk identifikasi tempat obstruksi
aliran CSS. (Darsono, 2005:214)
H. Diagnosis Banding
Pembesaran
kepala dapat terjadi pada hidrosefalus, makrosefali, tumor otak, abses
otak, granuloma intrakranial, dan hematoma subdural perinatal,
hidranensefali. Hal-hal tersebut dijumpai terutama pada bayi dan
anak-anak berumur kurang dari 6 tahun. (Darsono, 2005:215)
I. Terapi
Pada dasarnya ada tiga prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu :
1. Mengurangi produksi CSS.
2. Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi.
3. Pengeluaran likuor (CSS) kedalam organ ekstrakranial. (Darsono, 2005)
Penanganan hidrosefalus juga dapat dibagi menjadi :
1. Penanganan Sementara
Terapi
konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi
hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus
khoroid atau upaya meningkatkan resorbsinya.
2. Penanganan Alternatif (Selain Shunting)
Misalnya
: pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi vitamin A, reseksi
radikal lesi massa yang mengganggu aliran likuor atau perbaikan suatu
malformasi. Saat ini cara terbaik untuk melakukan perforasi dasar
ventrikel III adalah dengan teknik bedah endoskopik. (Peter Paul
Rickham, 2003)
3. Operasi Pemasangan ‘Pintas’ (Shunting)
Operasi
pintas bertujuan membuat saluran baru antara aliran likuor dengan
kavitas drainase. Pada anak-anak lokasi drainase yang terpilih adalah
rongga peritoneum. Biasanya cairan serebrospinalis didrainase dari
ventrikel, namun kadang pada hidrosefalus komunikans ada yang didrain ke
rongga subarakhnoid lumbar. Ada dua hal yang perlu diperhatikan pada
periode pasca operasi, yaitu: pemeliharaan luka kulit terhadap
kontaminasi infeksi dan pemantauan kelancaran dan fungsi alat shunt yang
dipasang. Infeksi pada shunt meningatkan resiko akan kerusakan
intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan kematian. (Allan H. Ropper,
2005:360)
J. Penatalaksanaan
1. Farmakologis:
Mengurangi volume cairan serebrospinalis:
a. Acetazolamide 25 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 3 dosis. Dosis dapat dinaikkan 25 mg/KgBB/hari (Maksimal 100 mg/KgBB/hari)
b. Furosemide 1 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 3-4 dosis
Catatan: Lakukan pemeriksaan serum elektrolit secara berkala untuk mencegah terjadinya efek samping.
Bila ada tanda-tanda infeksi, beri antibiotika sesuai kuman penyebab.
2. Penatalaksanaan Medis
Pada
sebagian pasien pembesaran kepala berhenti sendiri (arrested
hyrdosefalus), mungkin oleh rekanalisasi ruang subaraknoid atau
kompensasi pembentukan CSS yang berkurang ( Laurence, 1965). Tindakan
bedah belum ada yang memuaskan 100 %, kecuali bila penyebabnya ialah
tumor yang masih dapat diangkat.
3. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Perawatan Prabedah :
1) Pantau, cegah, dan halangi bila ada peningkatan TIK
2) Letakkan
anak dalam posisi nyaman dengan cara menaikkan kepala tempat tidur
setinggi 30 derajat ( untuk mengurangi kongesti dan meningkatkan
drainase).
3) Pantau adanya tanda – tanda peningktan TIK.
a) Peningkatan frekwensi pernapasan, penurunan denyut apeks, peningkatan
tekanan darah dan peningkatan suhu badan.
b) Penurunan tingkat kesadaran.
c) Aktivitas kejang.
d) Muntah.
e) Perubahan ukuran, kesimetrisan, dan reaktivitas pupil.
f) Fontanel “penuh”, cenderung menonjol.
g) Turunkan stimulus luar.
h) Siapkan oksigen dan alat penghisap di sisi tempat tidur.
4) Siapkan anak dan orang tua untuk menghadapi prosedur pembedahan.
a) Berikan penjelasan yang sesuai dengan usia.
b) Berikan dan kuatkan keterangan yang diberikan pada orang tua tentang kondisi dan pengobatan anak.
b. Perawatan Pascabedah :
1) Pantau
tanda – tanda vital dan status neurologik anak ; Laporkan adanya
peningkatan TIK ( ukuran, penuhnya, ketegangan fontanel anterior ),
penurunan tingkat kesadaran, anoreksia, muntah, konvulasi, kejang, atau
kelembaman.
2) Pantau dan laporkan adanya gejala – gejala infeksi ( demam, nyeri tekan, inflamasi, mual, dan muntah ).
3) Pantau dan pertahankan fungsi pirau.
a) Laporkan gejala malformasi pirau (iritabilitas, penurunan kesadaran, muntah).
b) Periksa pirau untuk kepenuhan.
c) Naikkan bagian kepala tempat tidur setinggi 30 dertajat (untuk meningkatkan drainase dan menurunkan kongeti vena).
d) Posisikan anak miring kekiri (sisi non - bedah).
e) Pertahankan tirah baring selama 24 sampai 72 jam.
f) Pantau adanya aktivitas serangan.
4) Bantu anak dan orang tua dalam mengatasi stress emosional karena hospitalisais dan pembedahan.
a) Berikan informasi yang sesuai dengan usia sebelum prosedur dilakukan.
b) Dorong partisipasi dalam kegiatan rekreasi dan hiburan.
c) Masukan rutinitas anak dirumah ke dalam aktivitas sehari – hari.
K. Komplikasi
1. Hernia serebri
2. Kejang
3. Renjatan
KONSEP KEPERAWATAN
ANAK DENGAN HIDROSEFALUS
I. PENGKAJIAN
A. Anamnesa.
a. Insiden : kelaliran denga hidrosefalus terjadi pada 5,8 bayi dai 10.000 kelahiran hidup
a.1. Hidrosefalus dengan spinabifida terdapat kira-kira 3-4 bayi dari 1000 kelahiran hidup
a.2. Type hidrosefalus obstruksi terdapat 99 % kasus pada anak-anak.
b. Riwayat kesehatan masa lalu:
b.1Terutama adanya riwayat luka / trauma dikepala atau infeksi di sebral
c. Riwayat kahamilan dan persalinan :
c.1.Kelahiran yang premature
c.2.Neonatal meningitis
c.3. Perdarahan subaracnoid
c.4. Infeksi intra uterin
c.5. Perdarahan perinatal,trauma/cidera persalinan.
B. Pemeriksaan Fisik
- Biasanya adanya myelomeningocele, penguran lingkar kepala (Occipitifrontal)
- Pada hidrosefalus didapatkan :
- Tanda – tanda awal :
o Mata juling
o Sakit kepala
o Lekas marah
o Lesu
o Menangis jika digendong dan diam bila berbaring
o Mual dan muntah yang proyektil
o Melihat kembar
o Ataksia
o Perkembangan yang berlangsung lambat
o Pupil oedema
o Respon pupil terhadap cahaya lambat dan tidak sama
o Biasanya diikuti : perubahan tingkat kesadaran, opistotonus dan spastik pada
ekstremitas bawah
o Kesulitan dalam pemberian makanan dan menelan
o Gangguan cardio pulmoner
- Tanda-tanda selanjutnya :
o Nyeri kepala kepala diikuti dengan muntah-muntah
o Pupil oedema
o Strabismus
o Peningkatan tekanan darah
o Heart lambat
o Gangguan respirasi
o Kejang
o Letargi
o Muntah
o Tanda-tanda ekstrapiramidal/ ataksia
o Lekas marah
o Lesu
o Apatis
o Kebingungan
o Sering kali inkoheren
o Kebutaaan
C. Pemeriksaan Penunjang.
· Skan
temograsfi komputer ( CT-Scan) mempertegas adanya dilatasi ventrikel
dan membantui dalam memgidentifikasi kemungkinan penyebabnya( Neoplasma,
kista,malformasi konginetal atau perdarahan intra kranial )
· Fungsi
ventrikel kadang digunakan untiuk menukur tekanan intra kranial
menghilangkan cairan serebrospinal untuk kultur (aturan ditentukan untuk
pengulangan pengaliran).
· EEG : untuk mengetahui kelainan genetik atau metabolic
· Transluminasi : Untuk mengetahui apakah adanya kelainan dalam kepala
· MRI : ( Magnetik resonance imaging ) : memberi informasi mengenai stuktur otak tanpa kena radiasi
II.DIAGNOSA KEPERAWATAN
A. Pre Operatif
1. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan peningkatan tekanan intra kranial
o Data obyektif : Tidak sadar, panas( 38 C), muntah tanpa proyektil, strabismus. serta gelisah,paralisa.
o Data Subyektif : Orangnya mengatakan anaknya tidak sadar ,muntah tubuhnya panas..
Tujuan :
- Tidak terjadi peningkatan tekanan intra kranial dengan kriteria :
- Tidak menunjukkan adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial ( mual, muntah, kejang, gelisah ).
Tindakan keperawatan :
· Observasi ketat tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial.
Rasional :Untuk mengetahui secara dini peningkatan TIK
· Tentukan skala tingkat kesadaran
Rasional :Menurunnya kesadaran menunjukkan adanya tanda-tanda adanya peningkatan TIK.
· Ajari keluarga mengenai tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial
Rasional :Keluarga dapat berpartisipasi dalam perawatan anaknya.
· Kolaborasi
Rasional :Dapat mencegah atau mempercepat proses penyebuhan penyakit.
2. Gangguan rasa nyaman: Nyeri sehubungan dengan meningkatkanya tekanan intrakranial .
Data Indikasi : Adanya keluahan Nyeri Kepala, Meringis atau menangis, gelisah, kepala membesar
Tujuan ; Klien akan mendapatkan kenyamanan, nyeri kepala berkurang
Tindakan keperawatan :
· Jelaskan Penyebab nyeri.
· Atur posisi Klien
· Ajarkan tekhnik relaksasi
· Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian Analgesik
3. Resiko terhadap perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kerusakan kemampuan untuk mencapai tugas perkembangan
Tujuan : Tidak terjadi gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak.
Tindakan keperawatan:
· Observasi tanda dan gejala gangguan perkembangan secara dini
Rasional :Akan mengetahui secara dini kelainan atau penyimpangan dari keadaan normal.
· Kolaborasi untuk tindakan pembedahan
Rasional : Membantu mempercepatan proses penyembuhan.
B. Persiapan operasi
4. Kecemasan Orang tua sehubungan dengan keadaan anak yang akan mengalami operasi.
Data Indikasi : Ekspresi verbal menunjukkan kecemasan akan keadaan anaknya.
Tujuan : Kecemasan orang tua berkurang atau dapat diatasi.
Tindakan Keperawatan :
· Menjelaskan
tentang hidrosefalus, anatomi ventrikel, maksud dasar dari shunt.
Gunakan diagram dan sampel shunt, jika tersedia bantu memberi penjelasan
iformasi yang diterima. Juga jelaskan tujuan berbagai tindakan test
diagnostik yang disarankan dan prosedur yang akan dilakukan.
Rasional : Memberikan penjelasan akan membantu penurunan ketakutan dan kecemasan dan meningkatkan penerimaan terhadap kondisi anak
· Berikan gamnbaran tindakan perioperative
Rasional
: Penjelasan terhadap kegiatan ini akan meyakinkan orang tua bahwa
mereka harus sadar bahwa anak akan menjalani hal ini dan bantu untuk
memberikan dorongan berpartisipasi dalam kegiatan persiapan prabedah,
jika memungkinkan.
· Berikan waktu orang tua mengajukan pertanyaan dan mengekspresikan ketakutan dan perhatiannya.
Rasional :
Orang tua membutuhkan waktu menyesuaikan diri dengan informasi sehingga
mereka dapat membentuk pertanyaan dan mengekspresikan ketakutan dan
perhatiannya.
· Bantu
anak untuk mempersiapkan guna tinggal rawat di rumah sakit dan
pembedahan, penggunaan boneka, alat-alat rumah sakit yang tersedia, dan
diagram dan video yang tepat sesuai tingkat perkembangan anak.
Rasional :
Mendemonstrasikan dengan menggunakan boneka sangat tepat digunakan
untuk membantu menngani anak yang terjadi selama tinggal di rumah sakit.
Diagram, video, buku-buku, dan diskusi mungkin akan lebih tepat pada
anak yang lebih besar.
· Berikan penguatan terhadap penjelasan ahli bedah
Rasional
: Orang tua dan anak sering menerima terlalu banyak informasi dalam
waktu yang singkat. Ulangi penjelasan untuk membantu pemahaman kondisi
anak.
· Rujuk orang tua pada pekerja sosial atau tenaga pelayanan sosial sesuai kebutuhan.
Rasional : Pekerja sosial dapat memberikan konseling secara seksama untuk membantu orang tua menyesuaikan diri dengan kondisi anak dan tinggal rawat di rumah sakit dan dapat membantu perencana selanjutnya dan merujuk pada oraganisasi kemasyarakatan.
Rasional : Pekerja sosial dapat memberikan konseling secara seksama untuk membantu orang tua menyesuaikan diri dengan kondisi anak dan tinggal rawat di rumah sakit dan dapat membantu perencana selanjutnya dan merujuk pada oraganisasi kemasyarakatan.
5. Potensial Kekurangan cairan dan elektrolit sehubungan dengan intake yang kurang diserta muntah.
Data Indikasi ; keluhan Muntah, Jarang minum.
Tujuan : Tidak terjadi kekurangan cairan dan elektrolit.
Tindakan keperawatan:
· Observasi ketat intake dan output
Rasional :Menentukan data dasar dari pada cairan tubuh.
· Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium
Rasional :Mengkaji hidrasi dan keefektifan / kebutuhan intervensi
· Berikan cairan infus sesuai pesanan
Rasional : Mempertahan volume sirkulasi cairan dalam tubuh
6. Gangguan rasa nyaman : Nyeri sehubungan dengan tekanan pada kulit yang dilakukan shunt.
Data Indikasi ; adanya keluhan nyeri, Ekspresi non verbal adanya nyeri.
Tujuan : Rasa Nyaman Klien akan terpenuhi, Nyeri berkurang
Tindakan Keperawatan :
· Beri kapas secukupnya dibawa telinga yang dibalut.
· Aspirasi
shunt (Posisi semi fowler), bila harus memompa shunt, maka pemompaan
dilakukan perlahan – lahan dengan interval yang telah ditentukan.
· Kolaborasi dengan tim medis bila ada kesulitan dalam pemompaan shunt.
Berikan posisi yang nyama. Hindari posisi p[ada tempat dilakukan shunt.
Berikan posisi yang nyama. Hindari posisi p[ada tempat dilakukan shunt.
· Observasi tingkat kesadaran dengan memperhatikan perubahan muka (Pucat, dingin, berkeringat)
· Kaji orisinil nyeri : Lokasi dan radiasinya
7. Resiko tinggi terjadinya gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Data Indikasi ; Adanya keluhan kesulitan dalam mengkonsumsi makanan.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan nutrisil.
Rencana Intervensi :
· Berikan makanan lunak tinggi kalori tinggi protein.
· Berikan klien makan dengan posisi semi fowler dan berikan waktu yang cukup untuk menelan.
· Ciptakan suasana lingkungan yang nyaman dan terhindar dari bau – bauan yang tidak enak.
· Monitor therapi secara intravena.
· Timbang berta badan bila mungkin.
· Jagalah kebersihan mulut ( Oral hygiene)
· Berikan makanan ringan diantara waktu makan
8. Resiko tinggi terjadinya infeksi sehubungan dengan infiltrasi bakteri melalui shunt.
Tujuan : Tidak terjadi infeksi / Klien bebas dari infeksi.
Tindakan keperawatan :
· Kaji
suhu tubuh anak yang tidak stabil, penurunan LOC, kehilangan nafsu
makan, muntah, peningkatan sel darah putih, dan pembengkakan atau
kemerahan sepanjang saluran shunt.
Rasional : Tanda ini memberikan petunjuk adanya infeksi, biasanya terjadi dalam bulan pertama setelah insersi shunt
· Monitor suhu badan anak setiap 4 jam
Rasional : Penurunan
suhu badan adalah tanda awal infeksi pada neonatus, dan penimngkatan
suhu badan adalah tanda awal terjadinya infeksi pada anak
· Posisi baring anak yang tidak menahan beraty pada bagian katup pada 24 sampai 48 jam pertama setelah pembedahan.
Rasional : Posisi dimana kepala pada posisi yang tepat membantu mencegah kerusakan kulit atau sekitar pompa shunt
· Kaji
area insisi setiap 4 jam, lihat adanya pengaliran cairan dari luka dan
adanya pembengkakan. Catat jumlah dan jenis cairan yang keluar dari luka
insisi.
Rasional :Pembengkakan
disekitar pompa, saluran shunt, atau insisi bedah—dengan atau tanpa
grainase—mungkin merupakan tanda awal infeksi pada shunt.
· Berikan antibiotik sesuai petunjuk
Rasional :
Antibitik yang bersifat profilaksis biasanya diberikan saat pembedahan
dan dilanjutkan pada 48 sampai 72 jam setelah pembedahan.
9. Resiko tinggi terjadi kerusakan integritas kulit dan kontraktur sehubungan dengan imobilisasi.
Tujuan ; Pasien bebas dari kerusakan integritas kulit dan kontraktur.
Tindakan Keperawatan :
· Mobilisasi klien (Miki dan Mika) setiap 2 jam.
· Obsevasi terhadap tanda – tanda kerusakan integritas kulit dan kontrkatur.
· Jagalah kebersihan dan kerapihan tempat tidur.
· Berikan latihan secara pasif dan perlahan – lahan
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hidrosefalus
adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan
serebrospinal dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga
terdapat pelebaran ventrikel.
Insiden
hidrosefalus antara 0,2- 4 setiap 1000 kelahiran. Insiden hidrosefalus
konginetal adalah 0,5- 1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11 % - 43 %
disebabkan oleh stenosis aquaductus serebri. Tidak ada perbedaan
bermakna insiden untuk kedua jenis kelamin, juga dalam hal perbedaan
ras. Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur.
Pada dasarnya ada 3 prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu :
a)mengurangi produksi CSS
b)Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi
c)Pengeluaran likuor ( CSS ) kedalam organ ekstrakranial.
Hal
yang sangat penting dalam penanganan kasus hidrosefalus ini adalaqh
kejadian infeksi akibat penatalaksanaan dan asuhan yang diberikan tidak
tepat.
B.Saran
Diharapkan
kepada orang tua yang mendapatkan anak dengan kasus hidrosefalus untuk
tidak berkecil hati karena ada masih ada cara pengobatan yang dapat
dilakukan. Pengobatan tersebut dapat membantu anak tersebut untuk proses
tumbuh kembangnya dikemudian hari.
Bagi
petugas kesehatan diharapkan dapat melakukan penatalaksanaan dan asuhan
yang adekuat dan hati-hati untuk mencegah terjadinya infeksi sehingga
dapat menurunkan angka kematian pada bayi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar