KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, Ida Sang
Hyang Widhi Wasa, karena atas asung kertha wara nugraha – Nya, atas berkah dan
anugerah – Nyalah maka penyusunan laporan individu dengan judul “ Peran Perawat
Dalam Penanggulangan Masalah Keperawatan Pada Klien Lansia Ibu Jaikem Dengan
Post Operasi Katarak Di Wisma Pandu, PSTW “ Bahagia” Magetan tanggal 03 – 07
Desember 2001” ini dapat penulis selesaikan.
Untuk
itu perkenankanlah penulis menghaturkan rasa terima kasih kepada pihak – pihak
tersebut di bawah atas segala bimbingan, saran , masukan , motivasinya sehingga
laporan ini dapat terselesaikan dengan baik, yaitu:
1.
Bapak
Joni Hariyanto, SKp dan Ibu Esty Yunitasari, SKp selaku pembimbing atas masukan
dan bimbingannya sehingga laporan ini
dapat terselesaikan.
2.
Bapak
Drs. Fadli Havera beserta seluruh staf pengelola PSTW “ Bahagia” Magetan atas
kesempatan dan ijinnya sehinggapenulis bisa mengenyam praktek di panti
tersebut.
3.
Seluruh
Pendamping wisma dan pekerja sosial atas bantuannya baik secara moriil maupun
material kepada penulis sehingga kegiatan praktek keperawatan gerontik ini
dapat berjalan dengan baik.
4.
Seluruh
rekan – rekan mahasiswa seangkatan atas bantuan dan dukungannya sehingga
penyusunan laporan ini terselesaikan tepat waktu.
Tak lupa penulis mohon maaf apabila
selama mengenyam praktek keperawatan gerontk ini, banyak melakukan kesalahan
baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh pihak.
Demikian penghantar ini penulis
sajikan, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Atas masukan dan
sarannya sangat penulis harapkan demi perbaikan laporan ini menjadi lebih
sempurna.
DAFTAR ISI
Halaman
judul..................………................................................................... i
Halaman Judul Dalam............................................………............................. ii
Kata
Pengantar................................................................................… iii
Daftar
Isi............................................................................................... iv
BAB 1
PENDAHULUAN........................................................................ 1
1.1 Latar
Belakang..................................................................... 1
1.2 Tujuan Kegiatan................................................................... 3
1.3 Manfaat.................................................................................. 3
1.4 Sistematika
Laporan............................................................ 3
BAB 2
KONSEP TEORI......................................................................... 5
2.1 Konsep Teori
Lansia........................................................... 5
2.2 Konsep Penyakit
Katarak................................................... 11
2.3 Konsep AsuhanaKeperawatan Pada
Pasien
Dengan Post Operasi Katarak........................................... 13
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
.................................................... 20
3.1
Pengkajian............................................................................ 20
3.2 Diagnosa Keperawatan dan
Perumusan
Prioritas
Keperawatan.......................................................... 26
3.3
Perencanaan........................................................................ 28
3.4
Implementasi........................................................................ 34
3.5
Evaluasi................................................................................. 35
BAB 4
PENUTUP................................................................................... 36
4.1
Kesimpulan........................................................................... 36
4.2
Saran..................................................................................... 36
Daftar
Pustaka...................................................................................... 37
Lampiran –
lampiran............................................................................. 38
Satuan Acara
Penyuluhan................................................................... 38
Lampiran
Materi: Perawatan Mata Post Operasi Katarak..................... 41
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan keberhasilan pemerintah
dalam pembangunan nasional, telah mewujudkan hasil ynag positif di berbagai
bidang, yaitu adanya kemajuan eknomi, perbaikan linkungan hidup, kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, terutama di bidang medis atau ilmu kedokteran
sehingga dapat meningkatkan umur harapan hidup manusia. Akibatnya jumlah
penduduk yang berusia lanjut meningkat dan bertambah cenderung lebih cepat.
Peningkatan umur harapan hidup
masyarakat di Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1.1 Angka Harapan Hidup di
Indonesia
I. Tahun |
Laki-laki
|
Perempuan
|
Total
|
1971
1980
1990
1995
2000
2005
2010
2015
2020
|
44,2
50,6
58,1
61,5
63,3
64,9
66,4
67,7
69,0
|
47,2
53,7
61,5
65,4
67,2
68,8
70,4
71,7
73,0
|
45,7
52,2
59,8
63,5
65,3
66,9
68,4
69,8
71,7
|
Sumber: BPS, 1992, 1993
Keterangan: Angka harapan hidup sejak lahir
Saat ini, di seluruh dunia jumlah
orang lanjut usia diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata – rata 60 tahun
dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Di negara maju
seperti Amerika Serikat pertambahan orang lanjut usia lebih kurang 1000 orang
per hari pada tahun 1985 dan diperkirakan 50% dari penduduk berusia di atas 50
tahun sehingga istilah “Baby Boom” pada masa lalu berganti menjadi “Ledakan
penduduk lanjut usia”.
Menurut penelitian yang dilakukan
terhadap orang lanjut usia di Indonesia yang dilakukan oleh Prof. Dr.R. Boedhi
Darmojo, terjadi peningkatan jumlah lanjut usia yang sangat signifikan seperti
terlihat dalam tabel berikut:
Tabel
1.1 Demografi Orang Lanjut Usia di Indonesia
Tahun
|
1980
|
1985
|
1990
|
1995
|
2000
|
2020
|
Total penduduk (55 tahun
ke atas)
|
148
|
165
|
183
|
202
|
222
|
|
a. Total (juta)
|
11,4
|
13,3
|
16
|
19
|
22,2
|
29,12
|
b. Persentase (%)
|
7,7
|
8
|
8,7
|
9,4
|
10
|
11,09
|
Harapan hidup
|
55,30
|
58,19
|
61,12
|
64,05
|
65-70
|
70-75
|
Menurut
penelitian Prof. Dr. R. Boedhi Darmojo
Berdasarkan
Data pada Biro Pusat Statistika dan beberapa sumber lain, dapat diketahui
jumlah dan prosentase populasi lansia di Indonesia pada tahun 1971 – 2020
sesuai pada tabel berikut ini:
Tabel
1.2 Jumlah dan Persentase Populasi Lansia Indonesia 1971 – 2020
II. Tahun |
Jumlah Lansia
|
Persentase
|
1971 (a)
|
5.306.874
|
4,48%
|
1980 (b)
|
7.998.543
|
5,45%
|
1990 (c)
|
11.277.557
|
6,29%
|
1995 (d)
|
12.778.212
|
6,56%
|
2000 (d)
|
15.262.199
|
7,28%
|
2005 (d)
|
17.767.709
|
7,97%
|
2010 (d)
|
19.936.859
|
8,48%
|
2015 (d)
|
23.992.553
|
9,77%
|
2020 (d)
|
28.822.879
|
11,34%
|
Sumber: (a) Biro Pusat Statistika, 1974; (b) Biro Pusat
Statistika,1983; (c) Biro Pusat
Statistika, 1992; (d) Ananta dan Anwar, 1994. Dikutip oleh
Djuhari dan Anwar, 1994
Meningkatnya umur harapan hidup
dipengaruhi oleh:
1) Majunya
pelayanan kesehatan
2) Menurunnya
angka kematian bayi daan anak
3) Perbaikan
gizi dan sanitasi
4) Meningkatnya
pengawasan terhadap penyakit infeksi
Secara individu, pada usia di
atas 55 tahun terjadi proses penuaan secara alamiah. Hal ini akan menimbulkan
masalah fisik, mental, sosial, ekonomi dan psikologis. Dengan bergesernya pola
perekonomian dari pertanian ke industri maka pola penyakit pada lansia juga
bergeser dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular (degeneratif).
Survei rumah tangga tahun 1980,
angka kesakitan penduduk usia lebih dari 55 tahun sebesar 25,70% diharapkan
pada tahun 2000 nanti angka tersebut menjadi 12,30% (Depkes RI, Pedoman
Pembinaan Kesehatan Lanjut Usia Bagi Petugas Kesehatan I, 1992).
Perawatan terhadap pasien lansia
bisa menjadi tugas yang menantang bagi para tenaga klinis. Perubahan –
perubahan kecil dalam kemampuan seorang pasien lansia untuk melaksanakan
aktivitas sehari – hari atau perubahan kemampuan seorang pemberi asuhan
keperawatan dalam memberikan dukungan hendaknya memiliki kemampuan untuk
mengkaji aspek fungsional, sosial, dan aspek – aspek lain dari kondisi klien
lansia.
Berkaitan dengan peran pemberi
asuhan keperawatan dalam hal ini perawat sebagai salah satu kompetensi yang
harus diemban, maka dirasa perlu untuk mengadakan praktek keperawatan klinik
khususnya pada klien lansia sebagai konteks keperawatan gerontik, maka pada
kesempatan mengenyam tahap profesi ini, mahasiswa Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Angkatan II,
Gerbong I, diterjunkan secara langsung di Panti Sosial Tresna Werdha “ Bahagia”
di Kabupaten Magetan, guna mendapat pengalaman secara langsung mengenai
perubahan – perubahan yang terjadi pada lansia serta konsep asuhan keperawatan
pada klien lansia yang mengalami gangguan atau masalah kesehatan.
1.2 Tujuan Kegiatan
Tujuan kegiatan praktek keperawatan gerontik
adalah sebagai lahan penerapan asuhan keperawatan gerontik khusunya pada klien
lansia dengan post operasi katarak guna meningkatkan status kesehatan klien
lansia.
1.3 Manfaat
Adapun manfaat praktek keperawatan
gerontik adalah:
1) Sebagai lahan penerapan asuhan
keperawatan gerontik bagi mahasiswa.
2) Membantu meningkatkan status kesehatan
lansia melalui pendekatan praktek keperawatan.
1.4 Sistematika Laporan
Sistematika laporan kegiatan ini
adalah:
1) Bab 1 Pedahuluan memuat: Latar
Belakang, Tujuan Kegiatan, Manfaat an Sistematika Laporan.
2) Bab 2 Konsep Teori memuat: Konsep
Lansia, Konsep Penyakit Post Operasi Katarak dan Konsep Asuhan Keperawatan Pada
Klien Post Operasi Katarak.
3) Bab 3 Asuhan Keperawatan Gerontik
memuat: Pengkajian, Perumusan Diagnosa Keperawatan, Perencanaan, Implementasi
dan Evaluasi.
4) Bab 4 Penutup, memuat: Kesimpulan dan
Saran.
BAB 2
KONSEP TEORI
Pada bab ini akan dibahas mengenai
konsep teori yang memuat: Konsep Lansia, Konsep Penyakit Post Operasi Katarak
dan Konsep Asuhan Keperawatan Klien Dengan Post Operasi Katarak.
2.1 Konsep
Teori Lansia
2.1.1
Batasan Lansia
Menurut oraganisasi kesehatan dunia
(WHO), lanjut usia meliputi:
1) Usia pertengahan (middle age) ialah
kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
2) Lanjut usia (elderly) antara 60 – 74
tahun
3) Lanjut usia tua (old) antara 75 – 90
tahun
4) Usia sangat tua (very old) di atas 90
tahun
2.1.2
Proses Menua
Pada
hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa dan masa tua
(Nugroho, 1992). Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun psikologis.
Memasuki masa tua berarti mengalami kemuduran secara fisik maupun psikis.
Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut memutih,
penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat, kelainan berbagai
fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat dan kurang gairah.
Meskpun secara alamiah terjadi
penurunan fungsi berbagai organ, tetapi tidak harus menimbulkan penyakit oleh
karenanya usia lanjut harus sehat. Sehat dalam hal ini diartikan:
1) Bebas dari penyakit fisik, mental dan
sosial,
2) Mampu melakukan aktivitas untuk
memenuhi kebutuhan sehari – hari,
3) Mendapat dukungan secara sosial dari
keluarga dan masyarakat (Rahardjo, 1996)
Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan –
perubahan yangmenuntut dirinya untuk menyesuakan diri secara terus – menerus.
Apabila proses penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang berhasil maka
timbullah berbagai masalah. Hurlock (1979) seperti dikutip oleh MunandarAshar
Sunyoto (1994) menyebutkan masalah – masalah yang menyertai lansia yaitu:
1)
Ketidakberdayaan
fisik yang menyebabkan ketergantungan pada orang lain,
2)
Ketidakpastian
ekonomi sehingga memerlukan perubahan total dalam pola hidupnya,
3)
Membuat
teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang telah meninggal atau pindah,
4)
Mengembangkan
aktifitas baru untuk mengisi waktu luang yang bertambah banyak dan
5)
Belajar
memperlakukan anak – anak yang telah tumbuh dewasa. Berkaitan dengan perubahan
fisk, Hurlock mengemukakan bahwa perubahan fisik yang mendasar adalah perubahan
gerak.
Lanjut usia juga mengalami
perubahan dalam minat. Pertama minat terhadap diri makin bertambah. Kedua minat
terhadap penampilan semakin berkurang. Ketiga minat terhadap uang semakin meningkat,
terakhir minta terhadap kegiatan – kegiatan rekreasi tak berubah hanya
cenderung menyempit. Untuk itu diperlukan motivasi yang tinggi pada diri usia
lanjut untuk selalu menjaga kebugaran fisiknya agar tetap sehat secara fisik.
Motivasi tersebut diperlukan untuk melakukan latihan fisik secara benar dan
teratur untuk meningkatkan kebugaran fisiknya.
Berkaitan dengan perubahan, kemudian Hurlock (1990)
mengatakan bahwa perubahan yang dialami oleh setiap orang akan mempengaruhi
minatnya terhadap perubahan tersebut dan akhirnya mempengaruhi pola hidupnya.
Bagaimana sikap yang ditunjukkan apakah memuaskan atau tidak memuaskan, hal ini
tergantung dari pengaruh perubahan terhadap peran dan pengalaman pribadinya.
Perubahan ynag diminati oleh para lanjut usia adalah perubahan yang berkaitan
dengan masalah peningkatan kesehatan, ekonomi/pendapatan dan peran sosial
(Goldstein, 1992)
Dalam menghadapi perubahan tersebut
diperlukan penyesuaian. Ciri – ciri penyesuaian yang tidak baik dari lansia
(Hurlock, 1979, Munandar, 1994) adalah:
1) Minat sempit terhadap kejadian di
lingkungannya.
2) Penarikan diri ke dalam dunia fantasi
3) Selalu mengingat kembali masa lalu
4) Selalu khawatir karena pengangguran,
5) Kurang ada motivasi,
6) Rasa kesendirian karena hubungan
dengan keluarga kurang baik, dan
7) Tempat tinggal yang tidak diinginkan.
Di lain pihak ciri
penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain adalah: minat yang kuat,
ketidaktergantungan secara ekonomi, kontak sosial luas, menikmati kerja dan
hasil kerja, menikmati kegiatan yang dilkukan saat ini dan memiliki
kekhawatiran minimla trehadap diri dan orang lain.
2.1.3 Teori Proses Menua
1) Teori – teori biologi
a) Teori genetik dan mutasi (somatic
mutatie theory)
Menurut teori ini menua telah
terprogram secara genetik untuk spesies – spesies tertentu. Menua terjadi
sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul – molekul /
DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas
adalah mutasi dari sel – sel kelamin (terjadi penurunan kemampuan fungsional
sel)
b) Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan
sel – sel tubuh lelah (rusak)
c) Reaksi dari kekebalan sendiri (auto
immune theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh,
suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang
tidaktahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan
sakit.
d) Teori “immunology slow virus”
(immunology slow virus theory)
Sistem imune menjadi efektif dengan
bertambahnya usia dan masuknya virus kedalam tubuh dapat menyebabkab kerusakan
organ tubuh.
e) Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel
yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan
kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel
tubuh lelah terpakai.
f) Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam
bebas, tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan osksidasi
oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini
dapat menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
g) Teori rantai silang
Sel-sel yang tua atau usang , reaksi
kimianya menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini
menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan dan hilangnya fungsi.
h) Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah
sel yang membelah setelah sel-sel tersebut mati.
2) Teori kejiwaan sosial
a) Aktivitas atau kegiatan (activity
theory)
- Ketentuan akan meningkatnya pada
penurunan jumlah kegiatan secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa usia
lanjut yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan
sosial.
- Ukuran optimum (pola hidup)
dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia.
- Mempertahankan hubungan antara
sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut
usia
b) Kepribadian berlanjut (continuity
theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku
tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini merupakan gabungan dari teori diatas.
Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang
lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.
c) Teori pembebasan (disengagement
theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan
bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari
kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia
menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjaadi
kehilangan ganda (triple loss), yakni :
1.
kehilangan
peran
2.
hambatan
kontak sosial
3.
berkurangnya
kontak komitmen
2.1.4
Permasalahan Yang Terjadi Pada Lansia
Berbagai
permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan lanjut usia, antara
lain: (Setiabudhi, T. 1999 : 40-42)
1)
Permasalahan umum
a)
Makin besar jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan.
b) Makin melemahnya nilai kekerabatan
sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut kurang diperhatikan , dihargai
dan dihormati.
c)
Lahirnya kelompok masyarakat industri.
d) Masih rendahnya kuantitas dan
kulaitas tenaga profesional pelayanan lanjut usia.
e) Belum membudaya dan melembaganya
kegiatan pembinaan kesejahteraan lansia.
2) Permasalahan khusus :
a) Berlangsungnya proses menua yang
berakibat timbulnya masalah baik fisik, mental maupun sosial.
b)
Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia.
c)
Rendahnya produktifitas kerja lansia.
d)
Banyaknya lansia yang miskin, terlantar dan cacat.
e) Berubahnya nilai sosial masyarakat
yang mengarah pada tatanan masyarakat individualistik.
f) Adanya dampak negatif dari proses
pembangunan yang dapat mengganggu kesehatan fisik lansia
2.1.5 Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Ketuaan
1) Hereditas atau ketuaan genetik
2) Nutrisi atau makanan
3) Status kesehatan
4) Pengalaman hidup
5) Lingkungan
6) Stres
2.1.6 Perubahan – perubahan Yang Terjadi Pada
Lansia
1) Perubahan fisik
Meliputi perubahan dari tingkat sel
sampai kesemua sistim organ tubuh, diantaranya sistim pernafasan, pendengaran,
penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastro
intestinal, genito urinaria, endokrin dan integumen.
2) Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi
perubahan mental :
a) Pertama-tama perubahan fisik, khsusnya
organ perasa.
b) Kesehatan umum
c) Tingkat pendidikan
d) Keturunan (hereditas)
e) Lingkungan
f) Gangguan syaraf panca indera, timbul
kebutaan dan ketulian.
g) Gangguan konsep diri akibat kehilangan
kehilangan jabatan.
h) Rangkaian dari kehilangan , yaitu
kehilangan hubungan dengan teman dan famili.
i) Hilangnya kekuatan dan ketegapan
fisik, perubahan terhadap gambaran diri, perubahan konsep dir.
3)
Perubahan
spiritual
Agama atau kepercayaan makin
terintegrasi dalam kehidupannya (Maslow, 1970)
Lansia makin matur dalam kehidupan
keagamaanya , hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari
(Murray dan Zentner, 1970)
2.1.7 Penyakit Yang Sering Dijumpai Pada Lansia
Menurut the National Old People’s
Welfare Council , dikemukakan 12 macam penyakit lansia, yaitu :
1)
Depresi
mental
2)
Gangguan
pendengaran
3)
Bronkhitis
kronis
4)
Gangguan
pada tungkai/sikap berjalan.
5)
Gangguan
pada koksa / sendi pangul
6)
Anemia
7)
Demensia
2.2 Konsep
Penyakit Katarak
2.2.1
Definisi
Katarak adalah kekeruhan pada lensa
tanpa nyeri yang berangsur – angsur penglihatan kabur akhirnya tidak dapat
menerima cahaya (Barbara C.Long, 1996)
2.2.2
Etiologi
1) Ketuaan biasanya dijumpai pada katarak
Senilis
2) Trauma terjadi oleh karena pukulan
benda tajam/tumpul, terpapar oleh sinar X atau benda – benda radioaktif.
3) Penyakit mata seperti uveitis.
4) Penyakit sistemis seperti DM.
5) Defek kongenital
2.2.3
Patofisiologi
Dalam
keadaan normal transparansi lensa terjadi karena adanya keseimbangan atara
protein yang dapat larut dalam protein yang tidak dapat larut dalam membran
semipermiabel. Apabila terjadi peningkatan jumlah protein yang tdak dapat
diserap dapat mengakibatkan penurunan sintesa protein, perubahan biokimiawi dan
fisik dan protein tersebut mengakibatkan jumlah protein dalam lens melebihi jumlah
protein dalam lensa melebihi jumlah protein dalam bagian ynag lain sehingga
membentuk suatu kapsul yang dikenal dengan nama katarak. Terjadinya penumpukan
cairan/degenerasi dan desintegrasi pada serabut tersebut menyebabkan jalannya
cahaya terhambat dan mengakibatkan gangguan penglihatan.
2.2.4
Macam – macam Katarak
1) katarak kongenital
Adalah
katarak sebagian pada lensa yang sdah idapatkan pada waktu lahir. Jenisnya
adalah:
a) Katarak lamelar atau zonular.
b) Katarak polaris posterior.
c) Katarak polaris anterior
d) Katarak inti (katarak nuklear)
e) Katarak sutural
2) Katarak juvenil
Adalah
katarak yang terjadi pada anak – anak sesudah lahir.
3) Katarak senil
Adalah
kekeruhan lensa ang terjadi karena bertambahnya usia. Ada beberapa macam yaitu:
a) katarak nuklear
Kekeruhan
yang terjadi pada inti lensa
b) Katarak kortikal
Kekeruhan
yang terjadi pada korteks lensa
c) Katarak kupliform
Terlihat
pada stadium dini katarak nuklear atau kortikal.
Katarak senil dapat
dibagi atas stadium:
a)
katarak
insipiens
Katarak
yang tidak teratur seperti bercak – bercak yang membentuk gerigi dengandasar di
perifer dan daerah jernih di antaranya.
b)
katarak
imatur
Terjadi
kekeruhan yang lebih tebal tetapi tidak atau belum mengenai seluruh lensa
sehingga masih terdapt bagian- bagian yang jernih pada lensa.
c)
katarak
matur
Bila
proses degenerasi berjala terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama –
sama hasil desintegritas melalui kapsul.
d)
katarak
hipermatur
Merupakan
proses degenerasi lanjut sehingga korteks lensa mencair dan dapat keluar
melalui kapsul lensa.
4) Katarak komplikasi
Terjadi
akibat penyakit lain. Penyakit tersebut dapat intra okular atau penyakit umum.
5) Katarak traumatik
Terjadi
akibat ruda paksa atau atarak traumatik.
2.3 Kosep
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Post Operasi Katarak
2.3.1 Pengkajian
1) Data Subyektif
a) Nyeri
b) Mual
c) Diaporesis
d) Riwayat jatuh sebelumnya
e) Pengetahuan tentang regimen terapeutik
f) Sistem pendukung, lingkungan rumah.
2) Data obyektif
a) Perubahan tanda – tanda vital
b) Respon yang azim terhadap nyeri
c) Tanda – tanda infeksi:
-
Kemerahan
-
Edema
-
Infeksi
konjungtiva (pembuluh darah konjungtiva menonjol)
-
Drainase
pada kelopak mata dan bulu mata
-
Zat
purulen
-
Peningaktan
suhu tubuh
-
Nilai
laboratorium: peningkatan SDP, perubahan SDP, hasil pemeriksaan kultur
sesitivitas abnormal.
d) Ketajaman penglihatan masing – masing
mata.
e) Cara berjalan, riwayat jatuh
sebelumnya.
f) Kemungkinan penghalang lingkungan
seperti;
-
kaki
kursi, perabot yang rendah
-
Tiang
infus
-
Tempat
sampah
-
Sandal
g) Kesiapan dan kemampuan untuk belajar
dan menyerap informasi.
2.3.2
Perumusan Diagnosa Keperawatan
2) Nyeri akut b/d interupsi pembedahan
jaringan tubuh
3) Resiko tinggi terhadap infeksi b/d
peningkatan perentanan sekunder terhadap interupsi permukaan tubuh.
4) Resiko tinggi terhadap cidera b/d
keterbatasan penglihatan, berada di lingkungan yang asing dan keterbatasan
mobilitas dan perubahan kedalaman persepsi karena pelindung mata.
5) Resiko tinggi terhadap infektif
penatalaksanaan regimen terapeutik b/d kurang aktivitas yang diijinkan, obat –
obatan, komplikasi dan perawatan lanjutan.
2.3.3 Perencanaan
1) Nyeri akut
a) Tujuan: nyeri teratasi
b) Kriteria hasil: klien melaporkan
penurunan nyeri progresif dan penghilangan nyeri setelah intervensi.
c) Intervensi:
·
Bantu
klien dalam mengidentifikasi tindakan penghilangan nyeri yang efektif.
Rasional:
Membantu dalam membuat diagnosa dan kebutuhan terapi.
·
Jelaskan
bahwa nyeri dapat akan terjadi sampai beberapa jam setelah pembedahan.
Rasional:
Nyeri post op dapat terjadi sampai 6 jam post op.
·
Lakukan
tindakan penghilanagn nyeri non invasif atau non farmakologik, seperti berikut;
-
Posisi:
tinggikan bagian kepala tempat tidur, berubah – ubah antara berbaring pada
punggung dan pada sisi yang tidak dioperasi.
-
Distraksi
-
Latihan
relaksasi
Rasional:
beberapa tindakan penghilang nyeri non invasif adalah tindakan mandiri yang dapat
dilaksanakan perawat dalam usaha meningkatkan kenyamanan pada klien.
·
Berikan
dukungan tindakan penghilangan nyeri dengan aalgesik yang diresepkan.
Rasional:
Analgesik mambantu dalam menekan respon nyeri dan menimbulkan kenyamanan pada
klien.
·
Beritahu
doker jika nyeri tidak hilang setelah ½ jam pemberian obat, jika nyeri disertai
mual atau jika anda memperhatikan drainase pada pelindung mata.
Rasional:
Tanda ini menunjukkan peningaktan tekanan intra okuli (TIO) atau komplikasi
lain.
2) Resiko tinggi terhadap infeksi
a)
Tujuan:
infeksi tidak terjadi.
b)
Kriteria
hasil: klien akan menunjukkan penyembuhan insisi tanpa gejala infeksi.
c)
Intervensi:
·
Tingkatkan
penyembuhan luka:
-
Berikan
dorongan untuk mengikuti diet yang seimbang dan asupancairan yang adekuat.
-
Instruksikan
klien untuk tetap menutup mata sampai hari pertama setelah operasi atau sampai
diberitahukan
Rasional: Nutrisi dan hidrasi yang
optimal meningkatkan kesehatan secara keseluruhan, yang meningkatkan
penyembuhan
·
Gunakan
teknik aseptik untuk meneteskan tetes mata:
-
Cuci
tangan sebelum memulai
-
Pegang
alat penetes agak jauh dari mata
-
Ketika
meneteskan, hindari kontak antara ata, tetesan dan alat penetes.
Ajarkan teknik ini kepada klien dan
anggota keluarganya.
Rasional: Teknik aseptik meminimialkan
masuknya mikroorganisme dan mengurangi resiko infeksi.
·
Kaji
tanda dan gejala infeksi:
-
Kemerahan,
edema pada kelopak mata
-
Infeksi
konjungtiva (pembuluh darah menonjol)
-
Drainase
pada kelopak mata dan bulu mata
-
Materi
purulen pada bilik anterior (antara korm\nea dan iris)
-
Peningkatan
suhu
-
Nilai
laboratorium abnormal (mis. Peningkatan SDP, hasil kultur dan sensitivitas
positif)
Rasional:
Deteksi dini infeksi memungkinkan penanganan yang cepat untuk meminimalkan
keseriusan infeksi.
·
Lakukan
tindakan untuk mencegah ketegangan pada jahtan (misal anjurkan klien
menggunakan kacamata protektif dan pelindung mata pada siang hari dan pelindung
mata pada malam hari).
Rasional: Ketegangan pada jahitan
dapat menimbulkan interupsi menciptakan jalan masuk untuk mikroorganisme.
·
Beritahu
dokter tentang semua drainase yang terlihat mencurigakan.
Rasional: Drainase abnormal memerlukan
evaluasi medis dan kemungkinan memulai penanganan farmakologi.
3) Resiko tinggi terhadap cidera
a)
Tujuan:
Cidera tidak terjadi.
b)
Kriteria
hasil: Klien tidak mengalami cidera atau trauma jaringan selama dirawat.
c)
Intervesi:
·
Orientasikan
klien pada lingkungan ketika tiba.
Rasional:
Pengenalan klien dengan lingkungan membantu mengurangi kecelakaan.
·
Modifikasi
lingkungan untuk menghilangkan kemungkinan bahaya.
-
Singkirkan
penghalang dari jalur berjalan.
-
Singkrkan
sedotan dari baki.
-
Pastikan
pintu dan laci tetap tertutup atau terbuka secara sempurna.
Rasonal:
Kehilangan atau gangguan penglihatan atau menggunakan pelindung mata juga apat
mempengaruhi resiko cidera yang berasal dari gangguan ketajaman dan kedalaman
persepsi.
·
Tinggikan
pengaman tempat tidur. Letakkan benda dimana klien dapat melihat dan meraihnya
tanpa klien menjangkau terlalu jauh.
Rasional:
Tinakan ini dapat membantu mengurangi resiko terjatuh.
·
Bantu
klien dan keluarga mengevaluasi lingkungan rumah untuk kemungkinan bahaya.
-
karpet
yang tersingkap.
-
Kabel
listrik yang terpapar.
-
Perabot
yang rendah
-
Binatang
peliharaan
-
Tangga
Rasional:
Perlunya untuk empertahankan lingkungan yang aman dilanjutkan setelah pulang.
4) Resiko tinggi terhadap inefektif
penatalaksanaan regimen terapeutik
a) Tujuan: Inefektif penatalaksanaan
regimen tidak terjadi.
b) Kriteria hasil: Berkaitan dengan
rencana pemulangan rujuk pada rencana pemulangan.
c) Intervensi:
·
Diskusikan
aktifitas yang diperbolehkan setelah pembedahan.
-
Membaca
-
Menonton
televisi
-
Memasak
-
Melakukan
pekerjaan rumah tangga yang ringan
-
Mandi
siram atau mandi di bak mandi.
Rasional:
Memulai diskusi dengan menguraikan aktifitas yang diperbolehkan daripada
pembatasan memfokuskan klien pada aspek positif penyembuhan daripada aspek
negatifnya.
·
Pertegas
pembatasan aktifitas yang disebutkan dokter yang mungkin termasuk menghindari
aktifitas berikut:
-
Berbaring
pada sisi yang dioperasi
-
Membungkuk
melewati pinggang
-
Mengangkat
benda yang beratnya melebihi 10 kg.
-
Mandi
-
Mengedan
selama defekasi.
Rasional:
Pembatasan diperlukan utnuk menguangi gerakan mata dan mencegah peningkatan
tekanan okuler. Pembatasan yang spesifik tergantung pada beberapa faktor,
termasuk sifat dan luasnya pembedahan, preferensi dokter, umur serta status
kesehatan klien secara keseluruhan. Pemahaman klein tentang alasan untuk
pembatasan ini dapat mendorong kepatuhan klien.
·
Tekankan
pentingnya tidak mengusap mata atau menggosok mata dan menjaga balutan serta
pelindung protektif tetap pada tempatnya sampai hari pertama setelah operasi.
Rasional:
Mengusap atau menggosok mata dapat merusak integritas jahitan dan memebrikan
jalan masuk untk mikroorganisme. Menjaga mata tertutup mengurangi resiko
kontaminasi oleh mikroorganisme di udara.
·
Jelaskan
informasi berikut untuk tetap setiap obat – obatan yang diresepkan.
-
Nama,
tujuan dan kerja obat.
-
Jadwal,
dosis (jumlah dan waktu)
-
Teknik
pemberian
-
Instruksi
atau kewaspadaan khusus
Rasional:
Memberikan informasi yang akurat sebelum pulang dapat meningkatkan kepatuhan
dengan regimen pengobatan dan membantu mencegah kesalahan dalam pemberian obat.
·
Instruksikan
klien dan keluarga untuk melaporkan
tanda dan gejala berikut:
-
Kehilangan
penglihatan
-
Nyeri
pada mata
-
Abnormalitas
penglihatan (misalnya, kilasan cahaya atau mengeras)
-
Emerahan,
drainase meningkat, suhu meningkat.
Rasional:
Melaporkan tanda dan gejala ini lebih awal memungkinkan intervensi yang cepat
untuk mencegah atau meminimalkan infeksi, peningkatan tekanan intra okular,
perdarahan, terlepasnya retina atau komplikasi lain.
·
Instruksikan
untuk menjaga hygiene mata (membuang drainase yang mengeras dengan menyeka
kelopak mata yang terpejam menggunakan bola kapas yang dielmbabakan dengan
larutan irigasi mata).
Rasional:
Sekresi dapat melekat pada kelopak mata dan blu mata. Pembuangan sekresi dapat
memberikan kenyamanan dan mengurangi resiko infeksi dengan mneghilangkan sumber
mikroorganisme.
·
Tekankan
pentingnya perawatan lanjutan yang adekuat, dengan adwal yang ditentukan oleh
ahli bedah. Klien harus mengetahui tanggal dan waktu jadwal perjanjian
pertamanya sebelum pulang.
Rasional:
Perawatan lanjutan memberikan kemungkinan penyembuhan dan memngkinkan deteksi
dini komplikasi.
·
Sediakan
instruksi tertulis pada waktu klien pulang.
Rasional:
Instruksi tertulis memberikan klien dan keluarga sumber informasi yang dapat
merekam rujuk jika diperlukan.
2.3.4
Pelaksanaan
Disesuaikan
dengan intervensi yang telah ditetapkan serta keadaan umum klien.
2.3.5
Evaluasi
Disesuaikan dengan tujuan yang telah
ditetapkan, menggunakan metode SOAP.
BAB 3
A S U H A N K E P E R A W A T A N
PADA KLIEN LANSIA IBU JAIKEM DENGAN
POST OPERASI KATARAK
DI WISMA PANDU, PSTW “BAHAGIA” MAGETAN
TANGGAL 03 – 07 DESEMBER 2001
3.1
Pengkajian
Pengkajian dilaksanakan pada tanggal
3 Desember 2001 pada pukul 11.30 WIB samapi dengan selesai pada pukul 12.30
WIB.
3.1.1
Pengumpulan data
1) Data biografi klien
a)
Nama : J A I K E M
b) Tempat dan tanggal lahir:
Bojonegoro, 1916
c) Pendidikan terakhir: tidak sekolah
d) Agama: Islam
e) Satus perkawinan: janda meninggal
tanpa anak
f) TB/BB: 140 cm / 33 kg
g) Penampilan umum: bersih dan rapi,
tubuh kurus, ramah.
h) Ciri – ciri tubuh: jalan masih tegak,
rambut sebagian memutih.
i) Alamat: Sepanjang, Surabaya
j) Orang yang dekat dihubungi: adik klien
k) Hubungan dengan klien: adik kandung.
2) Riwayat keluarga
Keterangan:
=
laki - laki =
klien Ibu Jaikem
= perempuan = Tinggal sendiri
di panti
=
meninggal
3) Riwayat pekerjaan
Pekerjaan
saat ini: -- Pekerjaan sebelumnya: tukang pijat keliling, sumber – sumber
pendapatan dan kecukupan terhadap kebutuhan: --
4) Riwayat lingkungan hidup
Klien
tinggal di Wisma Pandu, 1 kamar berdua dengan Ibu Darmiatun. Kondisi kamar
cukup bersih, peralatan makan tertata rapi di atas meja, tidak ada pakaian kotor
yang menumpuk atau tergantung, kondisi tempat tidur cukup bersih. Pertukaran
udara an cahaya matahari cukup bersih. Tingkat kenyamanan dan privacy cukup
terjamin. Klien juga punya tongkat 1 buah, tapi jarang digunakan.
5) Riwayat rekreasi
Klien
mengaku sering jalan – jalan kewisma – wisma yang lain untuk menengok teman –
temannya atau sekedar mengobrol. Klien juga mengatakan sangat senang dengan
adanya kegiatan senam lansia setiap hari Selasa dan Kamis serta kegiatan
rekreatif setiap hari Rabu, karena ada hiburan serta kesempatan bertemu dengan
teman – temannya yang lain.
6) Sistem pendukung
Di
panti ada seorang perawat lulusan SPK dan panti telah mengkibatkan kerjasama
sistem rujukan dengan puskesmas pembantu Candirejo serta RSUD Magetan. Serta
keberadaan teman sekamar klien yang sangat memperhatikan kondisi klien sangat
membantu pegawasan kesehatan klien.
7) Deskripsi kekhususan
Klien
semenjak bulan puasa, rajin puasa setiap hari dan sampai har ini belum pernah
gagal puasa. Sholat 5 waktu juga dilaksanakan oleh klien secara rutin, bahkan
shalat tarawih pun dilaksanakan setiap hari di musholla.
8) Status kesehatan
Klien
mengatakan penglihatannya mulai terasa kabur sejak lebih kurang 3 tahun yang
lalu. Klien juga mengatakan tidak menderita penyakit lain, klien merasa seat –
sehat saja. Semenjak operasi klien mengeluh nyeri pada mata kiri, mata kiri
terasa panas, berair, nyeri terasa sampai menyebar ke kepala.
Provokative : Nyeri dirasa setelah klien terpapar sinarmatahari
langsung atau baru bangun tidur.
Quality : Nyeri dirasakan menyebarsampai ke kepala disertai
mata kiri terasa panas dan berair.
Region :
Nyeri terasa pada mata kiri menyebar sampai kepala
Severity
scale : Bila nyeri kambuh, klien
mengatakan sulit tidur.
Timming : saat bangun tidur dan setelah terpapar sinar matahari
langsung.
Klien
post op 16 hari yang lalu dan telah banyak mendapatkan informasi dari perawat
panti serta pendamping wisma yang bertugas mengenai perawatan luka pada post
operasi serta pantangan – pantangan yang harus diperhatikan oleh klien. Tetapi
setelah dilaksanakan pengkajian , terlihat banyak sekret yang menumpuk pada
mata kiri dan ternyata klien belum memahami beberapa pantangan yang arus
dijalaninya.
Obat
– obatan: bila nyeri biasanya perawat memberikan Gentamycin Salp 3x1
Satus
imunisasi: --
Alergi
terhadap obat – obatan, makanan maupun zat paparan lain seperti debu, cuaca
tidak ada pada klien.
9) A D L (activity daily living)
Berdasarkan
indeks KATZS, pemenuhan kebutuhan ADL klien diskor dengan A karena berdasarkan
pengamatan mahasiswa, klien mampu memenuhi kebutuhan makan, kontinen,
berpindah, ke kamar kecil dan berpakaian secara mandiri.
Kebutuhan
istirahat tidur kadang – kadang terganggu bila nyeri pada luka post operasi
kambuh. Pada pengkajian personal hygiene tampak penumpukan sekret pada mata
kiri klien.
Psikologis
kien meliputi:
·
Persepsi
klien terhadap penyakit: klien merasa wajar karena umurnya sudah tua.
·
Konsep
diri baik karena klien mampu memandang dirinya secara positif dan mau menerima
kehadiran orang lain.
·
Emosi
klien stabil
·
Kemampuan
adaptasi klien baik, terlihat daris eringnya klien mengunjungi teman – temannya
di wisma yang lain.
·
Mekanisme
pertahanan diri: klien mengnaggap kehidupan di luar panti sudah tidak menarik
lagi baginya, klien ingin menghabiskan hari tuanya di panti. Klien mengatakan
senang tinggal di panti karena mendapatkan keteraturan dalam hal makan,
istirahat dan kebutuhan lain terpenuhi.
10) Tinjauan sistem
a) Keadaan umum: baik, klien tampak
bersih.
b) Tingkat kesadraan : CM (compos mentis)
c) Skala koma glasgow: 15
d) Tanda – tanda vital: N: 76 x/mnt; S:
36,80C, RR: 18 x/mnt; TD: 130/80 mmHg.
e) Sistem kardiovaskuler:
-
Inspeksi:
keadaan umum terlihat baik
-
Palpasi:
Tidak ada pelebaran pembuluh darah dan pembesaran jantung.
-
Perkusi:
Tidak ada suara redup, pekak atau suara abnoral lain.
-
Auskultasi:
Irama jantung teratur, tidak ada suara lain menyertai.
f) Sistem pernafasan:
-
Inspeksi:
dada ka/ki terlihat simetris, pergerakan otot dada (-)
-
Palpasi:
Tidak ada pembesaran abnormal, iktus kordis teraba.
-
Perkusi:
Suara paru ka/ki sama dan seimbang
-
Auskultasi:
Suara pekak, redup, wheezing (-)
g) Sistem integumen
Inspeksi:
tekstur kulit terlihat kendur, keriput(+), peningkatan pigmen (+), dekubitus
(-), bekas luka (-). Palpasi: turgor kulit baik.
h) Sistem perkemihan
Klien
mengatakan biasa buang air kecil di kamar mandi, frekuensi 3-4 x/hari, jumlah
baias (K100 cc). Ngompol (-)
i) Sistem muskuloskletal
ROM
klien baik/penuh, klien seimbang dalam berjalan, osteoporosis (-), kemampuan
menggenggam kuat, otot ekstremitas ka/ki sama kuat, tidak ada kelainan tulang,
atrofi dll.
j) Sistem endokrin
Klien
mengatakan tidak menderita kencing manis. Palpasi: tidak ada pembesaran
kelenjar.
k) Sistem immune
Klien
mengatkan belum pernah disuntik imunisasi, sensitivitas terhadap zat alergen
(-), riwayat penyakit berkaitan dengan imunisasi, klien mengatakan tidak tahu.
l) Sistem gastrointestinal
Klien
hanya mengkonsumsi makanan yang disediakan dari dapur umum panti ditambah
dengan kadang – kadang minum kopi. Klien mampu menghabiskan 1 porsi makanan
yang disediakan pendamping wisma tanpa keluhan mual. Klien mengatakan tinggal
di panti membuatnya makan teratur 3x/hari dengan snack 2x/hari dan tambahan
susu, teh atau kopi sehingga klien merasakan badannya lebih gemuk semenjak
tinggal di panti. BB sekarang: 33 kg, keadaan gigi klien: sudah ompong
semuanya, klien mengatakan tidak ada kesulitan menelan an mengunyah makanan.
m) Sistem reproduksi
Klien
mengatakan tidak punya anak dari hasil pernikahannya, riwayat berhenti
menstruasi lebih kurang 30 tahun yll.
n) Sistem persyarafan
Keadaan
status mental klien baik dengan emosi stabil. Respon klien terhadap pembicaraan
(+) dengan bicara yang normal dan jelas, suara pelo (-), bahasa yang digunakan
adalah bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Interpretasi klien terhadap lawan
bicara cukup aik.
Keadaan
mata kiri tampak penumpukan sekret, penglihatan agak kabur tetapi klien mampu
pergi ke wisma lain tanpa bimbingan orang lain atau menggunakan tongkat dan
klien juga mampu mengikuti kegiatan senam dengan baik. IOL (+), hiperemis (+).
Klien mampu melihat dalam jarak pandang K50 mtr. Kemampuan pendengaran agak
menurun sehingga lawan bicara harus berbicara agak keras supaya klien
mendengar.
11) Status kognitif/afektif/sosial
a) Short potable mental status
questionaire (SPMSQ) dengan skor: 10, fungsi intelektual utuh.
b) Mini mental state exam (MMSE) dengan
skor: 25, aspek kognitif dari fungsi mental dalam keadaan baik.
c) Inventaris depresi beck, dengan skor:
3 pada keraguan – raguan, kesulitan kerja dan keletihan. Jadi tidak ada tanda –
tanda depresi pada klien.
d) Apgar keluarga denagn lansia, skor: 8
dimana fungsi sosial klien dalam kedaan normal.
12) Data penunjang
Hasil
pemeriksaan gluko test (-)
3.1.2
Analisa Data
No
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
1.
2.
3.
|
DS:
-
Klien mengeluh
nyeri pada mata kiri pot op menyebar ke kepala saat terpapar sinar matahari
atau baru bangun tidur.
-
Klien mengatakan
bila nyeri kambuh, mengalami kesulitan tidur.
-
Klien mengatakan
riwayat operasi katarak mata kiri 16 hari yll.
DO:
-
Mata kiri berair,
hiperemis(+)
-
IOL (+)
DS:
-
Klien mengatakan
mata kiri terasa nyeri, panas dan nyeri menyebar sampai ke kepala.
-
Klien mengatakan
mata kirinya terus berair dan mengeluarkan kotoran.
DO:
-
Sekret pada mata
kiri (+).
-
Mata kiri berair(+)
-
Riwayat post op
katarak 16 hari yll.
DS:
-
Klien mengatakan
matanya terasa kabur sejak K3 tahun yang lalu.
-
Klien
mengatakan usianya sudah 85 tahun.
DO:
-
Klien
berjalan tegap, cara berjalan seimbang tapi ragu – ragu.
-
Klien
mampu melihat dalam jarak pandang K50 mtr.
|
Interupsi pembedahan
katarak pada mata kiri.
Peningkatan kerentanan
skunder terhadap interupsi pembedahan katarak.
Keterbatasan penglihatan.
|
Nyeri
Resiko infeksi
Resiko cidera
|
3.1.3
Perumusan Masalah
1) Nyeri
2) Resiko infeksi
3) Resiko cidera
3.2
Diagnosa Keperawatan dan Perumusan Prioritas keperawatan
3.2.1
Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri
b/d interupsi pembedahan katarak pada mata kiri ditandai dengan:
DS:
-
Klien mengeluh nyeri
pada mata kiri pot op menyebar ke kepala saat terpapar sinar matahari atau baru
bangun tidur.
-
Klien mengatakan bila
nyeri kambuh, mengalami kesulitan tidur.
-
Klien mengatakan
riwayat operasi katarak mata kiri 16 hari yll.
DO:
-
Mata kiri berair,
hiperemis(+)
-
IOL (+)
2) Resiko infeksi b/d peningkatan
kerentanan skunder terhadap interupsi pembedahan katarak ditandai dengan:
DS:
-
Klien mengatakan mata
kiri terasa nyeri, panas dan nyeri menyebar sampai ke kepala.
-
Klien mengatakan mata
kirinya terus berair dan mengeluarkan kotoran.
DO:
-
Sekret pada mata kiri
(+).
-
Mata kiri berair(+)
-
Riwayat post op
katarak 16 hari yll.
3) Resiko cidera b/d keterbatasan
penglihatan ditandai dengan:
DS:
-
Klien mengatakan
matanya terasa kabur sejak K3 tahun yang lalu.
-
Klien
mengatakan usianya sudah 85 tahun.
DO:
-
Klien
berjalan tegap, cara berjalan seimbang tapi ragu – ragu.
-
Klien
mampu melihat dalam jarak pandang K50 mtr.
3.2.2
Proritas Keperawatan
1) Nyeri b/d interupsi pembedahan katarak
pada mata kiri ditandai dengan:
DS:
-
Klien mengeluh nyeri
pada mata kiri pot op menyebar ke kepala saat terpapar sinar matahari atau baru
bangun tidur.
-
Klien mengatakan bila
nyeri kambuh, mengalami kesulitan tidur.
-
Klien mengatakan
riwayat operasi katarak mata kiri 16 hari yll.
DO:
-
Mata kiri berair,
hiperemis(+)
-
IOL (+)
2) Resiko infeksi b/d peningkatan
kerentanan skunder terhadap interupsi pembedahan katarak ditandai dengan:
DS:
-
Klien mengatakan mata
kiri terasa nyeri, panas dan nyeri menyebar sampai ke kepala.
-
Klien mengatakan mata
kirinya terus berair dan mengeluarkan kotoran.
DO:
-
Sekret pada mata kiri
(+).
-
Mata kiri berair(+)
-
Riwayat post op katarak
16 hari yll.
3) Resiko cidera b/d keterbatasan
penglihatan ditandai dengan:
DS:
-
Klien mengatakan
matanya terasa kabur sejak K3 tahun yang lalu.
-
Klien
mengatakan usianya sudah 85 tahun.
DO:
-
Klien
berjalan tegap, cara berjalan seimbang tapi ragu – ragu.
-
Klien
mampu melihat dalam jarak pandang K50 mtr.
3.3
Perencanaan
No
|
Diagnosa
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
Evaluasi
|
1.
2.
3.
|
Nyeri b/d
interupsi pembedahan katarak pada mata kiri.
Resiko infeksi
b/d peningkatan kerentanan skunder terhadap interupsi pembedahan katarak.
Resiko
cidera b/d keterbatasan penglihatan.
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari, nyeri berkurang ditandai dengan:
- Nyeri berkurang.
- Istirahat tidur tercukupi K8
jam.
- Mata tidak berair dan tidak merah.
Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari, infeksi tidak terjadi ditandai
dengan:
- Penyembuhan luka insisi tanpa
infeksi.
- Kemerahan (-)
- Edema kelopak mata (-)
- Drainase pada kelopak mata (-)
- Materi purulen (-)
- Peningkatan suhu tubuh (-)
Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari, cidera tidak terjadi ditandai
dengan:
- Klien tidak mengalami cidera atau
trauma jaringan selama dirawat.
|
·
Bantu
klien dalam mengidentifikasi tindakan penghilangan nyeri yang efektif dengan
tidur dalam posisi ½ duduk.
·
Lakukan
tindakan penghilanagn nyeri non invasif atau non farmakologik, seperti
berikut;
-
Posisi:
tinggikan bagian kepala tempat tidur, berubah – ubah antara berbaring pada
punggung dan pada sisi yang tidak dioperasi.
-
Distraksi
-
Latihan
relaksasi
·
Berikan
dukungan tindakan penghilangan nyeri dengan aalgesik yang diresepkan.
·
Observasi
nyeri terutama bila disertai mual.
·
Pertegas
pembatasan aktifitas yang disebutkan dokter yang mungkin termasuk menghindari
aktifitas berikut:
-
Berbaring
pada sisi yang dioperasi
-
Membungkuk
melewati pinggang
-
Mengangkat
benda yang beratnya melebihi 10 kg.
-
Mandi
-
Mengedan
selama defekasi.
·
Tingkatkan
penyembuhan luka:
-
Berikan
dorongan untuk mengikuti diet yang seimbang dan asupancairan yang adekuat.
·
Gunakan
teknik aseptik untuk meneteskan tetes mata:
-
Cuci
tangan sebelum memulai
-
Pegang
alat penetes agak jauh dari mata
-
Ketika
meneteskan, hindari kontak antara ata, tetesan dan alat penetes.
Ajarkan teknik ini kepada klien dan
anggota keluarganya.
·
Kaji
tanda dan gejala infeksi:
-
Kemerahan,
edema pada kelopak mata
-
Infeksi
konjungtiva (pembuluh darah menonjol)
-
Drainase
pada kelopak mata dan bulu mata
-
Materi
purulen pada bilik anterior (antara korm\nea dan iris)
-
Peningkatan
suhu
-
Nilai
laboratorium abnormal (mis. Peningkatan SDP, hasil kultur dan sensitivitas
positif)
·
Lakukan
tindakan untuk mencegah ketegangan pada jahtan (misal anjurkan klien
menggunakan kacamata protektif dan pelindung mata pada siang hari dan
pelindung mata pada malam hari).
·
Modifikasi
lingkungan untuk menghilangkan kemungkinan bahaya:
-
Singkirkan
penghalang dari jalur berjalan.
-
Pastikan
pintu dan laci tertutup atau terbuka dengan sempurna.
·
Tinggikan
tempat tidur. Letakkan benda dimana klien dapat melihat dan meraihnya tanpa
klien menjangkau terlalu jauh.
|
·
Membantu
memberikan kenyamanan dan mengurangi tekanan pada bola mata.
·
Beberapa
tindakan penghilang nyeri non invasif adalah tindakan mandiri yang dapat
dilaksanakan perawat dalam usaha meningkatkan kenyamanan pada klien.
·
Analgesik
mambantu dalam menekan respon nyeri dan menimbulkan kenyamanan pada klien.
·
Tanda
ini menunjukkan peningaktan tekanan intra okuli (TIO) atau komplikasi lain.
·
Pembatasan
diperlukan utnuk menguangi gerakan mata dan mencegah peningkatan tekanan
okuler. Pembatasan yang spesifik tergantung pada beberapa faktor, termasuk
sifat dan luasnya pembedahan, preferensi dokter, umur serta status kesehatan
klien secara keseluruhan. Pemahaman klein tentang alasan untuk pembatasan ini
dapat mendorong kepatuhan klien.
·
Nutrisi
dan hidrasi yang optimal meningkatkan kesehatan secara keseluruhan, yang
meningkatkan penyembuhan
·
Teknik
aseptik meminimialkan masuknya mikroorganisme dan mengurangi resiko infeksi.
·
Deteksi
dini infeksi memungkinkan penanganan yang cepat untuk meminimalkan keseriusan
infeksi.
·
Ketegangan
pada jahitan dapat menimbulkan interupsi menciptakan jalan masuk untuk
mikroorganisme.
·
Gangguan
penglihatan atau menggunakan pelindung mata dapat mempengaruhi resiko cidera
yang berasal dari gangguan ketajaman dan edalaman persepsi.
·
Tindakan
ini dapat mengurangi resiko terjatuh.
|
Klien
melaporan adanya pengurangan nyeri yang progresif ditandai dengan:
- Nyeri berkurang.
- Istirahat tidur tercukupi K8
jam.
- Mata tidak berair dan tidak merah.
Infeksi tidak
terjadi ditandai dengan:
- Kemerahan (-)
- Edema kelopak mata (-)
- Drainase pada kelopak mata (-)
- Materi purulen (-)
- Peningkatan suhu tubuh (-)
Cidera
tidak terjadi. Klien tidak mengalami cidera atau trauma jarigan selama
dirawat.
|
3.4
Implementasi
Waktu/tgl
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
4 – 12 – 2001
09.00
5 – 12 – 2001
09.30
5 – 12 – 2001
11.00
5 – 12 – 2001
12.30
6 – 12 – 2001
09.00
|
·
Memberikan
HE pentingnya:
-
Pembatasan
aktifitas.
-
Asupan
gizi dan minum yang memadai (makan 1 porsi habis).
-
Mengurangi
paparan terhadap sinar matahai atau kontak langsung dengan benda alergen.
·
Mengevaluasi
lingkungan kamar tidur klien:
-
Penempatan
benda – benda di meja.
-
Kebersihan
lantai kamar.
-
Memasang
gorden untuk mengurangi paparan terhadap snar matahari.
·
Mengajarkan
teknik perawatan kebersihan mata:
-
Cara
membersihkan sekret.
-
Cara
meneteskan obat tetes mata.
-
Menggunakan
pelindung mata bila keluar wisma di siang hari.
·
Mengatur
posisi tidur klien berbaring ke sisi mata yang tidak dioperasi.
·
Melatih
relaksasi untuk mengurangi rasa sakit pada mata kiri.
|
·
Klien
kooperatif.
·
Klien
berjanji akan selalu mengahbiskan porsi makanannya.Klien banyak bertanya
tentang nyeri yang dirasakannya.
·
Klien
marapikan meja kecil di samping tempat tidur.
·
Klien
menata barang – barang (gelas, piring, sendok) di atas tempat tidur.
·
Gorden
telah terpasang.
·
Lantai
kamar disapu dan dipel oleh petugas.
·
Klien
bersemangat belajar memebrsihkan sekret mata.Klien dapat meneteskan obat
tetes mata sendiri dibantu oleh teman sekamarnya.
·
Klien
sudah punya kacamata pelindung sinar matahari.
·
Klien
berbaring ke posisi sebelah kanan, kadang berganti posisi dengan semi fowler.
·
Klien
tampak kesulitan mengikuti instruksi, tetapi mau mencoba unutk berlatih.
|
3.5
Evaluasi
No
|
Diagnosa Keperawatan
|
Evaluasi
|
1.
2.
3.
|
Nyeri b/d
interupsi pembedahan katarak pada mata kiri.
Resiko infeksi
b/d peningkatan kerentanan skunder terhadap interupsi pembedahan katarak.
Resiko
cidera b/d keterbatasan penglihatan.
|
S: Klien mengatakan nyeri pada mata
kiri sudah agak berkurang, klien sudah dapat istirahat dengan baik.
O: Mata
berair (-), kemerahan (-)
A: Masalah
teratasi sebagian.
P: Lanjutkan perencanaan dengan
mengadakan koordinasi dengan pendamping wisma.
S: Klien mengatakan matanya sudah
tidak panas lagi,berair (-)
O: mata berair (-), kemerahan (-),
sekret (-)
A: Masalah teratasi sebagian.
P: Lanjutkan perencanaan dengan
mengadakan koordinasi dengan pendamping wisma.
S: Klien mengatakan penglihatannya
sudah lebih terang.
O: Klien berjalan ke luar wisma
tanpa dibimbing dan tanpa memakai tongkat.
A: Masalah teratasi sebagian.
P: Lanjutkan perencanaan dengan mengadakan
koordinasi dengan pendamping wisma.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar