Minggu, 25 September 2011

Kumpulan Leaflet kesehatan

Kumpulan Leaflet

by:januard

Untuk mendownload leaflet klik linknya…..
Leaflet Toxoplasmosis
http://www.ziddu.com/download/12655608/LeafletToxoplasmosis.doc.html
Leaflet DHF
http://www.ziddu.com/download/12655642/LeafletDHF.doc.html
Leaflet Diet Asam Urat
http://www.ziddu.com/download/12655672/LeafletDietAsamUrat.doc.html
Leaflet Gizi Lansia
http://www.ziddu.com/download/12655682/LeafletGiziLansia.doc.html
Leaflet KB
http://www.ziddu.com/download/12655711/LeafletKB.doc.html
Leaflet Sex Pranikah
http://www.ziddu.com/download/12655730/LeafletSexPranikah.doc.html
Leaflet PHBS (Merokok)
http://www.ziddu.com/download/12655772/LeafletPHBS_Merokok.doc.html
Leaflet Gondok
http://www.ziddu.com/download/12703695/LeafletGondok.doc.html
Leaflet Halusinasi
http://www.ziddu.com/download/12703763/LeafletHalusinasi.doc.html
Leaflet Menuju Hari Tua Sehat
http://www.ziddu.com/download/12703844/LeafletMenujuHariTuaSehat.doc.html
Leaflet Kaki Diabetik
http://www.ziddu.com/download/12703866/LeafletKakiDiabetik.doc.html
Leaflet Epilepsi
http://www.ziddu.com/download/12703978/LeafletEpilepsi.doc.html
Leaflet Asam urat Q
http://www.ziddu.com/download/14109794/leafletdiitasamurat.doc.html

ASKEP STRIKTUR URETRA

ASKEP STRIKTUR URETRA
Defenisi
Striktur uretra adalah berkurangnya diameter atau elastisitas uretra yang disebabkan oleh jaringan uretra diganti jaringan ikat yang kemudian mengerut menyebabkan jaringan lumen uretra mengecil.
Anatomi fisiologi uretra
Uretra dibagi menjadi 2 bagian yaitu anterior dan posterior. Uretra anterior dibagi menjadi meatus uretra, pendulan uretra dan bulbulus uretra. Uretra anterior ini berupa tabung yang lurus, letak bebas di luar tubuh sehingga kalau memerlukan operasi atau reparasi relatif mudah. Uretra posterior terletak di posterior tulang pubis dianterior rectum, terdapat spinker internus dan eksternus sehingga kalau memerlukan operasi atau reparasi sulit. Dalam keadaan normal lumen uretra laki-laki 24 cih dan wanita 30 cih, sedangkan anak-anak 1 cih. Apabila 1 cih 0,3 mm sehingga lumen uretra laki-laki sama dengan 7,1 mm dan wanita 9 mm. Biomekanik striktur uretra. Dalam ilmu fisika dikenal hukum Borke – Bar – Lussae : P x V : C.R
Keterangan rumus : P : Tekanan V : Volume R : Tahanan C : Konstanta Juga dikenal tahanan berbanding terbalik dengan diameter, pada striktur uretra lumen uretra mengecil sehingga tekanan naik. Apabila tahanan naik, maka untuk mempertahankan volume sesuai dengan hukum Borle – Bar – Lussae tekanan harus naik. Jadi pada striktur uretra pada waktu kencing, kencing harus menaikkan tekanan. Dalam ilmu fisika dikenal 2 macam aliran cair yaitu aliran streamline dan aliran turbulent. Aliran streamline dengan kecepatan yang sama dan aliran turbulent dengan kecepatan berbeda-beda. Hal ini menyebabkan urine di samping kecil karena lumen mengecil juga bercabang. Urine yang kecepatannya rendah. Uretra berfungsi mengalirkan urine dari kandung kemih keluar tubuh.
Etiologi
Striktur uretra bisa terjadi secara kongenital misalnya congenital meatus stenosis, klep uretra posterior. Striktur uretra yang dapat terjadi akibat uretritis gonarhoika atau nogonarhoika, akibat ruptura uretra anterior maupun posterior ratrogenik seperti uretra akibat instrumentasi, pasangan kateter lama sehingga menyebabkan nekrosis tekanan di daerah penoskrotal. Di RS DR Cipto Mangkusumo penyebab terbanyak adalah karena ruptura uretra anterior maupun posterior.
Patologi
Striktur Uretra Trabekulasi, sarkulasi dan vertikal : Pada striktur uretra kandung kencing harus berkontraksi lebih kuat, sesuai dengan hukum starling, dan apabila otot diberi beban akan berkontraksi lebih kuat sampai pada suatu saat kemudian akan melemah. Jadi pada striktur uretra otot buli-buli mula-mula akan menebal dan akan terjadi trabekulasi pada fase compensasi, setelah itu pada fase decompensasi timbul sirkulasi dan vertikel menonjol di luar buli-buli. Dengan demikian divertikel buli-buli adalah tonjolan mukosa keluar buli-buli tanpa dinding otot. Residu urine Pada fase compensasi dimana otot buli-buli berkontraksi makin kuat timbul residu. Pada fase dekompensasi akan timbul residu, residu adalah keadaan dimana setelah kencing masih ada urine dalam kandung kencing dalam keadaan normal residu ini tidak ada. Refluks vesiku uretra Dalam keadaan normal pada saat b.a.k urine dikeluarkan buli-buli melalui uretra. Pada striktur uretra dimana terdapat tekanan intravesikel yang meninggi maka akan terjadi refluks yaitu urine dari buli-buli akan masuk kembali ke ureter bahkan sampai ke ginjal. Infeksi saluran kemih dan gagal ginjal Dalam keadaan normal buli-buli dalam keadaan stent. Salah satu cor tubuh mempertahankan buli-buli dengan perlu setiap saat mengosongkan buli-buli waktu buang air kecil. Dalam keadaan dekompensasi maka akan timbul residu, akibatnya maka buli-buli gampang terkena infeksi. Adanya kuman yang berkembang biak di buli-buli akan timbul refluks, maka timbul pyelonefritis akut maupun kronik yang akhirnya timbul gagal ginjal dengan segala akibatnya. Inflitrat urine, abces dan fistulla Adanya sumbatan pada uretra, tekanan intravesika yang maka timbul inhibisi urine keluar buli-buli atau uretra proximal dari striktur urine yang terinfeksi keluar dari buli-buli atau uretra menyebabkan timbulnya infiltrat urine, kalau tidak diobati infiltrat urine akan timbul meninggi abces, abces pecah pistel disuprapubis atau uretra proximal dari striktur.
Gejala dan tanda
Gejala dari striktur uretra yang khas adalah pancaran air seni kecil dan bercabang gejala yang lain iritasi dan infeksi seperti frekuensi, urgensi, disuria, kadang-kadang dengan infiltrat, abces dan fistel. Gejala lanjut adalah retensio urine.
Pemeriksaan fisik
Anamnese
Untuk mencari gejala dan tanda tiadanya striktur uretra juga untuk mencari penyebab striktur uretra.
Pemeriksaan umum dan lokal
Untuk mengecek keadaan penderita juga untuk merubah fibrosis di uretra, infiltrat, abses atau fistula.
Pemeriksaan pembantu
Laboratorium Ureum, kreatinin, untuk melihat faal ginjal. Radiologi Diagnosa pasti dapat dibuat dengan uretrografi. Retrograde uretrografi untuk melihat uretra anterior. Antegrade uretrografi untuk melihat uretra posterior. Bipoler uretrografi adalah kombinasi dari pemeriksaan antegrade dan retrograde uretrografi. Dengan pemeriksaan ini diharapkan di samping dapat dibuat diagnosis striktur uretra dapat juga ditentukan panjang striktur uretra yang penting untuk perencanaan terapi/operasi.
Uretroskopi
Pemeriksaan dengan endoskopi untuk melihat secara adanya striktura. Uroflometri adalah pemeriksaan untuk menentukan jumlah yang dipancarkan perdetik normal flow maksimum laki-laki 15 ml/detik dan wanita 25 ml/detik. Terapi Kalau penderita datang dengan retensio urine atau inflitrat urine maka pertolongan pertama dengan cystostomi kemudian baru dibuat pemeriksaan uretrografi untuk memastikan adanya striktur uretra. Kalau penderita datang dengan infiltrat urine atau abses dilakukan insisi infiltrat pada abses dilakukan cystostomi baru kemudian dibuat uretrografi. Trukar cystostomie Kalau penderita datang dengan retensio urine atau infiltrat urine dilakukan cystostomi. Tindakan cystostomi dilakukan dengan trukar, dilakukan dengan anastesi, 1 jari di atas pubis dan di atas garis tengah tusukan membuat sudut setelah triktur masuk, dimasukkan kateter dan triktur dilepas, kateter difiksasi dengan benang sutera ke kulit. Uretroplasty Indikasi untuk uretroplasty adalah penderita dengan striktur uretra dengan panjang lebih 2 cm atau dengan fistel uretro-kutan atau penderita striktur uretra pasca uretromi sachse. Bedah endoskopi Setelah dibuat diagnosis striktur uretra ditentukan lokasi dan panjang striktura. Indikasi untuk melakukan bedah endoskopi dengan alat sachse adalah striktura uretra anterior atau posterior masih ada lumen walaupun kecil dan panjang tidak lebih 2 cm serta tidak ada fistel, kateter dipasang selama 2 – 3 hari pasca tindakan Setelah penderita dipulangkan penderita masih harus kontrol tiap minggu sampai satu bulan kemudian tiap bulan sampai 6 bulan dan tiap 6 bulan seumur hidup. Pada waktu kontrol dilakukan pemeriksaan uroflowmetri kalau Q maksimal 10 dilakukan bouginasi. Otis uretrotomie Tindakan otis uretrotomie dikerjakan pada striktur uretra anterior terutama bagian distal dari pendulans uretra dan fossa manikularis. Striktur uretra bisa juga diperbaiki dengan uretromie visual trans uretra atau dengan uretroplastik dengan anastomosis dari ujung ke ujung atau dengan grap ke dalam perawatan orang pasca oretrotomie visual trans uretral serupa dengan perawatan reseksi trans uretral prostatektomi (TURP). Uretroplastik adalah perbaikan cara bedah terbuka dengan cara pendekatan melalui bawah abdominal, perawatan pasien serupa dengan pasien setelah menjalani bedah urology. Striktura uretra pada wanita Etiologi striktur pada wanita berbeda dengan laki-laki, etiologi striktur uretra pada wanita kadang-kadang kronis biasanya diderita oleh wanita di atas 40 tahun dengan syndroma cystitis berulang yaitu dysuria, frequency dan urgency. Diagnosa striktur uretra dibuat dengan bougie aboule, tanda khas dari pemeriksaan bougie aboule adalah pada waktu dilatasi terdapat flik/hambatan. Pengobatan dari striktur uretra pada wanita dapat dilatasi kalau gagal dengan otisurethrotomie
Komplikasi
a.Infeksi saluran kemih.
b.Gagal ginjal.
c.Refluks vesio uretra.
d.Retensi urine.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Pada asuhan keperawatan ini dilaksanakan dengan menggunakan proses keperawatan. Proses keperawatan adalah suatu bentuk proses penyelesaian masalah yang dinamis dalam usaha memperbaiki dan memelihara pasien sampai optimal melalui suatu pendekatan yang sistematis untuk membantu pasien. Teori dan konsep keperawatan diimplementasikan secara terpadu dalam tahapan yang terorganisir yang meliputi :
Pengkajian Diagnosa keperawatan Perencanaan Tindakan Evaluasi.
Pengkajian
Pengkajian terhadap klien dengan gangguan urologi meliputi pengumpulan data dan analisa data. Dalam pengumpulan data, sumber data klien diperoleh dari diri klien sendiri, keluarga, perawat, dokter ataupun dari catatan medis.
Pengumpulan data meliputi :
Biodata klien dan penanggung jawab klien. Biodata klien terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status, agama, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, dan diagnosa medik.
Biodata penanggung jawab meliputi :
umur, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan keluarga.
Keluhan utama Merupakan keluhan klien pada saat dikaji, klien yang mengatakan tidak dapat BAK seperti biasa dan merasakan nyeri pada daerah post op striktur uretra (cystostomi). Riwayat kesehatan masa lalu/lampau akan memberikan informasi-informasi tentang kesehatan atau penyakit masa lalu yang pernah diderita pada masa lalu.
Pemeriksaan fisik
Dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi terhadap bagian sistem tubuh, makan akan ditemukan hal-hal sebagai berikut : Keadaan umum Pada klien post op striktur uretra perlu dilihat dalam hal : keadaan umumnya meliputi penampilan, kesadaran, gaya bicara. Pada post op striktur uretra mengalami gangguan pola eliminasi BAK sehingga dilakukan pemasangan kateter tetap.
Sistem pernafasan
Perlu dikaji mulai dari bentuk hidung, ada tidaknya sakit pada lubang hidung, pergerakan cuping hidung pada waktu bernafas, kesimetrisan gerakan dada pada saat bernafas, auskultasi bunyi nafas dan gangguan pernafasan yang timbul. Apakah bersih atau ada ronchi, serta frekuensi nafas. hal ini penting karena imobilisasi berpengaruh pada pengembangan paru dan mobilisasi secret pada jalan nafas.
Sistem kardiovaskuler
Mulai dikaji warna konjungtiva, warna bibir, ada tidaknya peninggian vena jugularis dengan auskultasi dapat dikaji bunyi jantung pada dada dan pengukuran tekanan darah dengan palpasi dapat dihitung frekuensi denyut nadi.
Sistem pencernaan
Yang dikaji meliputi keadaan gigi, bibir, lidah, nafsu makan, peristaltik usus, dan BAB. Tujuan pengkajian ini untuk mengetahui secara dini penyimpangan pada sistem ini. Sistem genitourinaria Dapat dikaji dari ada tidaknya pembengkakan dan nyeri pada daerah pinggang, observasi dan palpasi pada daerah abdomen bawah untuk mengetahui adanya retensi urine dan kaji tentang keadaan alat-alat genitourinaria bagian luar mengenai bentuknya ada tidaknya nyeri tekan dan benjolan serta bagaimana pengeluaran urinenya, lancar atau ada nyeri waktu miksi, serta bagaimana warna urine.
Sistem muskuloskeletal
Yang perlu dikaji pada sistem ini adalah derajat Range of Motion dari pergerakan sendi mulai dari kepala sampai anggota gerak bawah, ketidaknyamanan atau nyeri yang dilaporkan klien waktu bergerak, toleransi klien waktu bergerak dan observasi adanya luka pada otot harus dikaji juga, karena klien imobilitas biasanya tonus dan kekuatan ototnya menurun.
Sistem integumen
Yang perlu dikaji adalah keadaan kulitnya, rambut dan kuku, pemeriksaan kulit meliputi : tekstur, kelembaban, turgor, warna dan fungsi perabaan.
Sistem neurosensori
Sisten neurosensori yang dikaji adalah fungsi serebral, fungsi saraf cranial, fungsi sensori serta fungsi refleks.
Pola aktivitas sehari-hari
Pola aktivitas sehari-hari pada klien yang mengalami post op striktur uretra meliputi frekuensi makan, jenis makanan, porsi makan, jenis dan kuantitas minum dan eliminasi yang meliputi BAB (Frekuensi, warna, konsistensi) serta BAK (frekuensi, banyaknya urine yang keluar setiap hari dan warna urine). Personal hygiene (frekuensi mandi, mencuci rambut, gosok gigi, ganti pakaian, menyisir rambut dan menggunting kuku). Olahraga (frekuensi dan jenis) serta rekreasi (frekuensi dan tempat rekreasi).
Data psikososial
Pengkajian yang dilakukan pada klien imobilisasi pada dasarnya sama dengan pengkajian psikososial pada gangguan sistem lain yaitu mengenai konsep diri (gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri, dan identitas diri) dan hubungan interaksi klien baik dengan anggota keluarganya maupun dengan lingkungan dimana ia berada. Pada klien dengan post op striktur uretra dan imobilisasi adanya perubahan pada konsep diri secara perlahan-lahan yang mana dapat dikenali melalui observasi terhadap adanya perubahan yang kurang wajar dan status emosional perubahan tingkah laku, menurunnya kemampuan dalam pemecahan masalah dan perubahan status tidur. Data spiritual Klien dengan post op striktur uretra perlu dikaji tentang agama dan kepribadiannya, keyakinan : harapan serta semangat yang terkandung dalam diri klien yang merupakan aspek penting untuk kesembuhan penyakitnya.
Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien striktur uretra post op adalah sebagai berikut :
1. Gangguan pola eliminasi BAK berhubungan dengan post op cystostomi.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan post op cystostomi.
3. Resiko volume cairan berlebih berhubungan dengan larutan irigasi kandung kemih diabsorbsi.
4. Resiko infeksi, hemoragi berhubungan dengan pembedahan.
5. Inkontinen, stress atau mendesak berhubungan dengan pengangkatan kateter setelah bedah.
6. Resiko disfungsi seksual berhubungan dengan penyakitnya (striktur).
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, salah interpretasi informasi.
Perencanaan
1. Gangguan pola eliminasi BAK berhubungan dengan post op cystostomi.
Tujuan
Tidak terjadi gangguan pola eliminasi BAK
Intervensi keperawatan
1) Pemantauan output urine dan karateristik.
Rasional : Mendeteksi gangguan pola eliminasi BAK secara dini.
2) Mempertahankan irigasi kemih yang konstan selama 24 jam.
Rasional : Mencegah bekuan darah menyumbat aliran urine.
3) Mempertahankan kepatenan dauer kateter dengan irigasi.
Rasional : Mencegah bekuan darah menyumbat kateter.
4) Mengusahakan intake cairan (2500 – 3000).
Rasional : Melancarkan aliran urine.
5) Setelah kateter diangkat, terus memantau gejala-gejala gangguan pola eliminasi BAK Rasional : Mendeteksi dini gangguan pola eliminasi BAK.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan post op cystostomi.
Tujuan
Pasien mengatakan perasaannya lebih nyaman.
Intervensi keperawatan
1) Penyuluhan kepada pasien agar tidak berkemih ke seputar kateter.
Rasional : Mengurangi kemungkinan spasmus.
2) Pemantauan pasien pada interval yang teratur selama 24 jam, untuk mengenal gejala-gejala dini spasmus kandung kemih.
Rasional : Menentukan terdapatnya spasmus kandung kemih sehingga obat-obatan bisa diberikan.
3) Memberikan obat-obatan yang dipesankan (analgetik, antispasmodik).
Rasional : Gejala menghilang.
4) Katakan pada pasien bahwa intensitas dan frekuensi akan berkurang dalam 24 jam sampai 28 jam.
Rasional : Memberitahu pasien bahwa ketidaknyamanan hanya temporer.
3. Resiko volume cairan berlebihan berhubungan dengan larutan irigasi kandung kemih diabsorbsi.
Tujuan
Gejala – gejala dini intoksikasi air secara dini dikenal.
Intervensi keperawatan
1) Pemantauan pasien mengenai gejala-gejala keracunan air dalam 24 jam pertama : bingung, agitasi, kulit hangat, lembab, anoreksia, mual dan muntah.
Rasional : Deteksi dini kemungkinan pengobatan dini.

4. Resiko infeksi, hemoragi dengan pembedahan.
Tujuan
Tidak terjadi infeksi, perdarahan minim.
Intervensi keperawatan
1) Pemantauan tanda-tanda vital, melaporkan gejala-gejala shock dan demam.
Rasional : Mencegah sebelum terjadi shock.
2) Pemantauan warna urine darah merah segar bukan merah tua beberapa jam setelah bedah baru.
Rasional : Warna urine berubah dari merah segar menjadi merah tua pada hari ke 2 dan ke 3 setelah operasi.
3) Penyuluhan kepada pasien agar mencegah manuver valsava.
Rasional : Dapat mengiritasi, perdarahan prostat pada periode dini pasca bedah akibat tekanan.
4) Mencegah pemakaian termometer rectal, pemeriksaan rectal atau huknah sekurang-kurangnya 1 minggu.
Rasional : Dapat menimbulkan perdarahan.
5) Mempertahankan teknik aseptik dari sistem drainase urine, irigasi bila perlu saja.
Rasional : Meminimalkan resiko masuknya kuman yang bisa menyebabkan infeksi.
6) Mengusahakan intake yang banyak.
Rasional : Dapat menurunkan resiko infeksi.

5. Inkontinen, stress atau mendesak berhubungan dengan pengangkatan kateter setelah bedah.
Tujuan
Pasien dapat mengendalikan berkemih.
Intervensi keperawatan
1) Pengkajian terjadi tetesan urine setelah kateter diangkat.
Rasional : Mendeteksi kontinen.
2) Katakan kepada pasien bahwa itu biasa dan kontinen akan pulih.
Rasional : Pasien harus dibesarkan harapannya bahwa ia itu normal.
3) Penyuluhan latihan-latihan perineal.
Rasional : Bantuan untuk mengendalikan kandung kemih.

6. Resiko disfungsi seksual berhubungan dengan penyakitnya (striktur).
Tujuan
Fungsi seksual dapat dipertahankan.
Intervensi keperawatan
1) Memberi intervensi kepada pasien bahwa dalam berhubungan seksual, pengeluaran sperma akan melalui lumen buatan..
Rasional : Klien mengatakan perubahan fungsi seksual.
2) Memberikan informasi menurut kebutuhan. Kemungkinan kembali tingkat fungsi seperti semula. Kejadian ejakulasi retrograde (air kemih seperti susu). Mencegah hubungan seksual 3 sampai 4 minggu setelah operasi. Rasional : Kurang pengetahuan dapat membangkitkan cemas, dan berdampak disfungsi seksual.

7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, salah interpretasi informasi : Tujuan
Pasien menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat jalan.
Intervensi keperawatan
1) Penyuluhan kepada pasien. Mencegah aktivitas berat 3 sampai 4 minggu setelah operasi.
Rasional : Dapat menimbulkan perdarahan.
2) Mencegah mengedan waktu BAB selama 4 sampai 6 minggu, memakai pelunak tinja laksatif sesuai kebutuhan.
3) Rasional : Mengedan bisa menimbulkan perdarahan, pelunak tinja bisa mengurangi kebutuhan untuk mengedan waktu BAB
4) Anjurkan minum sekurang-kurangnya 2500 sampai 3000 ml/hari.
5) Rasional : Dengan pemberian minum yang banyak maka klien akan BAK dan tidak terjadi penyumbatan.
Pelaksanaan keperawatan
Pelaksanaan adalah perwujudan dari rencana keperawatan yang meliputi tindakan-tindakan yang direncanakan oleh perawat. Dalam melaksanakan proses keperawatan harus kerjasama dengan tim kesehatan-kesehatan yang lain keluarga klien dan dengan klien sendiri, yang meliputi 3 hal : Melaksanakan tindakan keperawatan dengan memperhatikan kode etik dengan standar praktek dan sumber-sumber yang ada. Mengidentifikasi respon klien. Mendokumentasikan/mengevaluasi pelaksanaan tindakan keperawatan dan respon pasien. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan : Kebutuhan klien. Dasar dari tindakan. Kemampuan perseorangan dan keahlian/keterampilan dari perawat. Sumber-sumber dari keluarga dan klien sendiri. Sumber-sumber dari instansi.
Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah merupakan pengukuran dari keberhasilan rencana keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien. Tahap evaluasi merupakan kunci keberhasilan dalam menggunakan proses keperawatan. Adapun evaluasi klien dengan post op striktur uretra yang dipasangi kateter tetap dilakukan berdasarkan kriteria tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan asuhan keperawatan dikatakan berhasil apabila dalam evaluasi terlihat pencapaian kriteria tujuan perawatan yang diberikan.
DAFTAR PUATAKA
Doenges, Marilynn E,(2000), Rencana Asuhan Keperawatan, penerbit EGC. Jakarta.
Gallo,(1996) Keperawatan Kritis, edisi VI, volume II, penerbit buku kedokteran, Jakarta.
Long Barbara C,(1996),Perawatan Medikal Bedah Volume 3, Yayasan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran Bandung.
Mansjoer Arief., dkk, (1999), Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3, Penerbit Media Aeusculapius FKUI.
Media Aesculaipius, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,(2000) Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke 3, jilid 2, Jakarta.
Nedia Sylvia, dan Wilson, Lorraine M,(1995) Patofisiologi, buku 2, edisi 4, penerbit EGC, Jakarta.
R. Syamsuidajat, Wim de Jong,(1998) Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi revisi, penerbit EGC, Jakarta.
Suddarth & Brunner,(2001) Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 2, penerbit EGC.
Susanto H. Fitri, (2000),Keperawatan Medikal Bedah, Widya Medika, Jakarta.

ASKEP GLOMERULOS NEFRITIS

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GLOMERULOS NEFRITIS
I.Pengertian
Glomerulos nefritis akut adalah istilah yang secara luas digunakan yang mengacu pada sekelompok penyakit ginjal di mana inflamasi terjadi di glamerulus. (Brunner dan Suddarth, 2001).
Glamerulos nefritis adalah peradanga dan kerusakan pada alat penyaring darah sekaligus kapiler ginjal (Glamerulus), (Japaries, willie, 1993).
Glamerulus nefritis adalah sindrom yang ditadai oleh peradangan dari glemerulus diikuti pembentukan beberapa antigen (Engran, Barbara, 1999).
II.Etiologi
  1. Kuman streptococus.
  2. Perhubungan dengan penyakit auto imun lain.
  3. Reaksi obat.
  4. Bakteri.
  5. Virus.
III.Manifestasi Klinik
  1. Faringitis atau tansiktis.
  2. Demam
  3. Sakit kepala
  4. Malaise.
  5. Nyeri panggul
  6. Hipertensi
  7. Anoreksi
  8. Muntah
  9. Edema akut
  10. Oliguri
  11. Proteinuri
  12. Urin berwarna cokelat.
IV.Patofisiologi
Prokferusi seluler (peningkata produksi sel endotel;ialah yag melapisi glomerulus), infilaltrasi lekosit ke glameruus, dan penebalan membran filbtrasi glamerulus atau membran basal menghasilkan jaringan perut dan kehilagan permukaan penyaring. Pada glamerulo nefritis akut ginjal membesar, bengkak dan kongesti.
Pada kenyataan kasus, stimulasi dari reaksi adalah infeksi oleh kuman steeptococus A pada tengorok, yang biasayang mendahului glomerulo nefritis sampai interval 2 – 3 minggu. Produk streptacocus bertindak sebagai antinge, menstimulasi antibodi yang bersirkulasi menyebabkan cidera ginjal.
V.Penatalaksanaan Medis
  1. Anti hipertensif
  2. Anti dkurektik
  3. Antibiotik dengan infeksi streptokokal menetap.
  4. Anti biotik profilaktif selama masa pemuliha
  5. Masukkan dan keluaran.
  6. TTV 2 – 4 jam.
  7. Pembatasan Natrium.
VI.Pemeriksaan Diagnostik
Urinalisis (UA) menunjukkan hematnya gross, protein dismonfik dan (bentuk tidak serasi) SDm, leusit, dan gips hialin.
Lajur filtrasi glomeruslus (IFG) meurun, klerins kreatinin pada unrin digunakan sebagai pengukur dan LFG spesine urin 24 jam dikumpulkan. Sampel darah untuk kreatinin juga ditampung denga cara arus tegah (midstream).
Nitrogen urea darah (BUN) da kreatinin serum menigkat bila fungsi ginjal mulai menurun.
Albumin serum dan protein total mungkin normal atau agak turun (karena hemodilusi).
Contoh urin acak untuk eletrokoresisi protein mengidenti filaasi jenis protein urin yang dikeluarkan dalam urin.
Elektrolit seru menunjukkan peningkatan natrium dan peningkatan atau normal kadar-kadar kalium dan klorida.
VII.Potensial komplikasi
  1. Hipertensi.
  2. Dekopensasi jantung
  3. GGA (Gagal Ginjal Akut)
VIII.Asuhan Keperawatan
Pengkajian.

  1. Identitas pasien.
  2. Riwayat penyakit, dahulu, sekarang dan keluarga.
  3. Riwayat /adanya faktor resiko.
    1. Bagaimana frekuensi miksinya, apakah terdapat :
    2. Adakah kelainan waktu miksi seperti :
    3. Apakah rasa sakit terdapat pada daerah setempat atau secara unum.
    4. Apakah penyakit timbul setelah adanya peyakit yang lain.
    5. Apakah terdapat mual dan muntah.
    6. Apakah terdapat oedema.
    7. Bagaimana keadaan urinnya (volume, warna, bau, berat jenis, jumlah urie dalam 24 jam).
    8. Adakah sekret atau darah yang keluar.
    9. Adakah hambantan seksual.
    10. Bagaimana Riwayat, haid (menache, lamanya, banyaknya, sirkulasinya, keluhannya).
    11. Bagaimana Riwayat kehamilan, arbortus, pemakaian alat kontrsepsi.
    12. Rasa nyeri (lokasi, identitas, saat timbulnya nyeri).
    13. Riwayat Persalinan.
    14. Riwayat Pendarahan.
    15. Data fisik :
      Inspeksi :
      Secara umum dan secara khusus pada daerah genital palpasi : Pada daerah abdomen, buli-buli, lipat paha.
Auskultasi :
Darah abdomen.
Perkusi :
Daerah abdomen, ginjal.
Keadaa umum pasien :
  • Tingkat kesadaran.
  • Tinggi vital eliputi tensi, nadi, suhu, pernafasan.
Diagnosa Keperawatan
  1. Perubahan pola eliminasi
  2. Nyeri Akut
  3. Resiko Infeksi
  4. Cemas
  5. Kurang pengetahuan
Dafatar Pustaka
http://911medical.blogspot.com/2007/06/asuhan-keperawatan-pasien-dengan.html

ASKEP URETROLITHIASIS

ASKEP URETROLITHIASIS





 A. Pendahuluan
Urolithiasis adalah terdapatnya batu di saluran urinary (traktus urinarius). Neprolithiasis : batu yang terbentuk di paremkim ginjal. Ureterolithiasis: terbentuknya batu di ureter. Batu yang terbentuk dapat ditemukan disetiap bagian ginjal sampai ke kandung kemih dan uretra dan ukurannya sangat bervariasi dari deposit granuler yang kecil yang disebut pasir atau kerikil, sampai batu sebesar kandung kemih yang berwarna oranye. Perbedaan letak batu akan berpengaruh pada keluhan penderita dan tanda/gejala yang menyertainya.


B. Etiologi
Batu terbentuk di traktus urinarius ketika konsertrasi substansi tertentu seperti Ca oksalat,kalsium fosfat, dan asam urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal pencegah kristalisasi dalam urin. Kondisi lain yang mempengaruhi laju pembentukan batu mencakup PH urine dan status cairan pasien.
Faktor tertentu yang dapat mempengaruhi pembentukan batu, mencakup infeksi, satus urine, periode imobilitas (drainage batu yang lambat dan perubahan metabolisme kalsium).
Selain itu ada beberapa teori yang ,membahas tentang proses pembentukan batu yaitu:
a. Teori inti (nucleus): kristal dan benda asing merupakan tempat pengendapan kristal pada urine yang sudah mengalami supersaturasi.
b. Teori matriks: matriks organik yang berasal dari serum dan protein urine memberikan kemungkinan pengendapan kristal.
c. Teori inhibitor kristalisasi: beberapa substansi dalam urine menghambat terjadinya kristalisasi, konsentrasi yang rendah atau absennya substansi ini memungkinkan terjadinya kristalisasi.
Pembentukan batu membutuhkan supersaturasi dimana supersaturasi ini tergantung dari PH urine, kekuatan ion, konsentrasi cairan dan pembentukan kompleks.

Batu kalsium dapat diakibatkan oleh:
- Hiperkalsiuria abortif: gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya absorbsi khusus yang berlebihan juga pengaruh vitamin D dan hiperparatiroid.
- Hiperkal siuria renalis: kebocoran pada ginjal
Batu oksalat dapat disebabkan oleh:
- Primer autosomal resesif
- Ingesti-inhalasi: Vitamin C, ethylenglicol, methoxyflurane, anestesi.
- Hiperoksaloria: inflamasi saluran cerna, reseksi usus halus, by pass jejenoikal, sindrom malabsorbsi
Batu asam urat disebabkan oleh:
- Makanan yang banyak mengandung purin
- Pemberian sitostatik pada pengobatan neoplasma
- Dehidrasi kronis
- Obat: tiazid, lazik, salisilat
Batu sturvit biasanya mengacu pada riwayat infeksi, terbentuk pada urin yang kaya ammonia alkali persisten akibat UTI kronik. Batu sistin terjadi terutama pada beberapa pasien yang mengalami defek absorbsi sistin.
Namun demikian pada banyak paisen mungkin tidak ditemukan penyebabnya. Batu di saluran kemih juga dapat terjadi pada penyakit inflamasi usus dan pengobatan dengan antasida, diamox, laksatif, aspirin.


C. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis adanya batu dalam saluran kemih bergantung pada adanya obstruksi, infeksi dan edema. Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi, menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal. Infeksi (peilonefritis & cystitis yang disertai menggigil, demam dan disuria) dapat terjadi dari iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu, jika ada, menyebabkan sedikit gejala namun secara fungsional perlahan-lahan merusak unit fungsional ginjal dan nyeri luar biasa dan tak nyaman.
Batu di piala ginjal mungkin berkaitan dengan sakit yang dalam dan terus menerus di CVA (costa vertebral angle). Hematuria dan piuria jarang. Nyeri yang berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada wanita kebawah mendekati kandung kemih, sedang pada pria mendekati testis. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan di seluruh area kostovertebral dan muncul mual dan muntah, maka pasien sedang mengalami kolik renal. Diare dan ketidaknyamanan abdominal dapat terjadi.
Batu yang terjebak di ureter, menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa. Pasien sering merasa ingin berkemih, namun hanya sedikit yang keluar dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasif batu. Umumnya batu diameter < 0,5-1 cm keluar spontan.
Batu ureter dapat pula tetap tinggal di ureter hanya ditemukan nyeri tekan. Nyeri letak atau tak ditemukan nyeri sama sekali dan tetep tinggal di ureter sambil menyumbat dan menyebabkan hidroureter yang asimtomatik (obstruksi kronik). Tidak jarang terjadi kematian yang didahului oleh kolik. Bila obstruksi berlanjut, maka kelanjutan dari kelainan ini adalah hidronefrosis dengan atau tanpa piolonefritis sehingga menimbulkan gambaran infeksi umum.
Batu yang terjebak di vesika biasanya menyebabkan gejal iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinariun dan hematuria. Jika batu menyebabkan onstruksi pada leher kandung kemih, akan terjadi retensi urin. Jika infeksi berhubungan dengan adanya batu maka dapat terjadi sepsis.
Batu uretra biasanya berasal dari batu vesika yang terbawa saluran kemih saat miksi, tetapi tersangkut di tempat yang agak lebar. Gejala yang umum: sewaktu miksi tiba-tiba terhenti, menetes, nyeri. Penyulitnya adalah vesikal, abses, fistel proksimal dan uremia, karena obstruksi urine.


D. Evaluasi diagnistik
Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan jasmani untuk menegakkan diagnosis,perlu ditunjang dengan pemeriksaan radiologik, laboratorium dan pemeriksaan penunjang lain untuk menentukan kemungkinan adanya obstruksi jalan kemih, infeksi dan gangguan faal ginjal
a. Pemeriksaan radiologik
- Foto polos: untuk mengetahui letak batu terutama yang radiopak
- Foto pielografi intravena: memperjelas batu radiolusen efek
- Pielografi retrograd, dilakukan bila ginjal yang obstruksi mengandung batu tak berfungsi sehingga kontras tak muncul.
b. Renogram: Untuk menentukan faal ginjal/faal setiap ginjal secara terpisah pada batu ginjal bilateral atau obstruksi ureter bilateral.
c. USG ginjal: untuk mengetahui hidronefrosis
d. Pemeriksaan air kemih
- Mikroskopik-endapan
- Biakan
- Sensitifitas kuman
e. Faal ginjal:
- Ureum
- Creatinin
- elektrolit
f. Analisis batu
g. Pemeriksaan kelainan metabolik
h. Pielografi intravena (IVP) memperlihatkan gambaran menyeluruh dari ginjal, ureter dan vesika urinaria. Indikasi pielografi intravena adalah:
- Untuk menilai ukuran dan bentuk ginjal
- Untuk mengetahui adanya infeksi traktus urinarius yang berulang
- Untuk mendeteksi dan nelokalisasi batu
- Untuk mengevaluasi dugaan obstruksi traktus urinarius
- Untuk mengevaluasi penyebab hematuria.


E. Penyulit/komplikasi
- Obstruksi
- Infeksi sekunder
- Iritasi yang berkepanjangan → keganasan
Akibat obstruksi di ginjal dan ureter dapat terjadi hidronefritis dan kemudian berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis yang berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang terkena. Bila pada kedua ginjal terkena maka akan timbul uremia karena gagal ginjal.





F. Penanggulangan/penatalaksanaan
Penatalaksanaan batu saluran kemih harus tuntas, sehingga bukan hanya mengeluarkan batu saja, tetapi harus disertai dengan penyembuhan penyakit batu atau paling sedikit disertai dengan terapi pencegahan.
Indikasi pengeluaran batu saluran kemih:
- Obstruksi jalan kemih
- Infeksi
- Nyeri menetap/berulang
- Batu yang kemungkinan menyebabkan infeksi dan obstruksi
- Batu metabolok yang tumbuh cepat.
Penanganannya berupa terapi medik dan simptomatik atau dengan bahan pelarut. Dapat pula dengan pembedahan atau pembedahan yang kurang invatif (misal: nefrostomi perkutan) atau tanpa pembedahan (misal: eswl/litotripsi gelombang kejut ekstrakorporeal →menghancurkan batu di kaliks ginjal)
- Terapi medik/simptimatik:
§ diberikan obat untuk melarutkan batu
§ obat anti nyeri
§ pemberian diuretik untuk mendorong keluarnya batu
- Pelarutan: batu yang dapat dilarutkan adalah batu asam urat, dilarutkan dengan pelarut solutin G
- Litotripsi
- Pembedahan:
Pengangkatan batu ginjal secara bedah merupakan mode utama. Namun demikian saat ini bedah dilakukan hanya pada 1-2% pasien. Intervensi bedah diindikasikan jika batu tersebut tidak berespon terhadap bentuk penanganan lain. Ini juga dilakukan untuk mengoreksi setiap abnormalitas anatomik dalam ginjal untuk memperbaiki drainase urin.
Jenis pembedahan yang dilakukan antara lain:
§ Pielolititomi: jika batu berada di piala ginjal
§ Nefrotomi: bila batu terletak di dalam ginjal atau nefrektomi
§ Ureterolitotomi: bila batu berada dalam ureter
§ Sistolitotomi: jika batu berada di kandung kemih


PROSES KEPERAWATAN
A. Pengkajian
- Pengkajian nyeri: lokasi, durasi
- Mual, muntah
- Diare
- Distensi abdomen
- Tanda infeksi (UTI): menggigil, demam, disuria, sering berkemih
- Tanda obstruksi:
§ Berkemih dengan jumlah urin sedikit
§ Oliguria
§ anuria
- Hematuria
- Riwayat: adanya batu dalam keluarga, kanker, gangguan sumsum tulang, diit tinggi kalsium/purin
- Riwatat dehidrasi, imobilisasi lama, infeksi
- Faktor pencetus kolik
- Pengetahuan tentang batu saluran kemih.
- Respon emosi: cemas


B. Diagnosa yang mungkin muncul
Diagnosa preoperasi
1. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang paparan sumber informasi
2. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan sekunder terhadap iritasi batu dan spasme otot polos
3. Resiko infeksi berhubungan dengan statis urine dan adanya benda asing
4. Resiko injuri berhubungan dengan resiko obstruksi urine
5. Cemas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan, krisis situasional
Diagnosa postoperasi:
1. Nyeri akut berhubungan dengan post pembedahan (agen injuri: mekanik)
2. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif
3. Defisit self care
4. PK perdarahan




DAFTAR PUSTAKA
Barbara, CL., 1996, Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan proses keperawatan), Bandung.

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.

Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, alih bahasa: Tim PSIK UNPAD Edisi-6, EGC, Jakarta

Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan untuk perencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien, Edisi-3, Alih bahasa; Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta

Kuliah ilmu penyakit dalam PSIK – UGM, 2004, Tim spesialis dr. penyakit dalam RSUP dr.Sardjito, yogyakarta.

McCloskey&Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classifications, Second edisi, By Mosby-Year book.Inc,Newyork

NANDA, 2001-2002, Nursing Diagnosis: Definitions and classification, Philadelphia, USA

University IOWA., NIC and NOC Project., 1991, Nursing outcome Classifications, Philadelphia, USA