Jumat, 23 September 2011

ASKEP EPILEPSI

 
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologis yang utama. Epilepsi sering dihubungkan dengan disabilitas fisik, disabilitas mental, dan konsekuensi psikososial yang berat bagi penyandangnya (pendidikan yang rendah, pengangguran yang tinggi, stigma sosial, rasa rendah diri, kecenderungan tidak menikah bagi penyandangnya).
Sebagian besar kasus epilepsi dimulai pada masa anak-anak. Pada tahun 2000, diperkirakan penyandang epilepsi di seluruh dunia berjumlah 50 juta orang, 37 juta orang di antaranya adalah epilepsi primer, dan 80% tinggal di negara berkembang. Laporan WHO (2001) memperkirakan bahwa rata-rata terdapat 8,2 orang penyandang epilepsi aktif di antara 1000 orang penduduk, dengan angka insidensi 50 per 100.000 penduduk. Angka prevalensi dan insidensi diperkirakan lebih tinggi di negara-negara berkembang.
Epilepsi dihubungkan dengan angka cedera yang tinggi, angka kematian yang tinggi, stigma sosial yang buruk, ketakutan, kecemasan, gangguan kognitif, dan gangguan psikiatrik. Pada penyandang usia anak-anak dan remaja, permasalahan yang terkait dengan epilepsi menjadi lebih kompleks.
Penyandang epilepsi pada masa anak dan remaja dihadapkan pada masalah keterbatasan interaksi sosial dan kesulitan dalam mengikuti pendidikan formal. Mereka memiliki risiko lebih besar terhadap terjadinya kecelakaan dan kematian yang berhubungan dengan epilepsi. Permasalahan yang muncul adalah: Bagaimana dampak epilepsi terhadap berbagai aspek kehidupan penyandangnya.
B. Tujuan Penulisan
B.1 Tujuan Umum
Mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien Epilepsi
B.2 Tujuan Khusus
B.2.1 Megetahui Konsep dasar epilepsi
B.2.2 Mengetahui proses pengkajian pada pasien epilepsi
B.2.3 Mengetahui diagnosa, intervensi, dan evaluasi pada pasien epilepsi

BAB II
PEMBAHASAN

A. Defenisi
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel (Tarwoto, 2007)

Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi (Arif, 2000)
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neron-neron otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik (anonim, 2008)
Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua bahkan bayi yang baru lahir. Angka kejadian epilepsi pada pria lebih tinggi dibandingkan pada wanita, yaitu 1-3% penduduk akan menderita epilepsi seumur hidup. Di Amerika Serikat, satu di antara 100 populasi (1%) penduduk terserang epilepsi, dan kurang lebih 2,5 juta di antaranya telah menjalani pengobatan pada lima tahun terakhir. Menurut World Health Organization (WHO) sekira 50 juta penduduk di seluruh dunia mengidap epilepsi

B.Etiologi
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (Idiopatik) Sering terjadi pada:
1.Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2.Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3.Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4.Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5.Tumor Otak
6.Kelainan pembuluh darah
(Tarwoto, 2007)
Faktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab utama, ialah epilepsi idopatik, remote symptomatic epilepsy (RSE), epilepsi simtomatik akut, dan epilepsi pada anak-anak yang didasari oleh kerusakan otak pada saat peri- atau antenatal. Dalam klasifikasi tersebut ada dua jenis epilepsi menonjol, ialah epilepsi idiopatik dan RSE. Dari kedua tersebut terdapat banyak etiologi dan sindrom yang berbeda, masing-masing dengan prognosis yang baik dan yang buruk.

Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang tampak jelas pada CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI) maupun kerusakan otak yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal dengan defisit neurologik yang jelas. Sementara itu, dipandang dari kemungkinan terjadinya bangkitan ulang pasca-awitan, definisi neurologik dalam kaitannya dengan umur saat awitan mempunyai nilai prediksi sebagai berikut:

Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam waktu 12 bulan pertama seluruh kasus akan mengalami bangkitan ulang, Apabila defisit neurologik terjadi pada saat pascalahir maka resiko terjadinya bangkitan ulang adalah 75% pada 12 bulan pertama dan 85% dalam 36 bulan pertama. Kecuali itu, bangkitan pertama yang terjadi pada saat terkena gangguan otak akut akan mempunyai resiko 40% dalam 12 bulan pertama dan 36 bulan pertama untuk terjadinya bangkitan ulang. Secara keseluruhan resiko untuk terjadinya bangkitan ulang tidak konstan. Sebagian besar kasus menunjukan bangkitan ulang dalam waktu 6 bulan pertama.

Epilepsi dapat dibagi dalam tiga golongan utama antara lain:
a. Epilepsi Grand Mal
Epilepsi grand mal ditandai dengan timbulnya lepas muatan listrik yang berlebihan dari neuron diseluruh area otak-di korteks, di bagian dalam serebrum, dan bahkan di batang otak dan talamus. Kejang grand mal berlangsung selama 3 atau 4 menit.

b. Epilepsi Petit Mal
Epilepsi ini biasanya ditandai dengan timbulnya keadaan tidak sadar atau penurunan kesadaran selama 3 sampai 30 detik, di mana selama waktu serangan ini penderita merasakan beberapa kontraksi otot seperti sentakan (twitch- like),biasanya di daerah kepala, terutama pengedipan mata.

c. Epilepsi Fokal
Epilepsi fokal dapat melibatkan hampir setiap bagian otak, baik regoi setempat pada korteks serebri atau struktur-struktur yang lebih dalam pada serebrum dan batang otak. Epilepsi fokal disebabkan oleh resi organik setempat atau adanya kelainan fungsional.

C. Patofisiologi

Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-juta neuron. Pada hakekatnya tugas neron ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan nerotransmiter. Acetylcholine dan norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA (gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik saraf di otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar kebagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.

D.Manifestasi klinik
1. Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan penginderaan
2. Kelainan gambaran EEG
3. Tergantung lokasi dan sifat Fokus Epileptogen
4. Dapat mengalami Aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik (Aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, men cium bau-bauan tak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya)

E.Klasifikasi kejang
1. Kejang Parsial
a. Parsial Sederhana
Gejala dasar, umumnya tanpa gangguan kesadaran. Misal: hanya satu jari atau tangan yang bergetar, mulut tersentak dengan gejala sensorik khusus atau somatosensorik seperti: mengalami sinar, bunyi, bau atau rasa yang tidak umum/tdk nyaman
b. Parsial Kompleks
Dengan gejala kompleks, umumnya dengan ganguan kesadaran. Dengan gejala kognitif, afektif, psiko sensori, psikomotor. Misalnya: individu terdiam tidak bergerak atau bergerak secara automatik, tetapi individu tidak ingat kejadian tersebut setelah episode epileptikus tersebut lewat

2. Kejang Umum (grandmal)
Melibatkan kedua hemisfer otak yang menyebabkan kedua sisi tubuh bereaksi Terjadi kekauan intens pada seluruh tubuh (tonik) yang diikuti dengan kejang yang bergantian dengan relaksasi dan kontraksi otot (Klonik) Disertai dengan penurunan kesadaran, kejang umum terdiri dari:
a. Kejang Tonik-Klonik
b. Kejang Tonik : keadaan kontinyu
c. Kejang Klonik : Kontraksi otot mengejang
d. Kejang Atonik : Tidak adanya tegangan otot
e. Kejang Myoklonik : kejang otot yang klonik
f. Spasme kelumpuhan
g. Tidak ada kejang
h. Kejang Tidak Diklasifikasikan/ digolongkan karena datanya tidak lengkap.

F. Pemeriksaan diagnostik
1. CT Scan untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif serebral
2. Elektroensefalogram(EEG) untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan
3. magnetik resonance imaging (MRI)
4. kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.




G. Penatalaksanaan
Cara Menanggulangi epilepsy :
o Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar keras, tajam atau panas. Jauhkan ia dari tempat / benda berbahaya.
o Longgarkan bajunya. Bila mungkin, miringkan kepalanya kesamping untuk mencegah lidahnya menutupi jalan pernapasan.
o Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda keras diantara giginya, karena dapat mengakibatkan gigi patah. Untuk mencegah gigi klien melukai lidah, dapat diselipkan kain lunak disela mulut penderita tapi jangan sampai menutupi jalan pernapasannya.
o Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang terjadi. Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yg hilang selama kejang dan biarkan penderita beristirahat.
o Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting untuk pemberian pengobatan oleh dokter.
o Ajarkan penderita untuk mengenali tanda2 awal munculnya epilepsi atau yg biasa disebut "aura". Aura ini bisa ditandai dengan sensasi aneh seperti perasaan bingung, melayang2, tidak fokus pada aktivitas, mengantuk, dan mendengar bunyi yang melengking di telinga. Jika Penderita mulai merasakan aura, maka sebaiknya berhenti melakukan aktivitas apapun pada saat itu dan anjurkan untuk langsung beristirahat atau tidur.
o Bila serangan berulang-ulang dalam waktu singkat atau penyandang terluka berat, bawa ia ke dokter atau rumah sakit terdekat.
H. Pengobatan
• Phenobarbital (luminal). P
o Paling sering dipergunakan, murah harganya, toksisitas rendah.
• Primidone (mysolin)
o Di hepar primidone di ubah menjadi phenobarbital dan phenyletylmalonamid.
• Difenilhidantoin (DPH, dilantin, phenytoin).
o Dari kelompok senyawa hidantoin yang paling banyak dipakai ialah DPH. Berhasiat terhadap epilepsi grand mal, fokal dan lobus temporalis.
o Tak berhasiat terhadap petit mal.
o Efek samping yang dijumpai ialah nistagmus,ataxia, hiperlasi gingiva dan gangguan darah.
• Carbamazine (tegretol).
o Mempunyai khasiat psikotropik yangmungkin disebabkan pengontrolan bangkitan epilepsi itusendiri atau mungkin juga carbamazine memang mempunyaiefek psikotropik.
o Sifat ini menguntungkan penderita epilepsi lobus temporalis yang sering disertai gangguan tingkahlaku.
o Efek samping yang mungkin terlihat ialah nistagmus, vertigo, disartri, ataxia, depresi sumsum tulang dan gangguanfungsi hati.

• Diazepam.
o Biasanya dipergunakan pada kejang yang sedang berlangsung (status konvulsi.).
o Pemberian i.m. hasilnya kurang memuaskan karena penyerapannya lambat. Sebaiknya diberikan i.v. atau intra rektal.
• Nitrazepam (inogadon).
o Terutama dipakai untuk spasme infantil dan bangkitan mioklonus.
• Ethosuximide (zarontine).
o Merupakan obat pilihan pertama untuk epilepsi petit mal

• Na-valproat (dopakene)
o obat pilihan kedua pada petit mal
o Pada epilepsi grand mal pun dapat dipakai.
o obat ini dapat meninggikan kadar GABA di dalam otak.
o Efek samping mual, muntah, anorexia

• Acetazolamide (diamox).
o Kadang-kadang dipakai sebagai obat tambahan dalam engobatan epilepsi.
o Zat ini menghambat enzim carbonic-anhidrase sehingga pH otak menurun, influks Na berkurang akibatnya membran sel dalam keadaan hiperpolarisasi.
• ACTH
o Seringkali memberikan perbaikan yang dramatis pada spasme infantil.


ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN EPILEPSI

A. Pengkajian
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, tangal pengkajian, No register, tanggal rawat dan penanggung jawab dan perawat mengumbpulkan informasi informasi tentang riwayat kejang pasien. Pasien ditanyakan tentang faktor atau kejadian yang dapat menimbulkan kejang. Asupan alkohol dicatat. Efek epilepsi pada gaya hidup dikaji:
Apakah ada keterbatasan yang ditimbulkan oleh gangguan kejang?
Apakah pasien mempunyai program rekreasi? Kontak sosial?
Apakah pengalaman kerja?
Mekanisme koping apa yang digunakan?
Obsevasi dan pengkajian selama dan setelah kejang akan membantu dalam mengindentifikasi tipe kejang dan penatalaksanaannya.

1. Selama serangan :
o Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan.
o Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.
o Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.
o Apakah disertai komponen motorik seperti kejang tonik, kejang klonik, kejang tonik-klonik, kejang mioklonik, kejang atonik.
o Apakah pasien menggigit lidah.
o Apakah mulut berbuih.
o Apakah ada inkontinen urin.
o Apakah bibir atau muka berubah warna.
o Apakah mata atau kepala menyimpang pada satu posisi.
o Berapa lama gerakan tersebut, apakah lokasi atau sifatnya berubah pada satu sisi atau keduanya.
2. Sesudah serangan
o Apakah pasien : letargi , bingung, sakit kepala, otot-otot sakit, gangguan bicara
o Apakah ada perubahan dalam gerakan.
o Sesudah serangan apakah pasien masih ingat apa yang terjadi sebelum, selama dan sesudah serangan.
o Apakah terjadi perubahan tingkat kesadaran, pernapasan atau frekuensi denyut jantung.
o Evaluasi kemungkinan terjadi cedera selama kejang.
3. Riwayat sebelum serangan
o Apakah ada gangguan tingkah laku, emosi.
o Apakah disertai aktivitas otonomik yaitu berkeringat, jantung berdebar.
o Apakah ada aura yang mendahului serangan, baik sensori, auditorik, olfaktorik maupun visual.
4. Riwayat Penyakit
o Sejak kapan serangan terjadi.
o Pada usia berapa serangan pertama.
o Frekuensi serangan.
o Apakah ada keadaan yang mempresipitasi serangan, seperti demam, kurang tidur, keadaan emosional.
o Apakah penderita pernah menderita sakit berat, khususnya yang disertai dengan gangguan kesadaran, kejang-kejang.
o Apakah pernah menderita cedera otak, operasi otak
o Apakah makan obat-obat tertentu
o Apakah ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga
5. Riwayat kesehatan
o Riwayat keluarga dengan kejang
o Riwayat kejang demam
o Tumor intrakranial
o Trauma kepal terbuka, stroke
6. Riwayat kejang
o Berapa sering terjadi kejang
o Gambaran kejang seperti apa
o Apakah sebelum kejang ada tanda-tanda awal
o Apa yang dilakuakn pasien setelah kejang
7. Riwayat penggunaan obat
o Nama obat yang dipakai
o Dosis obat
o Berapa kali penggunaan obat
o Dapan putus obat
8. Pemeriksaan fisik
o Tingkat kesadaran
o Abnormal posisi mata
o Perubahan pupil
o Garakan motorik
o Tingkah laku setelah kejang
o Apnea
o Cyanosis
o Saliva banyak
9. Psikososial
o Usia
o Jenis kelamin
o Pekerjaan
o Peran dalam keluarga
o Strategi koping yang digunakan
o Gaya hidup dan dukungan yang ada
10. Pengetahuan pasien dan keluarga
o Kondisi penyakit dan pengobatan
o Kondisi kronik
o Kemampuan membaca dan belajar
11. Pemeriksaan diagnostik
o Laboratorium
o Radiologi

B. Masalah keperawatan
1. Resiko cedera
2. Jalan nafas tidak efektif, pola nafas
3. Gangguan Harga diri rendah
4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakit

D. Evaluasi keperawatan
• Pasien tidak mengalami cedera, saat serangan maupun setelah serangan
• Jalan nafas pasien dan pola nafas pasien kembali normal
• Pasien mempunyai penilaian yang positif terhadap dirinya
• Kondisi fisiologis pasien normal
• Catat kondisi umum pasien seperti tekanan darah, denyut nadi, suhu tubuh, adakah sianosis, kondisi pupil, tingkat kesadaran, adakah keluhan pusing, sakit kepala, lemah, lesu setelah serangan, apakah lidah tergigit atau tidak, bagaimana kondisi gigi pasien, dll




BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan

Pengklasifikasian kejang ada dua :
Kejang parsial (parsial sederhana dan parsial kompleks) dan Kejang grandmal (Kejang Tonik-Klonik, kejang Tonik : keadaan kontinyu, kejang Klonik : Kontraksi otot mengejang, Kejang Atonik : Tidak adanya tegangan otot, kejang Myoklonik : kejang otot yang klonik, spasme kelumpuhan, tidak ada kejang, kejang Tidak Diklasifikasikan/ digolongkan karena datanya tidak lengkap)

Berdasarkan kajian terhadap berbagai penelitian terdahulu di atas terlihat bahwa epilepsi memiliki berbagai masalah medis, psikososial, dan kualitas hidup sangat kompleks. Penyandang epilepsi sering dihadapkan pada berbagai masalah psikososial yang menghambat kehidupan normal. Epilepsi dihubungkan pula dengan risiko morbiditas, morlitas, dan stigma sosial yang tinggi di masyarakat.

ASKEP ANEMIA

ASKEP ANEMIA

BY: JANUARD


ANEMIA
A. Pengertian
Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen darah, elemen tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah, yang mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah (Doenges, 1999).
Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal (Smeltzer, 2002 : 935).
Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah merah, kualitas hemoglobin dan volume packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml darah (Price, 2006 : 256).
Dengan demikian anemia bukan merupakan suatu diagnosis atau penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh dan perubahan patotisiologis yang mendasar yang diuraikan melalui anemnesis yang seksama, pemeriksaan fisik dan informasi laboratorium.

B. Etiologi
Penyebab tersering dari anemia adalah kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk sintesis eritrosit, antara lain besi, vitamin B12 dan asam folat. Selebihnya merupakan akibat dari beragam kondisi seperti perdarahan, kelainan genetik, penyakit kronik, keracunan obat, dan sebagainya.


Penyebab umum dari anemia:

  • Perdarahan hebat
  • Akut (mendadak)
  • Kecelakaan
  • Pembedahan
  • Persalinan
  • Pecah pembuluh darah
  • Penyakit Kronik (menahun)
  • Perdarahan hidung
  • Wasir (hemoroid)
  • Ulkus peptikum
  • Kanker atau polip di saluran pencernaan
  • Tumor ginjal atau kandung kemih
  • Perdarahan menstruasi yang sangat banyak
  • Berkurangnya pembentukan sel darah merah
  • Kekurangan zat besi
  • Kekurangan vitamin B12
  • Kekurangan asam folat
  • Kekurangan vitamin C
  • Penyakit kronik
  • Meningkatnya penghancuran sel darah merah
  • Pembesaran limpa
  • Kerusakan mekanik pada sel darah merah
  • Reaksi autoimun terhadap sel darah merah
  • Hemoglobinuria nokturnal paroksismal
  • Sferositosis herediter
  • Elliptositosis herediter
  • Kekurangan G6PD
  • Penyakit sel sabit
  • Penyakit hemoglobin C
  • Penyakit hemoglobin S-C
  • Penyakit hemoglobin E
  • Thalasemia (Burton, 1990).
C. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sum-sum tulang atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sum-sum tulang dapt terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, inuasi tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus yang disebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa factor diluar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam system fagositik atau dalam system retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direpleksikan dengan meningkatkan bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang ; kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera.
Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah membawa makanan dan oksigen ke seluruh organ tubuh. Jika suplai ini kurang, maka asupan oksigen pun akan kurang. Akibatnya dapat menghambat kerja organ-organ penting, Salah satunya otak. Otak terdiri dari 2,5 miliar sel bioneuron. Jika kapasitasnya kurang, maka otak akan seperti komputer yang memorinya lemah, Lambat menangkap. Dan kalau sudah rusak, tidak bisa diperbaiki (Sjaifoellah, 1998).

D. Manifestasi klinis
Gejala klinis yang muncul merefleksikan gangguan fungsi dari berbagai sistem dalam tubuh antara lain penurunan kinerja fisik, gangguan neurologik (syaraf) yang dimanifestasikan dalam perubahan perilaku, anorexia (badan kurus kerempeng), pica, serta perkembangan kognitif yang abnormal pada anak. Sering pula terjadi abnormalitas pertumbuhan, gangguan fungsi epitel, dan berkurangnya keasaman lambung. Cara mudah mengenal anemia dengan 5L, yakni lemah, letih, lesu, lelah, lalai. Kalau muncul 5 gejala ini, bisa dipastikan seseorang terkena anemia. Gejala lain adalah munculnya sklera (warna pucat pada bagian kelopak mata bawah).
Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan kepala terasa melayang. Jika anemia bertambah berat, bisa menyebabkan stroke atau serangan jantung(Sjaifoellah, 1998).

E. Komplikasi
Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya, penderita anemia akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek, gampang flu, atau gampang terkena infeksi saluran napas, jantung juga menjadi gampang lelah, karena harus memompa darah lebih kuat. Pada kasus ibu hamil dengan anemia, jika lambat ditangani dan berkelanjutan dapat menyebabkan kematian, dan berisiko bagi janin. Selain bayi lahir dengan berat badan rendah, anemia bisa juga mengganggu perkembangan organ-organ tubuh, termasuk otak (Sjaifoellah, 1998).

F. Pemeriksaan penunjang
Jumlah darah lengkap (JDL) : hemoglobin dan hemalokrit menurun.
Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun berat (aplastik); MCV (molume korpuskular rerata) dan MCH (hemoglobin korpuskular rerata) menurun dan mikrositik dengan eritrosit hipokronik (DB), peningkatan (AP). Pansitopenia (aplastik).
Jumlah retikulosit : bervariasi, misal : menurun (AP), meningkat (respons sumsum tulang terhadap kehilangan darah/hemolisis).
Pewarna sel darah merah : mendeteksi perubahan warna dan bentuk (dapat mengindikasikan tipe khusus anemia).
LED : Peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi, misal : peningkatan kerusakan sel darah merah : atau penyakit malignasi.
Masa hidup sel darah merah : berguna dalam membedakan diagnosa anemia, misal : pada tipe anemia tertentu, sel darah merah mempunyai waktu hidup lebih pendek.
Tes kerapuhan eritrosit : menurun (DB).
SDP : jumlah sel total sama dengan sel darah merah (diferensial) mungkin meningkat (hemolitik) atau menurun (aplastik).
Jumlah trombosit : menurun caplastik; meningkat (DB); normal atau tinggi (hemolitik)
Hemoglobin elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur hemoglobin.
Bilirubin serum (tak terkonjugasi): meningkat (AP, hemolitik).
Folat serum dan vitamin B12 membantu mendiagnosa anemia sehubungan dengan defisiensi masukan/absorpsi
Besi serum : tak ada (DB); tinggi (hemolitik)
TBC serum : meningkat (DB)
Feritin serum : meningkat (DB)
Masa perdarahan : memanjang (aplastik)
LDH serum : menurun (DB)
Tes schilling : penurunan eksresi vitamin B12 urine (AP)
Guaiak : mungkin positif untuk darah pada urine, feses, dan isi gaster, menunjukkan perdarahan akut / kronis (DB).
Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak adanya asam hidroklorik bebas (AP).
Aspirasi sumsum tulang/pemeriksaan/biopsi : sel mungkin tampak berubah dalam jumlah, ukuran, dan bentuk, membentuk, membedakan tipe anemia, misal: peningkatan megaloblas (AP), lemak sumsum dengan penurunan sel darah (aplastik).
Pemeriksaan andoskopik dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan : perdarahan GI (Doenges, 1999).
G. Penatalaksanaan Medis
Tindakan umum :
Penatalaksanaan anemia ditunjukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang hilang.
1. Transpalasi sel darah merah.
2. Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi.
3. Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah merah.
4. Menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang membutuhkan oksigen
5. Obati penyebab perdarahan abnormal bila ada.
6. Diet kaya besi yang mengandung daging dan sayuran hijau.
Pengobatan (untuk pengobatan tergantung dari penyebabnya) :
1. Anemia defisiensi besi
Penatalaksanaan :
Mengatur makanan yang mengandung zat besi, usahakan makanan yang diberikan seperti ikan, daging, telur dan sayur.
Pemberian preparat fe
Perrosulfat 3x 200mg/hari/per oral sehabis makan
Peroglukonat 3x 200 mg/hari /oral sehabis makan.
2. Anemia pernisiosa : pemberian vitamin B12
3. Anemia asam folat : asam folat 5 mg/hari/oral
4. Anemia karena perdarahan : mengatasi perdarahan dan syok dengan pemberian cairan dan transfusi darah.

MANAJEMEN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluru(Boedihartono, 1994).
Pengkajian pasien dengan anemia (Doenges, 1999) meliputi :
1) Aktivitas / istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produktivitas ; penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah. Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak.
Tanda : takikardia/ takipnae ; dispnea pada waktu bekerja atau istirahat. Letargi, menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot, dan penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang menunujukkan keletihan.
2) Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah kronik, misalnya perdarahan GI kronis, menstruasi berat (DB), angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan). Riwayat endokarditis infektif kronis. Palpitasi (takikardia kompensasi).
Tanda : TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar, hipotensi postural. Disritmia : abnormalitas EKG, depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T; takikardia. Bunyi jantung : murmur sistolik (DB). Ekstremitas (warna) : pucat pada kulit dan membrane mukosa (konjuntiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku. (catatan: pada pasien kulit hitam, pucat dapat tampak sebagai keabu-abuan). Kulit seperti berlilin, pucat (aplastik, AP) atau kuning lemon terang (AP). Sklera : biru atau putih seperti mutiara (DB). Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke kapiler dan vasokontriksi kompensasi) kuku : mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia) (DB). Rambut : kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban secara premature (AP).
3) Integritas ego
Gejala : keyakinanan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, misalnya penolakan transfusi darah.
Tanda : depresi.
4) Eleminasi
Gejala : riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB). Hematemesis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan haluaran urine.
Tanda : distensi abdomen.
5) Makanan/cairan
Gejala : penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukan produk sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring). Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan. Tidak pernah puas mengunyah atau peka terhadap es, kotoran, tepung jagung, cat, tanah liat, dan sebagainya (DB).
Tanda : lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat dan vitamin B12). Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit : buruk, kering, tampak kisut/hilang elastisitas (DB). Stomatitis dan glositis (status defisiensi). Bibir : selitis, misalnya inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah. (DB).
6) Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ; parestesia tangan/kaki (AP) ; klaudikasi. Sensasi manjadi dingin.
Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental : tak mampu berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina (aplastik, AP). Epitaksis : perdarahan dari lubang-lubang (aplastik). Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa getar, dan posisi, tanda Romberg positif, paralysis (AP).
7) Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen samara : sakit kepala (DB)
8) Pernapasan
Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.
9) Keamanan
Gejala : riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia,. Riwayat terpajan pada radiasi; baik terhadap pengobatan atau kecelekaan. Riwayat kanker, terapi kanker. Tidak toleran terhadap dingin dan panas. Transfusi darah sebelumnya. Gangguan penglihatan, penyembuhan luka buruk, sering infeksi.
Tanda : demam rendah, menggigil, berkeringat malam, limfadenopati umum. Ptekie dan ekimosis (aplastik).
10) Seksualitas
Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore (DB). Hilang libido (pria dan wanita). Imppoten.
Tanda : serviks dan dinding vagina pucat.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan anemia (Doenges, 1999) meliputi :
1. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan)).
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
4. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
5. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologist.
6. Konstipasi atau Diare berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan proses pencernaan; efek samping terapi obat.
7. Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah interpretasi informasi ; tidak mengenal sumber informasi.

C. Intervensi/Implementasi keperawatan
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994)
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995).
Intervensi dan implementasi keperawatan pasien dengan anemia (Doenges, 1999) adalah :
1) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan)).
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil : - mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi.
- meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau eritema, dan demam.

INTERVENSI & IMPLEMENTASI
 Tingkatkan cuci tangan yang baik ; oleh pemberi perawatan dan pasien.
Rasional : mencegah kontaminasi silang/kolonisasi bacterial. Catatan : pasien dengan anemia berat/aplastik dapat berisiko akibat flora normal kulit.
 Pertahankan teknik aseptic ketat pada prosedur/perawatan luka.
Rasional : menurunkan risiko kolonisasi/infeksi bakteri.
 Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat.
Rasional : menurunkan risiko kerusakan kulit/jaringan dan infeksi.
 Motivasi perubahan posisi/ambulasi yang sering, latihan batuk dan napas dalam.
Rasional : meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan membantu memobilisasi sekresi untuk mencegah pneumonia.
 Tingkatkan masukkan cairan adekuat.
Rasional : membantu dalam pengenceran secret pernapasan untuk mempermudah pengeluaran dan mencegah stasis cairan tubuh misalnya pernapasan dan ginjal.
 Pantau/batasi pengunjung. Berikan isolasi bila memungkinkan.
Rasional : membatasi pemajanan pada bakteri/infeksi. Perlindungan isolasi dibutuhkan pada anemia aplastik, bila respons imun sangat terganggu.
 Pantau suhu tubuh. Catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa demam.
Rasional : adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan evaluasi/pengobatan.
 Amati eritema/cairan luka.
Rasional : indikator infeksi lokal. Catatan : pembentukan pus mungkin tidak ada bila granulosit tertekan.
 Ambil specimen untuk kultur/sensitivitas sesuai indikasi (kolaborasi)
Rasional : membedakan adanya infeksi, mengidentifikasi pathogen khusus dan mempengaruhi pilihan pengobatan.
 Berikan antiseptic topical ; antibiotic sistemik (kolaborasi).
Rasional : mungkin digunakan secara propilaktik untuk menurunkan kolonisasi atau untuk pengobatan proses infeksi local.

2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : - menunujukkan peningkatan/mempertahankan berat badan dengan nilai laboratorium normal.
- tidak mengalami tanda mal nutrisi.
- Menununjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat badan yang sesuai.


INTERVENSI & IMPLEMENTASI
 Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai.
Rasional : mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi.
 Observasi dan catat masukkan makanan pasien.
Rasional : mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan.
 Timbang berat badan setiap hari.
Rasional : mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi.
 Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau makan diantara waktu makan.
Rasional : menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukkan dan mencegah distensi gaster.
 Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan dan gejala lain yang berhubungan.
Rasional : gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.
 Berikan dan Bantu hygiene mulut yang baik ; sebelum dan sesudah makan, gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut. Berikan pencuci mulut yang di encerkan bila mukosa oral luka.
Rasional : meningkatkan nafsu makan dan pemasukkan oral. Menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi. Teknik perawatan mulut khusus mungkin diperlukan bila jaringan rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat.

 Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana diet.
Rasional : membantu dalam rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual.
 Kolaborasi ; pantau hasil pemeriksaan laboraturium.
Rasional : meningkatakan efektivitas program pengobatan, termasuk sumber diet nutrisi yang dibutuhkan.
 Kolaborasi ; berikan obat sesuai indikasi.
Rasional : kebutuhan penggantian tergantung pada tipe anemia dan atau adanyan masukkan oral yang buruk dan defisiensi yang diidentifikasi.

3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
Tujuan : dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas.
Kriteria hasil : - melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari)
- menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis, misalnya nadi, pernapasan, dan tekanan darah masih dalam rentang normal.

INTERVENSI & IMPLEMENTASI
 Kaji kemampuan ADL pasien.
Rasional : mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan.
 Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan, gaya jalan dan kelemahan otot.
Rasional : menunjukkan perubahan neurology karena defisiensi vitamin B12 mempengaruhi keamanan pasien/risiko cedera.
 Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.
Rasional : manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.
 Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan kurangi suara bising, pertahankan tirah baring bila di indikasikan.
Rasional : meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru.
 Gunakan teknik menghemat energi, anjurkan pasien istirahat bila terjadi kelelahan dan kelemahan, anjurkan pasien melakukan aktivitas semampunya (tanpa memaksakan diri).
Rasional : meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai normal dan memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan. Meingkatkan harga diri dan rasa terkontrol.
4) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
Tujuan : peningkatan perfusi jaringan
Kriteria hasil : - menunjukkan perfusi adekuat, misalnya tanda vital stabil.



INTERVENSI & IMPLEMENTASI
 Awasi tanda vital kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane mukosa, dasar kuku.
Rasional : memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menetukan kebutuhan intervensi.
 Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.
Rasional : meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler. Catatan : kontraindikasi bila ada hipotensi.
 Awasi upaya pernapasan ; auskultasi bunyi napas perhatikan bunyi adventisius.
Rasional : dispnea, gemericik menununjukkan gangguan jajntung karena regangan jantung lama/peningkatan kompensasi curah jantung.
 Selidiki keluhan nyeri dada/palpitasi.
Rasional : iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial/ potensial risiko infark.
 Hindari penggunaan botol penghangat atau botol air panas. Ukur suhu air mandi dengan thermometer.
Rasional : termoreseptor jaringan dermal dangkal karena gangguan oksigen.
 Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium. Berikan sel darah merah lengkap/packed produk darah sesuai indikasi.
Rasional : mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan /respons terhadap terapi.
 Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
Rasional : memaksimalkan transport oksigen ke jaringan.

5) Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologist.
Tujuan : dapat mempertahankan integritas kulit.
Kriteria hasil : - mengidentifikasi factor risiko/perilaku individu untuk mencegah cedera dermal.

INTERVENSI & IMPLEMENTASI
 Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, hangat local, eritema, ekskoriasi.
Rasional : kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi dan imobilisasi. Jaringan dapat menjadi rapuh dan cenderung untuk infeksi dan rusak.
 Reposisi secara periodic dan pijat permukaan tulang apabila pasien tidak bergerak atau ditempat tidur.
Rasional : meningkatkan sirkulasi kesemua kulit, membatasi iskemia jaringan/mempengaruhi hipoksia seluler.
 Anjurkan pemukaan kulit kering dan bersih. Batasi penggunaan sabun.
Rasional : area lembab, terkontaminasi, memberikan media yang sangat baik untuk pertumbuhan organisme patogenik. Sabun dapat mengeringkan kulit secara berlebihan.
 Bantu untuk latihan rentang gerak.
Rasional : meningkatkan sirkulasi jaringan, mencegah stasis.
 Gunakan alat pelindung, misalnya kulit domba, keranjang, kasur tekanan udara/air. Pelindung tumit/siku dan bantal sesuai indikasi. (kolaborasi)
Rasional : menghindari kerusakan kulit dengan mencegah /menurunkan tekanan terhadap permukaan kulit.

6) Konstipasi atau Diare berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan proses pencernaan; efek samping terapi obat.
Tujuan : membuat/kembali pola normal dari fungsi usus.
Kriteria hasil : - menunjukkan perubahan perilaku/pola hidup, yang diperlukan sebagai penyebab, factor pemberat.

INTERVENSI & IMPLEMENTASI
 Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah.
Rasional : membantu mengidentifikasi penyebab /factor pemberat dan intervensi yang tepat.
 Auskultasi bunyi usus.
Rasional : bunyi usus secara umum meningkat pada diare dan menurun pada konstipasi.
 Awasi intake dan output (makanan dan cairan).
Rasional : dapat mengidentifikasi dehidrasi, kehilangan berlebihan atau alat dalam mengidentifikasi defisiensi diet.
 Dorong masukkan cairan 2500-3000 ml/hari dalam toleransi jantung.
Rasional : membantu dalam memperbaiki konsistensi feses bila konstipasi. Akan membantu memperthankan status hidrasi pada diare.
 Hindari makanan yang membentuk gas.
Rasional : menurunkan distress gastric dan distensi abdomen
 Kaji kondisi kulit perianal dengan sering, catat perubahan kondisi kulit atau mulai kerusakan. Lakukan perawatan perianal setiap defekasi bila terjadi diare.
Rasional : mencegah ekskoriasi kulit dan kerusakan.
 Kolaborasi ahli gizi untuk diet siembang dengan tinggi serat dan bulk.
Rasional : serat menahan enzim pencernaan dan mengabsorpsi air dalam alirannya sepanjang traktus intestinal dan dengan demikian menghasilkan bulk, yang bekerja sebagai perangsang untuk defekasi.
 Berikan pelembek feses, stimulant ringan, laksatif pembentuk bulk atau enema sesuai indikasi. Pantau keefektifan. (kolaborasi)
Rasional : mempermudah defekasi bila konstipasi terjadi.
 Berikan obat antidiare, misalnya Defenoxilat Hidroklorida dengan atropine (Lomotil) dan obat mengabsorpsi air, misalnya Metamucil. (kolaborasi).
Rasional : menurunkan motilitas usus bila diare terjadi.
7) Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah interpretasi informasi ; tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan : pasien mengerti dan memahami tentang penyakit, prosedur diagnostic dan rencana pengobatan.
Kriteria hasil : - pasien menyatakan pemahamannya proses penyakit dan penatalaksanaan penyakit.
- mengidentifikasi factor penyebab.
- Melakukan tiindakan yang perlu/perubahan pola hidup.

INTERVENSI & IMPLEMENTASI
 Berikan informasi tentang anemia spesifik. Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya anemia.
Rasional : memberikan dasar pengetahuan sehingga pasien dapat membuat pilihan yang tepat. Menurunkan ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program terapi.
 Tinjau tujuan dan persiapan untuk pemeriksaan diagnostic.
Rasional : ansietas/ketakutan tentang ketidaktahuan meningkatkan stress, selanjutnya meningkatkan beban jantung. Pengetahuan menurunkan ansietas.
 Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
Rasional : megetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
 Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
Rasional : dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
 Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya.
Rasional : diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
 Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.
Rasional : mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.

D. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. (Lynda Juall Capenito, 1999:28)
Evaluasi pada pasien dengan anemia adalah :
1) Infeksi tidak terjadi.
2) Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
3) Pasien dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas.
4) Peningkatan perfusi jaringan.
5) Dapat mempertahankan integritas kulit.
6) Membuat/kembali pola normal dari fungsi usus.
7) Pasien mengerti dan memahami tentang penyakit, prosedur diagnostic dan rencana pengobatan.



DAFTAR PUSTAKA
  • Boedihartono. 1994. Proses Keperawatan di Rumah Sakit. Jakarta.
  • Burton, J.L. 1990. Segi Praktis Ilmu Penyakit Dalam. Binarupa Aksara : Jakarta
  • Carpenito, L. J. 1999. Rencana Asuhan keperawatan dan dokumentasi keperawatan, Diagnosis Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, ed. 2. EGC : Jakarta
  • Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian pasien. ed.3. EGC : Jakarta
  • Effendi , Nasrul. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC : Jakarta.
  • Hassa. 1985. Ilmu Kesehatan Anak jilid 1. FKUI : Jakarta
  • http://id.wikipedia.org/wiki/Anemia
  • http://www.kompas.com/ver1/Kesehatan/0611/30/104458.htm
  • Noer, Sjaifoellah. 1998. Standar Perawatan Pasien. Monica Ester : Jakarta.
  • Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.

Asuhan Keperawatan Stroke Non Hemoragik

Asuhan Keperawatan Stroke Non Hemoragik

A. Pengertian
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun. (Smeltzer C. Suzanne, 2002 dalam ekspresiku-blogspot 2008).
Gangguan peredaran darah diotak (GPDO) atau dikenal dengan CVA ( Cerebro Vaskuar Accident) adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak ( dalam beberapa detik) atau secara cepat ( dalam beberapa jam ) dengan gejala atau tanda yang sesuai dengan daerah yang terganggu.(Harsono, 1996).
Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vascular.

B. Etiologi
Penyebab-penyebabnya antara lain:
  1. Trombosis (bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak).
  2. Embolisme cerebral (bekuan darah atau material lain).
  3. Iskemia (Penurunan aliran darah ke area otak).(Smeltzer C. Suzanne, 2002).

C. Faktor resiko pada stroke
  1. Hipertensi
  2. Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif)
  3. Kolesterol tinggi
  4. Obesitas
  5. Peningkatan hematokrit ( resiko infark serebral)
  6. Diabetes Melitus (berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
  7. Kontrasepasi oral( khususnya dengan disertai hipertensi, merkok, dan kadar estrogen tinggi)
  8. Penyalahgunaan obat ( kokain)
  9. Konsumsi alkohol (Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131).

D. Manifestasi Klinis
Gejala – gejala CVA muncul akibat daerah tertentu tak berfungsi yang disebabkan oleh terganggunya aliran darah ke tempat tersebut. Gejala itu muncul bervariasi, bergantung bagian otak yang terganggu.
Gejala-gejala itu antara lain bersifat::
  1. Sementara Timbul hanya sebentar selama beberapa menit sampai beberapa jam dan hilang sendiri dengan atau tanpa pengobatan. Hal ini disebut Transient ischemic attack (TIA). Serangan bisa muncul lagi dalam wujud sama, memperberat atau malah menetap.
  2. Sementara,namun lebih dari 24 jam, Gejala timbul lebih dari 24 jam dan ini dissebut reversible ischemic neurologic defisit (RIND).
  3. Gejala makin lama makin berat (progresif) Hal ini desebabkan gangguan aliran darah makin lama makin berat yang disebut progressing stroke atau stroke inevolution.
  4. Sudah menetap/permanen (Harsono,1996, hal 67).

E. Pemeriksaan Penunjang
  1. CT Scan Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark.
  2. Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
  3. Pungsi Lumbal
    • Menunjukan adanya tekanan normal.
    • Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan.
  4. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
  5. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena.
  6. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal.(DoengesE, Marilynn,2000).

G. Penatalaksanaan
  1. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral.
  2. Anti koagulan: Mencegah memberatnya trombosis dan embolisasi. (Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131).
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Stok Non Hemoragic (SNH)
A. Pengkajian
  1. Pengkajian Primer
    • Airway.
      Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk.
    • Breathing.
      Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi.
    • Circulation.
      TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
  1. Pengkajian Sekunder
    • Aktivitas dan istirahat.
      Data Subyektif:
      • kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis.
      • Mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot).
Data obyektif:
      • Perubahan tingkat kesadaran.
      • Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis (hemiplegia), kelemahan umum.
      • Gangguan penglihatan.
    • Sirkulasi
      Data Subyektif:
      • Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung , endokarditis bacterial), polisitemia.
Data obyektif:
      • Hipertensi arterial
      • Disritmia, perubahan EKG
      • Pulsasi : kemungkinan bervariasi
      • Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal.
    • Integritas ego
      Data Subyektif:
      • Perasaan tidak berdaya, hilang harapan.
Data obyektif:
      • Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan , kegembiraan.
      • Kesulitan berekspresi diri.
    • Eliminasi
      Data Subyektif:
      • Inkontinensia, anuria
      • Distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh), tidak adanya suara usus(ileus paralitik)
    • Makan/ minum
      Data Subyektif:
      • Nafsu makan hilang.
      • Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK.
      • Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia.
      • Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah.

Data obyektif:
      • Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan faring)
      • Obesitas (faktor resiko).
    • Sensori Neural
      Data Subyektif:
      • Pusing / syncope (sebelum CVA / sementara selama TIA).
      • Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.
      • Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati.
      • Penglihatan berkurang.
      • Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada muka ipsilateral (sisi yang sama).
      • Gangguan rasa pengecapan dan penciuman.

Data obyektif:
      • Status mental : koma biasanya menandai stadium perdarahan, gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif.
      • Ekstremitas : kelemahan / paraliysis (kontralateral) pada semua jenis stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam (kontralateral).
      • Wajah: paralisis / parese (ipsilateral).
      • Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa), kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.
      • Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil.
      • Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik.
      • Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi lateral.
    • Nyeri / kenyamanan
      Data Subyektif:
      • Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya.

Data obyektif:
      • Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial.
    • Respirasi
      Data Subyektif:
      • Perokok (factor resiko).
    • Keamanan
      Data obyektif:
      • Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan.
      • Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit.
      • Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali.
      • Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh.
      • Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang kesadaran diri.
    • Interaksi social
      Data obyektif:
      • Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi.
(Doenges E, Marilynn,2000).

B. Diagnosa Keperawatan

  1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d terputusnya aliran darah : penyakit oklusi, perdarahan, spasme pembuluh darah serebral, edema serebral.
  2. Kerusakan mobilitas fisik b.d keterlibatan neuromuskuler, kelemahan, parestesia, flaksid/ paralysis hipotonik, paralysis spastis. Kerusakan perceptual / kognitif.
  3. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan.

C. Intervensi
Diagnosa Keperawatan 1. :
Perubahan perfusi jaringan serebral b.d terputusnya aliran darah : penyakit oklusi, perdarahan, spasme pembuluh darah serebral, edema serebral.
Kriteria Hasil :
    • Terpelihara dan meningkatnya tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi sensori / motor.
    • Menampakan stabilisasi tanda vital dan tidak ada PTIK.
    • Peran pasien menampakan tidak adanya kemunduran / kekambuhan.
Intervensi :
Independen
    • Tentukan factor factor yang berhubungan dengan situasi individu/ penyebab koma / penurunan perfusi serebral dan potensial PTIK.
    • Monitor dan catat status neurologist secara teratur.
    • Monitor tanda tanda vital.
    • Evaluasi pupil (ukuran bentuk kesamaan dan reaksi terhadap cahaya).
    • Bantu untuk mengubah pandangan , misalnay pandangan kabur, perubahan lapang pandang / persepsi lapang pandang.
    • Bantu meningkatakan fungsi, termasuk bicara jika pasien mengalami gangguan fungsi.
    • Kepala dielevasikan perlahan lahan pada posisi netral.
    • Pertahankan tirah baring , sediakan lingkungan yang tenang , atur kunjungan sesuai indikasi.
    • Berikan suplemen oksigen sesuai indikasi.
    • Berikan medikasi sesuai indikasi :
      • Antifibrolitik, misal aminocaproic acid (amicar).
      • Antihipertensi.
      • Vasodilator perifer, missal cyclandelate, isoxsuprine.
      • Manitol.

Diagnosa Keperawatan 2. :
Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d kerusakan batuk, ketidakmampuan mengatasi lendir.
Kriteria Hasil:
    • Pasien memperlihatkan kepatenan jalan napas.
    • Ekspansi dada simetris.
    • Bunyi napas bersih saat auskultasi.
    • Tidak terdapat tanda distress pernapasan.
    • GDA dan tanda vital dalam batas normal.
Intervensi:
    • Kaji dan pantau pernapasan, reflek batuk dan sekresi.
    • Posisikan tubuh dan kepala untuk menghindari obstruksi jalan napas dan memberikan pengeluaran sekresi yang optimal.
    • Penghisapan sekresi.
    • Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi jalan napas setiap 4 jam.
    • Berikan oksigenasi sesuai advis.
    • Pantau BGA dan Hb sesuai indikasi.

Diagnosa Keperawatan 3. :
Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan
Tujuan :
    • Pola nafas pasien efektif
Kriteria Hasil:
    • RR 18-20 x permenit
    • Ekspansi dada normal.
Intervensi :
    • Kaji frekuensi, irama, kedalaman pernafasan.
    • Auskultasi bunyi nafas.
    • Pantau penurunan bunyi nafas.
    • Pastikan kepatenan O2 binasal.
    • Berikan posisi yang nyaman : semi fowler.
    • Berikan instruksi untuk latihan nafas dalam.
    • Catat kemajuan yang ada pada klien tentang pernafasan.

DAFTAR PUSTAKA
Long C, Barbara, Perawatan Medikal Bedah, Jilid 2, Bandung, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, 1996.

Tuti Pahria, dkk, Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ganguan Sistem Persyarafan, Jakarta, EGC, 1993.


Pusat pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan , Jakarta, Depkes, 1996.


Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, EGC, 2002.


Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta, EGC, 2000.


Harsono, Buku Ajar : Neurologi Klinis,Yogyakarta, Gajah Mada university press, 1996.