Jumat, 23 September 2011

Askep Hidrosefalus

  By: JANUARD


BAB I
PENDAHULUAN

Hidrosefalus berasal dari kata hidro yangberarti air dan chepalon yang berarti kepala. Hidrosefalus merupakan penumpukan cairan serebrospinal secara aktif yang menyebabkan dilatasi system ventrikel otak dimana terjadi akumulasi cairan yang berlebihan pada satru atau lebih ventrikel atau ruang subarachnoid.
Kita mengenal “Hydrocephalus” sebagai suatu kelainan yang biasanya terjadi pada bayi, dan ditandai dengan membesarnya kepala melebihi ukuran normal. Namun apa sebenarnya hydrocephalus dan bagaimana penanganannya ?
Dalam keadaan normal, tubuh memproduksi cairan otak (Cairan Serebro Spinal = CSS) dalam jumlah tertentu, untuk kemudian didistribusikan dalam ruang-ruang ventrikel otak, sampai akhirnya diserap kembali. Dalam keadaan dimana terdapat ketidakseimbangan antara produksi dan penyerapan kembali, terjadi penumpukan cairan otak di ventrikel. Kondisi inilah yang dalam istilah medis dikenal sebagai “hydrocephalus”.
Meskipun banyak ditemukan pada bayi dan anak, sebenarnya hydrocephalus juga bisa terjadi pada dewasa. Hanya saja, pada bayi gejala klinisnya tampak lebih jelas, sehingga lebih mudah dideteksi dan didiagnosis. Hal ini dikarenakan pada bayi ubun-ubunnya masih terbuka, sehingga adanya penumpukan cairan otak dapat dikompensasi dengan melebarnya tulang-tulang tengkorak. Terlihat pembesaran diameter kepala yang makin lama makin membesar seiring bertambahnya tumpukan CSS. Sedangkan pada orang dewasa, tulang tengkorak tidak lagi mampu melebar. Akibatnya berapapun banyaknya CSS yang tertumpuk, takkan mampu menambah besar diameter kepala.

BAB II
HIDROSEFALUS

A.      Definisi
Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono, 2005:209). Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal.
Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun (DeVito EE et al, 2007:328).
Bayi prematur rawan terkena hidrosefalus atau mengalami timbunan cairan di dalam rongga otak. Pasalnya otak bayi prematur belum berkembang secara memadai. Selain pada bayi, hidrosefalus juga dapat terjadi pada usia anak.
"Dalam hal ini, pembuluh darah yang ada di dinding rongga otak masih lemah dan rapuh, sehingga mudah pecah yang menyebabkan perdarahan masuk ke rongga otak dan dapat menyumbat lintasan cairan otak yang bersifat sementara atau permanen.
Menurut , Kepala Unit Pelayanan Fungsional/Staf Medik Fungsional (SMF) Bedah Saraf Rumah Sakit Dr Sardjito Yogyakarta, Dr P Sudiharto mengemukakan hal itu belum lama ini.  hidrosefalus dapat terjadi jika produksi cairan otak lebih besar daripada absorpsinya atau jika lintasan drenase tersumbat. Jika terjadi sumbatan, cairan tertimbun dalam rongga otak sehingga menekan jaringan otak di sekitarnya.
12724.jpg

B.      Etiologi
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal (CSS) pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya (Allan H. Ropper, 2005).
Teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang abnormal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak ialah:
1.       Kelainan Bawaan (Kongenital)
a.       Stenosis akuaduktus Sylvii
b.       Spina bifida dan kranium bifida
c.        Sindrom Dandy-Walker
d.       Kista araknoid dan anomali pembuluh darah
2.       Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. Secara patologis terlihat penebalan jaringan piamater dan araknoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Penyebab lain infeksi adalah toxoplasmosis.
3.       Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS. Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.
4.       Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri (Allan H. Ropper, 2005:360).
C.      Patofisiologi
CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus khoroidalis kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis terdapat dalam suatu sistem, yakni sistem internal dan sistem eksternal. Pada orang dewasa normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan prematur kecil 10-20 ml. Cairan yang tertimbun dalam ventrikel 500-1500 ml (Darsono, 2005). Aliran CSS normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen monroe ke ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan melalui foramen Luschka dan Magendie ke dalam ruang subarakhnoid melalui sisterna magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan resorbsi CSS oleh sistem kapiler. (DeVito EE et al, 2007:32) 
I10-80-ventricles.jpg
                      Hidrosefalus secara teoritis terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu :
1.       Produksi likuor yang berlebihan
2.       Peningkatan resistensi aliran likuor
3.       Peningkatan tekanan sinus venosa
Konsekuensi tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan intrakranial sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap saat selama perkembangan hidrosefalus.
Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari :
1.       Kompresi sistem serebrovaskuler.
2.       Redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan ekstraseluler
3.       Perubahan mekanis dari otak.
4.       Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis
5.       Hilangnya jaringan otak.
6.       Pembesaran volume tengkorak karena regangan abnormal sutura kranial.
human_brain_ventricular_system.jpg
Produksi likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus khoroid. Gangguan aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang disebabkan gangguan aliran akan meningkatkan tekanan likuor secara proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi yang seimbang.
Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu peningkatan tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler intrakranial bertambah dan peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus vena yang relatif tinggi. Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung dari komplians tengkorak. (Darsono, 2005:212)
D.      Klasifikasi
                        Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya, berdasarkan :
1.       Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus) dan hidrosefalus tersembunyi (occult hydrocephalus).
2.       Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus akuisita.
3.       Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik.
4.       Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non komunikans.
Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, hidrosefalus eksternal menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks. Hidrosefalus obstruktif menjabarkan kasus yang mengalami obstruksi pada aliran likuor. Berdasarkan gejala, dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik dan asimptomatik. Hidrosefalus arrested menunjukan keadaan dimana faktor-faktor yang menyebabkan dilatasi ventrikel pada saat tersebut sudah tidak aktif lagi. Hidrosefalus ex-vacuo adalah sebutan bagi kasus ventrikulomegali yang diakibatkan atrofi otak primer, yang biasanya terdapat pada orang tua. (Darsono, 2005)
E.      Manifestasi Klinik
Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada awitan dan derajat ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorbsi CSS (Darsono, 2005). Gejala-gejala yang menonjol merupakan refleksi adanya hipertensi intrakranial. Manifestasi klinis dari hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu :
1.       Awitan hidrosefalus terjadi pada masa neonatus
Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus kongenital dan pada masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama tahun pertama kehidupan. Kranium terdistensi dalam semua arah, tetapi terutama pada daerah frontal. Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis. Vena-vena di sisi samping kepala tampak melebar dan berkelok. (Peter Paul Rickham, 2003)
2.       Awitan hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak
Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai keluhan penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus. Secara umum gejala yang paling umum terjadi pada pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran abnormal yang progresif dari ukuran kepala. Makrokrania mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran normal. Makrokrania biasanya disertai empat gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu:
a.       Fontanel anterior yang sangat tegang.
b.       Sutura kranium tampak atau teraba melebar.
c.        Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial menonjol.
                Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar dibandingkan dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala, muntah, gangguan kesadaran, gangguan okulomotor, dan pada kasus yang telah lanjut ada gejala gangguan batang otak akibat herniasi tonsiler (bradikardia, aritmia respirasi). (Darsono, 2005:213).

F.       Pemeriksaan
1.       Pemeriksaan fisik:
a.       Pengukuran lingkaran kepala secara berkala. Pengukuran ini penting untuk melihat pembesaran kepala yang progresif atau lebih dari normal
b.       Transiluminasi
2.       Pemeriksaan darah:
Tidak ada pemeriksaan darah khusus untuk hidrosefalus
3.       Pemeriksaan cairan serebrospinal:
Analisa cairan serebrospinal pada hidrosefalus akibat perdarahan atau meningitis untuk mengetahui kadar protein dan menyingkirkan kemungkinan ada infeksi sisa
4.       Pemeriksaan radiologi:
a.       X-foto kepala: tampak kranium yang membesar atau sutura yang melebar.
b.       USG kepala: dilakukan bila ubun-ubun besar belum menutup.
c.        CT Scan kepala: untuk mengetahui adanya pelebaran ventrikel dan sekaligus mengevaluasi struktur-struktur intraserebral lainnya
G.      Diagnosis
Disamping dari pemeriksaan fisik, gambaran klinik yang samar-samar maupun yang khas, kepastian diagnosis hidrosefalus dapat ditegakkan dengan menggunakan alat-alat radiologik yang canggih.
Pada neonatus, USG cukup bermanfaat untuk anak yang lebih besar, umumnya diperlukan CT scanning.
CT scan dan MRI dapat memastikan diagnosis hidrosefalus dalam waktu yang relatif singkat. CT scan merupakan cara yang aman dan dapat diandalkan untuk membedakan hidrosefalus dari penyakit lain yang juga menyebabkan pembesaran kepala abnormal, serta untuk identifikasi tempat obstruksi aliran CSS. (Darsono, 2005:214)
H.      Diagnosis Banding
Pembesaran kepala dapat terjadi pada hidrosefalus, makrosefali, tumor otak, abses otak, granuloma intrakranial, dan hematoma subdural perinatal, hidranensefali. Hal-hal tersebut dijumpai terutama pada bayi dan anak-anak berumur kurang dari 6 tahun. (Darsono, 2005:215)

I.        Terapi
          Pada dasarnya ada tiga prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu :
1.       Mengurangi produksi CSS.
2.       Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi.
3.       Pengeluaran likuor (CSS) kedalam organ ekstrakranial. (Darsono, 2005)
          Penanganan hidrosefalus juga dapat dibagi menjadi :
1.       Penanganan Sementara
Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan resorbsinya.
2.       Penanganan Alternatif (Selain Shunting)
Misalnya : pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi vitamin A, reseksi radikal lesi massa yang mengganggu aliran likuor atau perbaikan suatu malformasi. Saat ini cara terbaik untuk melakukan perforasi dasar ventrikel III adalah dengan teknik bedah endoskopik. (Peter Paul Rickham, 2003)
3.       Operasi Pemasangan ‘Pintas’ (Shunting)
Operasi pintas bertujuan membuat saluran baru antara aliran likuor dengan kavitas drainase. Pada anak-anak lokasi drainase yang terpilih adalah rongga peritoneum. Biasanya cairan serebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun kadang pada hidrosefalus komunikans ada yang didrain ke rongga subarakhnoid lumbar. Ada dua hal yang perlu diperhatikan pada periode pasca operasi, yaitu: pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi dan pemantauan kelancaran dan fungsi alat shunt yang dipasang. Infeksi pada shunt meningatkan resiko akan kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan kematian. (Allan H. Ropper, 2005:360)
J.       Penatalaksanaan
1.       Farmakologis:
Mengurangi volume cairan serebrospinalis:
a.       Acetazolamide 25 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 3 dosis. Dosis dapat dinaikkan 25 mg/KgBB/hari (Maksimal 100 mg/KgBB/hari)
b.       Furosemide 1 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 3-4 dosis
Catatan: Lakukan pemeriksaan serum elektrolit secara berkala untuk mencegah terjadinya efek samping.
Bila ada tanda-tanda infeksi, beri antibiotika sesuai kuman penyebab.
2.       Penatalaksanaan Medis
Pada sebagian pasien pembesaran kepala berhenti sendiri (arrested hyrdosefalus), mungkin oleh rekanalisasi ruang subaraknoid atau kompensasi pembentukan CSS yang berkurang ( Laurence, 1965). Tindakan bedah belum ada yang memuaskan 100 %, kecuali bila penyebabnya ialah tumor yang masih dapat diangkat.
3.       Penatalaksanaan Keperawatan
a.       Perawatan Prabedah :
1)       Pantau, cegah, dan halangi bila ada peningkatan TIK
2)       Letakkan anak dalam posisi nyaman dengan cara menaikkan kepala tempat tidur setinggi 30 derajat ( untuk mengurangi kongesti dan meningkatkan drainase).
3)       Pantau adanya tanda – tanda peningktan TIK.
a)       Peningkatan frekwensi pernapasan, penurunan denyut apeks, peningkatan
tekanan darah dan peningkatan suhu badan.
b)       Penurunan tingkat kesadaran.
c)       Aktivitas kejang.
d)       Muntah.
e)       Perubahan ukuran, kesimetrisan, dan reaktivitas pupil.
f)        Fontanel “penuh”, cenderung menonjol.
g)       Turunkan stimulus luar.
h)       Siapkan oksigen dan alat penghisap di sisi tempat tidur.
4)       Siapkan anak dan orang tua untuk menghadapi prosedur pembedahan.
a)       Berikan penjelasan yang sesuai dengan usia.
b)       Berikan dan kuatkan keterangan yang diberikan pada orang tua tentang kondisi dan pengobatan anak.
b.       Perawatan Pascabedah :
1)       Pantau tanda – tanda vital dan status neurologik anak ; Laporkan adanya peningkatan TIK ( ukuran, penuhnya, ketegangan fontanel anterior ), penurunan tingkat kesadaran, anoreksia, muntah, konvulasi, kejang, atau kelembaman.
2)       Pantau dan laporkan adanya gejala – gejala infeksi ( demam, nyeri tekan, inflamasi, mual, dan muntah ).
3)       Pantau dan pertahankan fungsi pirau.
a)       Laporkan gejala malformasi pirau (iritabilitas, penurunan  kesadaran, muntah).
b)       Periksa pirau untuk kepenuhan.
c)       Naikkan bagian kepala tempat tidur setinggi 30 dertajat (untuk meningkatkan drainase dan menurunkan kongeti vena).
d)       Posisikan anak miring kekiri (sisi non - bedah).
e)       Pertahankan tirah baring selama 24 sampai 72 jam.
f)        Pantau adanya aktivitas serangan.
4)       Bantu anak dan orang tua dalam mengatasi stress emosional karena hospitalisais dan pembedahan.
a)       Berikan informasi yang sesuai dengan usia sebelum prosedur dilakukan.
b)       Dorong partisipasi dalam kegiatan rekreasi dan hiburan.
c)       Masukan rutinitas anak dirumah ke dalam aktivitas sehari – hari.
K.      Komplikasi
1.       Hernia serebri
2.       Kejang
3.       Renjatan
KONSEP KEPERAWATAN
ANAK DENGAN HIDROSEFALUS

I. PENGKAJIAN
A. Anamnesa.
a. Insiden : kelaliran denga hidrosefalus terjadi pada 5,8 bayi dai 10.000 kelahiran hidup
a.1. Hidrosefalus dengan spinabifida terdapat kira-kira 3-4 bayi dari 1000 kelahiran hidup
a.2.  Type hidrosefalus obstruksi terdapat 99 % kasus pada anak-anak.
b. Riwayat kesehatan masa lalu:
b.1Terutama adanya riwayat luka / trauma dikepala atau infeksi di sebral
c. Riwayat kahamilan dan persalinan :
c.1.Kelahiran yang premature
c.2.Neonatal meningitis
c.3.  Perdarahan subaracnoid
c.4.  Infeksi intra uterin
c.5.  Perdarahan perinatal,trauma/cidera persalinan.
B. Pemeriksaan Fisik
-  Biasanya adanya myelomeningocele, penguran lingkar kepala (Occipitifrontal)
-  Pada hidrosefalus didapatkan :
-  Tanda – tanda awal :
o Mata juling
o Sakit kepala
o Lekas marah
o Lesu
o Menangis jika digendong dan diam bila berbaring
o Mual dan muntah yang proyektil
o Melihat kembar
o Ataksia
o Perkembangan yang berlangsung lambat
o Pupil oedema
o Respon pupil terhadap cahaya lambat dan tidak sama
o Biasanya diikuti : perubahan tingkat kesadaran, opistotonus dan spastik pada
ekstremitas bawah
o Kesulitan dalam pemberian makanan dan menelan
o Gangguan cardio pulmoner
-       Tanda-tanda selanjutnya :
o Nyeri kepala kepala diikuti dengan muntah-muntah
o Pupil oedema
o Strabismus
o Peningkatan tekanan darah
o Heart lambat
o Gangguan respirasi
o Kejang
o Letargi
o Muntah
o Tanda-tanda ekstrapiramidal/ ataksia
o Lekas marah
o Lesu
o Apatis
o Kebingungan
o Sering kali inkoheren
o Kebutaaan
C. Pemeriksaan Penunjang.
·         Skan temograsfi komputer ( CT-Scan) mempertegas adanya dilatasi ventrikel dan membantui dalam memgidentifikasi kemungkinan penyebabnya( Neoplasma, kista,malformasi konginetal atau perdarahan intra kranial )
·         Fungsi ventrikel kadang digunakan untiuk menukur tekanan intra kranial menghilangkan cairan serebrospinal untuk kultur (aturan ditentukan untuk pengulangan pengaliran).
·         EEG : untuk mengetahui kelainan genetik atau metabolic
·         Transluminasi : Untuk mengetahui apakah adanya kelainan dalam kepala
·         MRI : ( Magnetik resonance imaging ) : memberi informasi mengenai stuktur otak tanpa kena radiasi
II.DIAGNOSA KEPERAWATAN
A. Pre Operatif
1.          Resiko tinggi injuri berhubungan dengan peningkatan tekanan intra kranial
o Data obyektif : Tidak sadar, panas( 38 C), muntah tanpa proyektil, strabismus. serta gelisah,paralisa.
o Data Subyektif : Orangnya mengatakan anaknya tidak sadar ,muntah tubuhnya panas..
Tujuan :
- Tidak terjadi peningkatan tekanan intra kranial dengan kriteria :
- Tidak menunjukkan adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial ( mual, muntah, kejang, gelisah ).
Tindakan keperawatan :
· Observasi ketat tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial.
Rasional :Untuk mengetahui secara dini peningkatan TIK
· Tentukan skala tingkat kesadaran
Rasional :Menurunnya kesadaran menunjukkan adanya tanda-tanda adanya peningkatan TIK.
· Ajari keluarga mengenai tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial
Rasional :Keluarga dapat berpartisipasi dalam perawatan anaknya.
· Kolaborasi
Rasional :Dapat mencegah atau mempercepat proses penyebuhan penyakit.
2.          Gangguan rasa nyaman: Nyeri sehubungan dengan meningkatkanya tekanan intrakranial .
Data Indikasi : Adanya keluahan Nyeri Kepala, Meringis atau menangis, gelisah, kepala membesar
Tujuan ; Klien akan mendapatkan kenyamanan, nyeri kepala berkurang
Tindakan keperawatan :
·   Jelaskan Penyebab nyeri.
·   Atur posisi Klien
·   Ajarkan tekhnik relaksasi
·   Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian Analgesik
3.          Resiko terhadap perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kerusakan kemampuan untuk mencapai tugas perkembangan
Tujuan : Tidak terjadi gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak.
Tindakan keperawatan:
· Observasi tanda dan gejala gangguan perkembangan secara dini
Rasional :Akan mengetahui secara dini kelainan atau penyimpangan dari keadaan normal.
· Kolaborasi untuk tindakan pembedahan
Rasional : Membantu mempercepatan proses penyembuhan.
B. Persiapan operasi
4.          Kecemasan Orang tua sehubungan dengan keadaan anak yang akan mengalami operasi.
Data Indikasi : Ekspresi verbal menunjukkan kecemasan akan keadaan anaknya.
Tujuan : Kecemasan orang tua berkurang atau dapat diatasi.
Tindakan Keperawatan :
·         Menjelaskan tentang hidrosefalus, anatomi ventrikel, maksud dasar dari shunt. Gunakan diagram dan sampel shunt, jika tersedia bantu memberi penjelasan iformasi yang diterima. Juga jelaskan tujuan berbagai tindakan test diagnostik yang disarankan dan prosedur yang akan dilakukan.
Rasional : Memberikan penjelasan akan membantu penurunan ketakutan dan kecemasan dan meningkatkan penerimaan terhadap kondisi anak
·         Berikan gamnbaran tindakan perioperative
Rasional : Penjelasan terhadap kegiatan ini akan meyakinkan orang tua bahwa mereka harus sadar bahwa anak akan menjalani hal ini dan bantu untuk memberikan dorongan berpartisipasi dalam kegiatan persiapan prabedah, jika memungkinkan.
·         Berikan waktu orang tua mengajukan pertanyaan dan mengekspresikan ketakutan dan perhatiannya.
Rasional : Orang tua membutuhkan waktu menyesuaikan diri dengan informasi sehingga mereka dapat membentuk pertanyaan dan mengekspresikan ketakutan dan perhatiannya.
·         Bantu anak untuk mempersiapkan guna tinggal rawat di rumah sakit dan pembedahan, penggunaan boneka, alat-alat rumah sakit yang tersedia, dan diagram dan video yang tepat sesuai tingkat perkembangan anak.
Rasional : Mendemonstrasikan dengan menggunakan boneka sangat tepat digunakan untuk membantu menngani anak yang terjadi selama tinggal di rumah sakit. Diagram, video, buku-buku, dan diskusi mungkin akan lebih tepat pada anak yang lebih besar.
·         Berikan penguatan terhadap penjelasan ahli bedah
Rasional : Orang tua dan anak sering menerima terlalu banyak informasi dalam waktu yang singkat. Ulangi penjelasan untuk membantu pemahaman kondisi anak.
·         Rujuk orang tua pada pekerja sosial atau tenaga pelayanan sosial sesuai kebutuhan.
Rasional : Pekerja sosial dapat memberikan konseling secara seksama untuk membantu orang tua menyesuaikan diri dengan kondisi anak dan tinggal rawat di rumah sakit dan dapat membantu perencana selanjutnya dan merujuk pada oraganisasi kemasyarakatan.
5. Potensial Kekurangan cairan dan elektrolit sehubungan dengan intake yang kurang diserta muntah.
Data Indikasi ; keluhan Muntah, Jarang minum.
Tujuan : Tidak terjadi kekurangan cairan dan elektrolit.
Tindakan keperawatan:
·  Observasi ketat intake dan output
Rasional :Menentukan data dasar dari pada cairan tubuh.
·  Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium
Rasional :Mengkaji hidrasi dan keefektifan / kebutuhan intervensi
·  Berikan cairan infus sesuai pesanan
Rasional : Mempertahan volume sirkulasi cairan dalam tubuh
C. Post – Operatif
6.  Gangguan rasa nyaman : Nyeri sehubungan dengan tekanan pada kulit yang dilakukan shunt.
                Data Indikasi ; adanya keluhan nyeri, Ekspresi non verbal adanya nyeri.
                Tujuan : Rasa Nyaman Klien akan terpenuhi, Nyeri berkurang
                Tindakan Keperawatan :
·         Beri kapas secukupnya dibawa telinga yang dibalut.
·         Aspirasi shunt (Posisi semi fowler), bila harus memompa shunt, maka pemompaan dilakukan perlahan – lahan dengan interval yang telah ditentukan.
·         Kolaborasi dengan tim medis bila ada kesulitan dalam pemompaan shunt.
Berikan posisi yang nyama. Hindari posisi p[ada tempat dilakukan shunt.
·         Observasi tingkat kesadaran dengan memperhatikan perubahan muka (Pucat, dingin, berkeringat)
·         Kaji orisinil nyeri : Lokasi dan radiasinya
7. Resiko tinggi terjadinya gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Data Indikasi ; Adanya keluhan kesulitan dalam mengkonsumsi makanan.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan nutrisil.
Rencana Intervensi :
·         Berikan makanan lunak tinggi kalori tinggi protein.
·         Berikan klien makan dengan posisi semi fowler dan berikan waktu yang cukup untuk menelan.
·         Ciptakan suasana lingkungan yang nyaman dan terhindar dari bau – bauan yang tidak enak.
·         Monitor therapi secara intravena.
·         Timbang berta badan bila mungkin.
·         Jagalah kebersihan mulut ( Oral hygiene)
·         Berikan makanan ringan diantara waktu makan
8.  Resiko tinggi terjadinya infeksi sehubungan dengan infiltrasi bakteri melalui shunt.
          Tujuan : Tidak terjadi infeksi / Klien bebas dari infeksi.
          Tindakan keperawatan :
·         Kaji suhu tubuh anak yang tidak stabil, penurunan LOC, kehilangan nafsu makan, muntah, peningkatan sel darah putih, dan pembengkakan atau kemerahan sepanjang saluran shunt.
Rasional : Tanda ini memberikan petunjuk adanya infeksi, biasanya terjadi dalam bulan pertama setelah insersi shunt
·         Monitor suhu badan anak setiap 4 jam
Rasional : Penurunan suhu badan adalah tanda awal infeksi pada neonatus, dan penimngkatan suhu badan adalah tanda awal terjadinya infeksi pada anak
·         Posisi baring anak yang tidak menahan beraty pada bagian katup pada 24 sampai 48 jam pertama setelah pembedahan.
Rasional : Posisi dimana kepala pada posisi yang tepat membantu mencegah kerusakan kulit atau sekitar pompa shunt
·         Kaji area insisi setiap 4 jam, lihat adanya pengaliran cairan dari luka dan adanya pembengkakan. Catat jumlah dan jenis cairan yang keluar dari luka insisi.
Rasional :Pembengkakan disekitar pompa, saluran shunt, atau insisi bedah—dengan atau tanpa grainase—mungkin merupakan tanda awal infeksi pada shunt.
·         Berikan antibiotik sesuai petunjuk
Rasional : Antibitik yang bersifat profilaksis biasanya diberikan saat pembedahan dan dilanjutkan pada 48 sampai 72 jam setelah pembedahan.
9. Resiko tinggi terjadi kerusakan integritas kulit dan kontraktur sehubungan dengan imobilisasi.
Tujuan ; Pasien bebas dari kerusakan integritas kulit dan kontraktur.
Tindakan Keperawatan :
·   Mobilisasi klien (Miki dan Mika) setiap 2 jam.
·   Obsevasi terhadap tanda – tanda kerusakan integritas kulit dan kontrkatur.
·   Jagalah kebersihan dan kerapihan tempat tidur.
·   Berikan latihan secara pasif dan perlahan – lahan
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
                Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel.
Insiden hidrosefalus antara 0,2- 4 setiap 1000 kelahiran. Insiden hidrosefalus konginetal adalah 0,5- 1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11 % - 43 % disebabkan oleh stenosis aquaductus serebri. Tidak ada perbedaan bermakna insiden untuk kedua jenis kelamin, juga dalam hal perbedaan ras. Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur.
        Pada dasarnya ada 3 prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu :
        a)mengurangi produksi CSS
b)Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi
c)Pengeluaran likuor ( CSS ) kedalam organ ekstrakranial.
Hal yang sangat penting dalam penanganan kasus hidrosefalus ini adalaqh kejadian infeksi akibat penatalaksanaan dan asuhan yang diberikan tidak tepat.
B.Saran
        Diharapkan kepada orang tua yang mendapatkan anak dengan kasus hidrosefalus untuk tidak berkecil hati karena ada masih ada cara pengobatan yang dapat dilakukan. Pengobatan tersebut dapat membantu anak tersebut untuk proses tumbuh kembangnya dikemudian hari.
        Bagi petugas kesehatan diharapkan dapat melakukan penatalaksanaan dan asuhan yang adekuat dan hati-hati untuk mencegah terjadinya infeksi sehingga dapat menurunkan angka kematian pada bayi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar