Jumat, 23 September 2011

ASKEP EPILEPSI

 
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologis yang utama. Epilepsi sering dihubungkan dengan disabilitas fisik, disabilitas mental, dan konsekuensi psikososial yang berat bagi penyandangnya (pendidikan yang rendah, pengangguran yang tinggi, stigma sosial, rasa rendah diri, kecenderungan tidak menikah bagi penyandangnya).
Sebagian besar kasus epilepsi dimulai pada masa anak-anak. Pada tahun 2000, diperkirakan penyandang epilepsi di seluruh dunia berjumlah 50 juta orang, 37 juta orang di antaranya adalah epilepsi primer, dan 80% tinggal di negara berkembang. Laporan WHO (2001) memperkirakan bahwa rata-rata terdapat 8,2 orang penyandang epilepsi aktif di antara 1000 orang penduduk, dengan angka insidensi 50 per 100.000 penduduk. Angka prevalensi dan insidensi diperkirakan lebih tinggi di negara-negara berkembang.
Epilepsi dihubungkan dengan angka cedera yang tinggi, angka kematian yang tinggi, stigma sosial yang buruk, ketakutan, kecemasan, gangguan kognitif, dan gangguan psikiatrik. Pada penyandang usia anak-anak dan remaja, permasalahan yang terkait dengan epilepsi menjadi lebih kompleks.
Penyandang epilepsi pada masa anak dan remaja dihadapkan pada masalah keterbatasan interaksi sosial dan kesulitan dalam mengikuti pendidikan formal. Mereka memiliki risiko lebih besar terhadap terjadinya kecelakaan dan kematian yang berhubungan dengan epilepsi. Permasalahan yang muncul adalah: Bagaimana dampak epilepsi terhadap berbagai aspek kehidupan penyandangnya.
B. Tujuan Penulisan
B.1 Tujuan Umum
Mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien Epilepsi
B.2 Tujuan Khusus
B.2.1 Megetahui Konsep dasar epilepsi
B.2.2 Mengetahui proses pengkajian pada pasien epilepsi
B.2.3 Mengetahui diagnosa, intervensi, dan evaluasi pada pasien epilepsi

BAB II
PEMBAHASAN

A. Defenisi
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel (Tarwoto, 2007)

Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi (Arif, 2000)
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neron-neron otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik (anonim, 2008)
Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua bahkan bayi yang baru lahir. Angka kejadian epilepsi pada pria lebih tinggi dibandingkan pada wanita, yaitu 1-3% penduduk akan menderita epilepsi seumur hidup. Di Amerika Serikat, satu di antara 100 populasi (1%) penduduk terserang epilepsi, dan kurang lebih 2,5 juta di antaranya telah menjalani pengobatan pada lima tahun terakhir. Menurut World Health Organization (WHO) sekira 50 juta penduduk di seluruh dunia mengidap epilepsi

B.Etiologi
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (Idiopatik) Sering terjadi pada:
1.Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2.Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3.Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4.Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5.Tumor Otak
6.Kelainan pembuluh darah
(Tarwoto, 2007)
Faktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab utama, ialah epilepsi idopatik, remote symptomatic epilepsy (RSE), epilepsi simtomatik akut, dan epilepsi pada anak-anak yang didasari oleh kerusakan otak pada saat peri- atau antenatal. Dalam klasifikasi tersebut ada dua jenis epilepsi menonjol, ialah epilepsi idiopatik dan RSE. Dari kedua tersebut terdapat banyak etiologi dan sindrom yang berbeda, masing-masing dengan prognosis yang baik dan yang buruk.

Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang tampak jelas pada CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI) maupun kerusakan otak yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal dengan defisit neurologik yang jelas. Sementara itu, dipandang dari kemungkinan terjadinya bangkitan ulang pasca-awitan, definisi neurologik dalam kaitannya dengan umur saat awitan mempunyai nilai prediksi sebagai berikut:

Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam waktu 12 bulan pertama seluruh kasus akan mengalami bangkitan ulang, Apabila defisit neurologik terjadi pada saat pascalahir maka resiko terjadinya bangkitan ulang adalah 75% pada 12 bulan pertama dan 85% dalam 36 bulan pertama. Kecuali itu, bangkitan pertama yang terjadi pada saat terkena gangguan otak akut akan mempunyai resiko 40% dalam 12 bulan pertama dan 36 bulan pertama untuk terjadinya bangkitan ulang. Secara keseluruhan resiko untuk terjadinya bangkitan ulang tidak konstan. Sebagian besar kasus menunjukan bangkitan ulang dalam waktu 6 bulan pertama.

Epilepsi dapat dibagi dalam tiga golongan utama antara lain:
a. Epilepsi Grand Mal
Epilepsi grand mal ditandai dengan timbulnya lepas muatan listrik yang berlebihan dari neuron diseluruh area otak-di korteks, di bagian dalam serebrum, dan bahkan di batang otak dan talamus. Kejang grand mal berlangsung selama 3 atau 4 menit.

b. Epilepsi Petit Mal
Epilepsi ini biasanya ditandai dengan timbulnya keadaan tidak sadar atau penurunan kesadaran selama 3 sampai 30 detik, di mana selama waktu serangan ini penderita merasakan beberapa kontraksi otot seperti sentakan (twitch- like),biasanya di daerah kepala, terutama pengedipan mata.

c. Epilepsi Fokal
Epilepsi fokal dapat melibatkan hampir setiap bagian otak, baik regoi setempat pada korteks serebri atau struktur-struktur yang lebih dalam pada serebrum dan batang otak. Epilepsi fokal disebabkan oleh resi organik setempat atau adanya kelainan fungsional.

C. Patofisiologi

Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-juta neuron. Pada hakekatnya tugas neron ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan nerotransmiter. Acetylcholine dan norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA (gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik saraf di otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar kebagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.

D.Manifestasi klinik
1. Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan penginderaan
2. Kelainan gambaran EEG
3. Tergantung lokasi dan sifat Fokus Epileptogen
4. Dapat mengalami Aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik (Aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, men cium bau-bauan tak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya)

E.Klasifikasi kejang
1. Kejang Parsial
a. Parsial Sederhana
Gejala dasar, umumnya tanpa gangguan kesadaran. Misal: hanya satu jari atau tangan yang bergetar, mulut tersentak dengan gejala sensorik khusus atau somatosensorik seperti: mengalami sinar, bunyi, bau atau rasa yang tidak umum/tdk nyaman
b. Parsial Kompleks
Dengan gejala kompleks, umumnya dengan ganguan kesadaran. Dengan gejala kognitif, afektif, psiko sensori, psikomotor. Misalnya: individu terdiam tidak bergerak atau bergerak secara automatik, tetapi individu tidak ingat kejadian tersebut setelah episode epileptikus tersebut lewat

2. Kejang Umum (grandmal)
Melibatkan kedua hemisfer otak yang menyebabkan kedua sisi tubuh bereaksi Terjadi kekauan intens pada seluruh tubuh (tonik) yang diikuti dengan kejang yang bergantian dengan relaksasi dan kontraksi otot (Klonik) Disertai dengan penurunan kesadaran, kejang umum terdiri dari:
a. Kejang Tonik-Klonik
b. Kejang Tonik : keadaan kontinyu
c. Kejang Klonik : Kontraksi otot mengejang
d. Kejang Atonik : Tidak adanya tegangan otot
e. Kejang Myoklonik : kejang otot yang klonik
f. Spasme kelumpuhan
g. Tidak ada kejang
h. Kejang Tidak Diklasifikasikan/ digolongkan karena datanya tidak lengkap.

F. Pemeriksaan diagnostik
1. CT Scan untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif serebral
2. Elektroensefalogram(EEG) untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan
3. magnetik resonance imaging (MRI)
4. kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.




G. Penatalaksanaan
Cara Menanggulangi epilepsy :
o Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar keras, tajam atau panas. Jauhkan ia dari tempat / benda berbahaya.
o Longgarkan bajunya. Bila mungkin, miringkan kepalanya kesamping untuk mencegah lidahnya menutupi jalan pernapasan.
o Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda keras diantara giginya, karena dapat mengakibatkan gigi patah. Untuk mencegah gigi klien melukai lidah, dapat diselipkan kain lunak disela mulut penderita tapi jangan sampai menutupi jalan pernapasannya.
o Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang terjadi. Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yg hilang selama kejang dan biarkan penderita beristirahat.
o Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting untuk pemberian pengobatan oleh dokter.
o Ajarkan penderita untuk mengenali tanda2 awal munculnya epilepsi atau yg biasa disebut "aura". Aura ini bisa ditandai dengan sensasi aneh seperti perasaan bingung, melayang2, tidak fokus pada aktivitas, mengantuk, dan mendengar bunyi yang melengking di telinga. Jika Penderita mulai merasakan aura, maka sebaiknya berhenti melakukan aktivitas apapun pada saat itu dan anjurkan untuk langsung beristirahat atau tidur.
o Bila serangan berulang-ulang dalam waktu singkat atau penyandang terluka berat, bawa ia ke dokter atau rumah sakit terdekat.
H. Pengobatan
• Phenobarbital (luminal). P
o Paling sering dipergunakan, murah harganya, toksisitas rendah.
• Primidone (mysolin)
o Di hepar primidone di ubah menjadi phenobarbital dan phenyletylmalonamid.
• Difenilhidantoin (DPH, dilantin, phenytoin).
o Dari kelompok senyawa hidantoin yang paling banyak dipakai ialah DPH. Berhasiat terhadap epilepsi grand mal, fokal dan lobus temporalis.
o Tak berhasiat terhadap petit mal.
o Efek samping yang dijumpai ialah nistagmus,ataxia, hiperlasi gingiva dan gangguan darah.
• Carbamazine (tegretol).
o Mempunyai khasiat psikotropik yangmungkin disebabkan pengontrolan bangkitan epilepsi itusendiri atau mungkin juga carbamazine memang mempunyaiefek psikotropik.
o Sifat ini menguntungkan penderita epilepsi lobus temporalis yang sering disertai gangguan tingkahlaku.
o Efek samping yang mungkin terlihat ialah nistagmus, vertigo, disartri, ataxia, depresi sumsum tulang dan gangguanfungsi hati.

• Diazepam.
o Biasanya dipergunakan pada kejang yang sedang berlangsung (status konvulsi.).
o Pemberian i.m. hasilnya kurang memuaskan karena penyerapannya lambat. Sebaiknya diberikan i.v. atau intra rektal.
• Nitrazepam (inogadon).
o Terutama dipakai untuk spasme infantil dan bangkitan mioklonus.
• Ethosuximide (zarontine).
o Merupakan obat pilihan pertama untuk epilepsi petit mal

• Na-valproat (dopakene)
o obat pilihan kedua pada petit mal
o Pada epilepsi grand mal pun dapat dipakai.
o obat ini dapat meninggikan kadar GABA di dalam otak.
o Efek samping mual, muntah, anorexia

• Acetazolamide (diamox).
o Kadang-kadang dipakai sebagai obat tambahan dalam engobatan epilepsi.
o Zat ini menghambat enzim carbonic-anhidrase sehingga pH otak menurun, influks Na berkurang akibatnya membran sel dalam keadaan hiperpolarisasi.
• ACTH
o Seringkali memberikan perbaikan yang dramatis pada spasme infantil.


ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN EPILEPSI

A. Pengkajian
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, tangal pengkajian, No register, tanggal rawat dan penanggung jawab dan perawat mengumbpulkan informasi informasi tentang riwayat kejang pasien. Pasien ditanyakan tentang faktor atau kejadian yang dapat menimbulkan kejang. Asupan alkohol dicatat. Efek epilepsi pada gaya hidup dikaji:
Apakah ada keterbatasan yang ditimbulkan oleh gangguan kejang?
Apakah pasien mempunyai program rekreasi? Kontak sosial?
Apakah pengalaman kerja?
Mekanisme koping apa yang digunakan?
Obsevasi dan pengkajian selama dan setelah kejang akan membantu dalam mengindentifikasi tipe kejang dan penatalaksanaannya.

1. Selama serangan :
o Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan.
o Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.
o Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.
o Apakah disertai komponen motorik seperti kejang tonik, kejang klonik, kejang tonik-klonik, kejang mioklonik, kejang atonik.
o Apakah pasien menggigit lidah.
o Apakah mulut berbuih.
o Apakah ada inkontinen urin.
o Apakah bibir atau muka berubah warna.
o Apakah mata atau kepala menyimpang pada satu posisi.
o Berapa lama gerakan tersebut, apakah lokasi atau sifatnya berubah pada satu sisi atau keduanya.
2. Sesudah serangan
o Apakah pasien : letargi , bingung, sakit kepala, otot-otot sakit, gangguan bicara
o Apakah ada perubahan dalam gerakan.
o Sesudah serangan apakah pasien masih ingat apa yang terjadi sebelum, selama dan sesudah serangan.
o Apakah terjadi perubahan tingkat kesadaran, pernapasan atau frekuensi denyut jantung.
o Evaluasi kemungkinan terjadi cedera selama kejang.
3. Riwayat sebelum serangan
o Apakah ada gangguan tingkah laku, emosi.
o Apakah disertai aktivitas otonomik yaitu berkeringat, jantung berdebar.
o Apakah ada aura yang mendahului serangan, baik sensori, auditorik, olfaktorik maupun visual.
4. Riwayat Penyakit
o Sejak kapan serangan terjadi.
o Pada usia berapa serangan pertama.
o Frekuensi serangan.
o Apakah ada keadaan yang mempresipitasi serangan, seperti demam, kurang tidur, keadaan emosional.
o Apakah penderita pernah menderita sakit berat, khususnya yang disertai dengan gangguan kesadaran, kejang-kejang.
o Apakah pernah menderita cedera otak, operasi otak
o Apakah makan obat-obat tertentu
o Apakah ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga
5. Riwayat kesehatan
o Riwayat keluarga dengan kejang
o Riwayat kejang demam
o Tumor intrakranial
o Trauma kepal terbuka, stroke
6. Riwayat kejang
o Berapa sering terjadi kejang
o Gambaran kejang seperti apa
o Apakah sebelum kejang ada tanda-tanda awal
o Apa yang dilakuakn pasien setelah kejang
7. Riwayat penggunaan obat
o Nama obat yang dipakai
o Dosis obat
o Berapa kali penggunaan obat
o Dapan putus obat
8. Pemeriksaan fisik
o Tingkat kesadaran
o Abnormal posisi mata
o Perubahan pupil
o Garakan motorik
o Tingkah laku setelah kejang
o Apnea
o Cyanosis
o Saliva banyak
9. Psikososial
o Usia
o Jenis kelamin
o Pekerjaan
o Peran dalam keluarga
o Strategi koping yang digunakan
o Gaya hidup dan dukungan yang ada
10. Pengetahuan pasien dan keluarga
o Kondisi penyakit dan pengobatan
o Kondisi kronik
o Kemampuan membaca dan belajar
11. Pemeriksaan diagnostik
o Laboratorium
o Radiologi

B. Masalah keperawatan
1. Resiko cedera
2. Jalan nafas tidak efektif, pola nafas
3. Gangguan Harga diri rendah
4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakit

D. Evaluasi keperawatan
• Pasien tidak mengalami cedera, saat serangan maupun setelah serangan
• Jalan nafas pasien dan pola nafas pasien kembali normal
• Pasien mempunyai penilaian yang positif terhadap dirinya
• Kondisi fisiologis pasien normal
• Catat kondisi umum pasien seperti tekanan darah, denyut nadi, suhu tubuh, adakah sianosis, kondisi pupil, tingkat kesadaran, adakah keluhan pusing, sakit kepala, lemah, lesu setelah serangan, apakah lidah tergigit atau tidak, bagaimana kondisi gigi pasien, dll




BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan

Pengklasifikasian kejang ada dua :
Kejang parsial (parsial sederhana dan parsial kompleks) dan Kejang grandmal (Kejang Tonik-Klonik, kejang Tonik : keadaan kontinyu, kejang Klonik : Kontraksi otot mengejang, Kejang Atonik : Tidak adanya tegangan otot, kejang Myoklonik : kejang otot yang klonik, spasme kelumpuhan, tidak ada kejang, kejang Tidak Diklasifikasikan/ digolongkan karena datanya tidak lengkap)

Berdasarkan kajian terhadap berbagai penelitian terdahulu di atas terlihat bahwa epilepsi memiliki berbagai masalah medis, psikososial, dan kualitas hidup sangat kompleks. Penyandang epilepsi sering dihadapkan pada berbagai masalah psikososial yang menghambat kehidupan normal. Epilepsi dihubungkan pula dengan risiko morbiditas, morlitas, dan stigma sosial yang tinggi di masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar